Namun, karena munculnya beberapa kontroversi, optimisme ini mulai menghadapi tantangan. Setelah menjabat, beberapa menteri menunjukkan ketidakahlian dalam berkomunikasi dengan media, publik, dan wartawan. Hal ini terlihat dari pernyataan mereka yang dilontarkan ke media, yang telah memicu perdebatan. Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakata Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa tragedi 1998 bukan merupakan pelanggaran HAM yang signifikan, yang menimbulkan kontroversi. Pernyataan ini menuai kecaman dari masyarakat dan pegiat HAM yang menganggapnya tidak sensitif terhadap keadilan dan sejarah.
Terlepas dari pernyataan sebelumnya, beberapa mentri juga membuat pernyataan yang tidak pantas. Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, mengajukan anggaran tambahan sebesar 20 triliun untuk kementeriannya, yang telah menerima anggaran sebesar 64 miliar. Ini masuk akal untuk mendukung inisiatif penting untuk meningkatkan hak asasi manusia di Indonesia, seperti mendirikan Universitas Hak Asasi Manusia. Anggaran tahun 2025 sudah ditetapkan, jadi tanggapan DPR terhadap pernyataan ini dianggap tidak penting (Alfarisi, 2024). Selain itu, Utusan Khusus Presiden untuk Kerukunan Umat Beragama, Gus Miftah, juga dikritik karena pernyataannya yang menghina seorang penjual es teh. Presiden Prabowo mengundurkan diri karena kontroversi ini pada Desember 2024, dan dia menganggapnya sebagai tanggung jawab moral (Oktaviani, 2024). Opini publik tentang kabinet baru menjadi semakin terpolarisasi setelah kontroversi ini muncul. Sementara para pengkritik menyarankan agar pemerintah lebih berhati-hati dalam memilih pejabat publik, sebagian orang melihat pengunduran diri Gus Miftah sebagai tindakan yang tepat dari pemerintah.
Beberapa analis politik berpendapat bahwa dinamika ini menunjukkan bahwa pemerintahan baru menghadapi masalah komunikasi politik. Meskipun kabinet baru-baru ini mencoba menunjukkan transparansi dan komitmen terhadap masalah prioritas, mereka menghadapi kesulitan dalam menangani krisis yang melibatkan para menterinya. Kurangnya koordinasi dalam menyampaikan pesan kepada publik menyebabkan kritik terhadap tindakan pemerintah, yang menyebabkan kritik tambahan. Ketika masalah ini muncul, mereka dengan cepat menjadi topik diskusi publik dan digunakan oleh kelompok tertentu untuk meruntuhkan kredibilitas pemerintahan baru. Media massa, terutama platform digital seperti Twitter, Instagram, dan TikTok, sangat berpengaruh dalam membentuk opini publik dan membuat kontroversi semakin viral dan diperbincangkan oleh banyak orang, yang menyebabkan persepsi publik menjadi lebih buruk. Selain itu, bias media memengaruhi persepsi masyarakat terhadap pemerintah.
Namun, pemerintah juga menunjukkan keberhasilannya dalam kinerjanya dengan melaporkan target yang telah mulai dicapai. Revitalisasi kawasan industri dan peningkatan konektivitas infrastruktur mendapat respons positif, yang menjanjikan efek jangka panjang pada ekonomi nasional (Yogatama, 2024).
Meskipun pemerintah telah melakukan hal-hal tersebut, masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk membangun kembali kepercayaan publik yang telah rusak karena kontroversi. Untuk keberhasilan kabinet Prabowo di masa depan, diperlukan peningkatan koordinasi internal dan komunikasi yang lebih baik. Ini dibutuhkan untuk menghentikan berbagai pernyataan atau tindakan spekulatif dan mengurangi efek dari pernyataan-pernyataan ini. Publik berharap peristiwa yang telah terjadi akan mendorong pemerintah untuk menjadi lebih ahli dan efektif di tahun-tahun mendatang. Kabinet Prabowo memiliki kesempatan untuk meningkatkan kepercayaan dan mewujudkan visi yang dijanjikan untuk rakyat Indonesia.
Persepsi publik terhadap pemerintah dan kebijakannya dipengaruhi oleh teori media framing, yang menyatakan bahwa berbagai media menyoroti berbagai aspek suatu peristiwa. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah harus memahami dan mengkritik pembingkaian media jika mereka ingin menciptakan opini yang benar. Kontroversi yang terjadi antara anggota kabinet ini menunjukkan pentingnya komunikasi yang efektif. Pemerintah harus proaktif dalam mengidentifikasi masalah, memastikan informasi yang akurat dan transparan, dan bekerja sama dengan media untuk mempromosikan kinerja dan programnya..
Polarisasi Politik dan Implikasinya Â
Polarisasi politik meningkat di media, terutama setelah pemilu 2024 berakhir. Baik kinerja kabinet baru maupun validitas hasil pemilu masih diperdebatkan oleh para pendukung kandidat. Situasi ini diperparah oleh pemberitaan yang tidak adil, yang menghalangi pemerintah untuk memperoleh legitimasi dan kepercayaan publik. Polirasi ini menyebabkan komunikasi pemerintah menjadi kurang efektif, di mana kritik seringkali disebabkan oleh kepentingan politik. Pemerintah harus mendorong diskusi terbuka dan membangun kisah persatuan dengan menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan positif untuk mengatasi masalah ini.
Strategi Komunikasi Politik yang Efektif Â
Untuk mempertahankan kepercayaan publik setelah pemilu, penting untuk melakukan komunikasi politik yang efektif. Beberapa cara yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Meningkatkan transparansi dengan memberikan informasi yang jelas tentang kebijakan dan Keputusan.
- Mengelola krisis dengan cepat melalui klarifikasi, yang penting untuk mengurangi spekulasi negatif.
- Optimalisasi media sosial memungkinkan komunikasi langsung dan umpan balik.
- Membangun cerita positif tentang keberhasilan program pemerintah membantu melawan berita negative.
- Melibatkan media tradisional sebagai mitra juga penting untuk menyampaikan pesan pemerintah secara akurat.
Kesimpulan