Mohon tunggu...
ATIK TAFRIKHAH
ATIK TAFRIKHAH Mohon Tunggu... Guru - Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Guru SDN Ciseupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Menyongsong Pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) dan Tindak Lanjut Laporan Hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

23 Agustus 2021   00:59 Diperbarui: 23 Agustus 2021   01:11 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 Kebijakan Asesmen Nasional (AN) yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak hanya sebagai pengganti Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), namun juga sebagai penanda perubahan paradigma tentang evaluasi pendidikan. Perubahan mendasar Asesmen Nasional (AN) adalah tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, akan tetapi memetakan sistem pendidikan, berupa input, output, proses, dan hasil. Potret layanan dan kinerja setiap sekolah dari Asesmen Nasional (AN) ini kemudian akan menjadi cermin bersama untuk melakukan refleksi, mempercepat perbaikan mutu pendidikan Indonesia.

Peningkatan mutu sistem pendidikan tidak hanya berorientasi pada pencapaian peserta didik dalam menguasai materi pelajaran dan nilai ujian akhir, apapun sebutannya. Keberhasilan sistem pendidikan lebih difokuskan pada pencapaian kompetensi peserta didik yang meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Terlebih pada era transformasi pendidikan abad ke-21, dimana arus perubahan menuntut peserta didik menguasai berbagai kecakapan hidup yang esensial untuk menghadapi berbagai tantangan abad ke-21 sehingga peserta didik memiliki kecakapan belajar dan berinovasi, kecakapan menggunakan teknologi informasi, kecakapan hidup untuk bekerja dan berkontribusi pada masyarakat.

Bagaimana mungkin penilaian itu dilakukan oleh pemerintah? 

Pemerintah khususnya Indonesia, untuk Asesmen Nasional (AN) diharapkan mengukur 271.000 satuan pendidikan, kurang lebih sekitar 9,5 juta peserta didik yang mengikuti Asesmen Nasional (AN) pada September dan Oktober 2021 dan hasilnya dikeluarkan pada Desember 2021. Jika kita, misalnya sebagai pemerintah ingin bijaksana, ingin mengetahui peserta didik yang pintar dalam menyany, peserta didik yang pintar dalam menari, yang pintar berbicara, yang pintar menulis, yang pintar dalam pilihan ganda, yang pintar jika disuruh berdebat, tidaklah mungkin mampu melakukan suatu asesmen terstandar terhadap 9,5 juta peserta didik dalam waktu 2 bulan dan dilaporkannya 1,5 bulan kemudian. Jadi, siapakah yang mampu memotret keunikan dan potensi setiap peserta didik? Jawabannya, itu adalah bapak ibu guru di satuan pendidikan masing-masing.

Jadi, sekarang kita memiliki dua cerita terkait Asesmen Nasional (AN) ini, yaitu cerita memotret sistem pendidikan dan cerita memotret individu peserta didik. Individu peserta didik dengan segala keunikannya itu menjadi ranah bapak ibu guru di satuan pendidikan masing-masing, bapak ibu guru lah yang paling mengetahui peserta didik A cocoknya diapakan, peserta didik si B cocoknya bagaimana. Pemerintah tidak mampu melakukan asesmen yang bersifat individu yang disesuaikan untuk setiap individu peserta didik. Oleh karena itu, Asesmen Nasional (AN) tidak bertujuan untuk memotret hasil belajar individu peserta didik, tidak akan ada nilai individu peserta didik yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalnya, Chika Haura Nur Afifah dari SDN Ciseupan dengan nilai sekian.

Asesmen Nasional (AN) akan menyensus semua satuan pendidikan, tetapi di setiap satuan pendidikan tidak semua peserta didik akan diukur. Jadi, karena tidak semua peserta didik diukur, maka akan menjadi aneh jika ada hasil nilai hasil berupa Nilai Asesmen Nasional peserta didik. Misalnya, kita mempunyai 200 peserta didik, yang dipilih menjadi sampel hanya 30 peserta didik, lalu kemudian kita mengeluarkan hasil berdasarkan peserta didik pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya sampai peserta didik ke-30 itu akan menjadi aneh karena ada 170 peserta didik lainnya yang tidak mengikuti Asesmen Nasional (AN). Jadi, pemilihan sampel peserta didik itu untuk menegaskan bahwa Asesmen Nasional (AN) bukan evaluasi individu peserta didik.

Filosofinya apa? 

Yang pertama, filosofinya adalah karena kita meyakini bahwa kita sebagai manusia memiliki potensi, keunikan, dan kelebihan. Filosofi kedua, kelebihan tersebut akan dapat teridentifikasi dengan menggunakan asesmen yang bersifat khas, yang disesuaikan untuk memotret bagaimana individu peserta didik itu memiliki potensi. Kemudian, filosofi yang ketiga adalah kita meyakini bahwa mengapa hasil belajar kognitif yang diukur itu tidak lagi hasil belajar by content, tetapi lebih kepada kemampuan bagaimana pemahaman itu digunakan untuk diterapkan, untuk bernalar, untuk menjadi problem solver dari masalah-masalah baik konteks personal, konteks lokal maupun konteks global.

Perubahan yang cepat ini membutuhkan kompetesi maupun skill yang juga berbeda. Sebagai contoh, dahulu membaca tabel sangat diperlukan untuk mampu travelling dari suatu tempat ke tempat lain, tabel perjalanan kereta subway, MRT yang berada di Kota New York dan beberapa kota lainnya. Jadi, pada saat itu, kompetensi membaca tabel waktu (scheduling time table) itu penting sekali, karena jika tidak bisa membacanya akan berakibat tersesat, tertinggal kereta. Namun, sekarang sudah ada teknologi dengan melihat Google Map, dari mana kemana tinggal kita masukkan nama tempatnya, moda transportasinya pun bisa kita pilih mobil, motor, dengan pilihan rutenya mau lewat tol atau luar tol, mau berjalan kaki, mau yang the fastest time atau mau the shortest route sudah ada pilihannya. Bahkan jika menggunakan aplikasi yang sudah digunakan di Tokyo, Jepang sudah dapat memberikan pilihan berdasarkan harga termurah, transit terbanyak, transit tersingkat, yang berangkatnya sebelum jam sekian, yang sampai di tempat tujuan sebelum jam sekian itu kita lah yang akan menentukan dan kita tidak perlu menguasai time table yang begitu besar. Dengan demikian, terdapat pergeseran kompetensi. Kemudian, dengan adanya pergeseran kompetensi ini, bisa saja yang harus diukur pemerintah itu tidak lagi relevan jika mengukur pengetahuan yang bersifat sangat spesifik, jangan-jangan kita membutuhkan mengukur sesuatu yang bersifat lebih generik. Terdapat tabel yang menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah yang lebih kompleks, hafalan itu tidak terlalu berguna, yang lebih berguna adalah kemampuan untuk bernalar, untuk ber-critical thinking. Inilah filosofi yang ketiga bahwa mengapa hasil belajar kognitif yang diukur itu tidak lagi hasil belajar by content, tetapi lebih kepada kemampuan bagaimana pemahaman itu digunakan untuk diterapkan, untuk bernalar, untuk menjadi problem solver dari masalah-masalah baik konteks personal, konteks lokal maupun konteks global. Sehingga disini kita pehami betul-betul bahwa apakah peserta didik yang sudah kita ajar bertahun-tahun itu siap untuk mandiri sebagai dirinya sendiri, untuk berfungsi kepada keluarganya, maupun berfungsi sebagai warga negara Indonesia dan khususnya lagi sebagai warga negara global. Itulah mengapa dipilih literasi membaca dan numerasi.

Jadi, kurang lebih itulah tiga filosofi mengapa dipilih literasi membaca dan numerasi dalam Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). Ingin potret yang lebih komprehensif, janganlah semua itu dibebankan kepada semua peserta didik, kemudian ingin menghargai peserta didik karena kita yakin setiap individu mempunyai kelebihan dan kita juga ingin memastikan bahwa yang dipotret itu bukan sesuatu yang mudah untuk dilupakan namun sesuatu yang  kompetensinya sangat mendasar yang dapat digunakan untuk belajar sepanjang hayat baik untuk dirinya sendiri maupun untuk dirinya sebagai warga dari masyarakat.

Setelah kita memahami tiga filosofi Asesmen Nasional (AN), diharapkan kita juga memahami pentingnya penerapan Asesmen Nasional (AN) terkait perbaikan mutu pendidikan. Lalu, bagaimana dengan teknis pelaksanaan Asesmen Nasional?

Sebelum menginjak pada petunjuk dan teknis pelaksanaan Asesmen Nasional (AN), telah kita ketahui bersama bahwa Asesmen Nasional (AN) meliputi tiga bagian, yaitu:

1. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

    Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) mengukur kemampuan peserta didik  diukur pada dua kompetensi melalui:

    a. Asesmen Literasi Membaca yang meliputi kemampuan memahami, menggunakan, mengevaluasi, dan merefleksi.

    b. Asesmen Numerasi yang meliputi kemampuan memahami, mengaplikasi, dan bernalar.

2. Survei Karakter

     Survei karakter yang dirancang untuk mengukur pencapaian peserta didik dari hasil belajar sosial emosional,

     berupa pilar karakter untuk mencetak profil pelajar Pancasilais dengan enam indikator utama, yaitu:

    - Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia,

    - Ke-Bhinekaan global,

    - Kemandirian,

    - Gotong-royong,

    - Bernalar kritis,

    - Kreativitas.

3. Survei Lingkungan belajar

  • Asesmen Nasional (AN) berikutnya adalah Survei Lingkungan Belajar. Survei Lingkungan Belajar untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan sekolah. Dengan demikian, potret sekolah yang kondusif (aman, nyaman) harus diwujudkan.

Selanjutnya kita menginjak pada Petunjuk dan Teknik Pelaksanaan Asesmen Nasional (AN).

Petunjuk dan Teknik Pelaksanaan Asesmen Nasional (AN)

1. Berbasis komputer dan bersifat adaptif

2. Peserta Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah:

    a. Seluuh satuan pendidikan

    b. Tidak semua peserta didik

    c. Pemilihan sampel secara acak   

3. Jadwal Pelaksanaan

    a. Jenjang SD/MI dan Paket A/ULA:

        Hari Pertama tes literasi 75 menit, survei karakter 20 menit.

        Hari Kedua tes numerasi 75 menit, survei lingkungan belajar 20 menit.

    b. Jenjang SMP/MTs dan Paket B/Wustha:

        Hari Pertama tes literasi 90 menit, survei karakter 35 menit.

        Hari Kedua tes numerasi 90 menit, survei lingkungan belajar 35 menit.

    c. Jenjang SMA/SMK/MA dan Paket C/Ulya

        Hari Pertama tes literasi 90 menit, survei karakter 35 menit.

        Hari Kedua tes numerasi 90 menit, survei lingkungan belajar 35 menit.

Berdasarkan penjelasan tersebut, kita telah melihat perbedaan teknis pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) dengan Ujian Nasional (UN), Teknis pelaksanaan mana yang menurut kita paling mendasar, dan mengapa perubahan tersebut diperlukan dalam Asesmen Nasional (AN).

Kriteria Peserta Pelaksana Asesmen Nasional (AN)

Asesmen Nasional (AN) akan diikuti oleh seluruh satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah di Indonesia, serta program kesetaraan yang dikelola oleh PKBM. Di tiap satuan pendidikan, Asesmen Nasional (AN) akan diikuti oleh sebagian peserta didik kelas V, VIII, dan XI yang dipilih secara acak oleh Pemerintah. Untuk program kesetaraan, Asesmen Nasional (AN) akan diikuti oleh seluruh peserta didik yang berada pada tahap akhir tingkat 2, tingkat 4 dan tingkat 6 program kesetaraan.

Jadi, kriteria peserta Asesmen Nasional (AN):

1. Seluruh satuan pendidikan,

2. Tidak semua peserta didik,

3. Pemilihan sampel secara acak,

4. Diambil dari kelas V, VIII, dan XI,

5. Setiap peserta mengerjakan tes literasi membaca, tes literasi numerasi, survei karakter, dan survei lingkungan belajar.

Mengapa Asesmen Nasional hanya diikuti oleh sebagian peserta didik? 

Hal ini terkait dengan tujuan dan fungsi Asesmen Nasional (AN). Asesmen Nasional (AN) tidak digunakan untuk menentukan kelulusan menilai prestasi peserta didik sebagai seorang individu. Evaluasi hasil belajar setiap individu peserta didik menjadi kewenangan pendidik. Pemerintah melalui Asesmen Nasional (AN) melakukan evaluasi sistem. Asesmen Nasional (AN) merupakan cara untuk memotret dan memetakan mutu sekolah dan sistem pendidikan secara keseluruhan. Karena itu, tidak semua peserta didik perlu menjadi peserta dalam Asesmen Nasional (AN). Yang diperlukan adalah informasi dari sampel yang mewakili populasi peserta didik di setiap sekolah pada jenjang kelas yang menjadi target dari Asesmen Nasional (AN).

Mengapa yang menjadi sampel adalah peserta didik kelas V, VIII dan XI? 

Hasil Asesmen Nasional (AN) diharapkan menjadi dasar dilakukannya perbaikan pembelajaran. Pemilihan jenjang kelas V, VIII dan XI dimaksudkan agar peserta didik yang menjadi peserta Asesmen Nasional (AN) dapat merasakan perbaikan pembelajaran ketika mereka masih berada di sekolah tersebut. Selain itu, Asesmen Nasional (AN) juga digunakan untuk memotret dampak dari proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Peserta didik kelas V, VIII, dan XI telah mengalami proses pembelajaran di sekolahnya, sehingga sekolah dapat dikatakan telah berkontribusi pada hasil belajar yang diukur dalam Asesmen Nasional (AN).

Perlu diketahui, selain peserta didik, Asesmen Nasional (AN) juga akan diikuti oleh semua guru dan kepala sekolah di setiap satuan pendidikan. Informasi dari peserta didik, guru, dan kepala sekolah diharapkan memberi informasi yang lengkap tentang kualitas proses dan hasil belajar di setiap satuan pendidikan. Sementara Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) untuk pendidikan kesetaraan berfungsi sebagai ujian kesetaraan.

Merumuskan Butir Soal Asesmen Nasional (AN)

Sebelumnya, kita sudah mengetahui tentang teknis pelaksanaan Asesmen Nasional (AN). Kemudian, kita secara khusus akan membahas butir-butir soal yang akan diberikan dalam Asesmen Nasional (AN), khususnya Asesmen Kompetensi Minimum (AKM). AKM merupakan bagian dari Asesmen Nasional  (AN) yang mencakup asesmen kompetensi mendasar, yaitu literasi membaca dan asesmen kompetensi numerasi.

Bentuk soal Asesmen Nasional AKM, terdiri dari pilihan ganda, pilihan ganda kompleks, menjodohkan, isian singkat dan uraian.

  1. Pilihan ganda, peserta didik hanya dapat memilih satu jawaban benar dalam satu soal.
  2. Pilihan ganda kompleks, peserta didik dapat memilih lebih dari satu jawaban benar dalam satu
  3. Menjodohkan, peserta didik menjawab dengan dengan cara menarik garis dari satu titik ke titik lainnya yang merupakan pasangan pertanyaan dengan jawabannya.
  4. Isian singkat, peserta didik dapat menjawab berupa bilangan, kata untuk menyebutkan nama benda, tempat, atau jawaban pasti lainnya.
  5. Uraian, peserta didik menjawab soal berupa kalimat-kalimat untuk menjelaskan jawabannya.

Peserta didik kelas V akan mengerjakan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca dan 30 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi. Sedangkan peserta didik kelas VIII dan XI akan mengerjakan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi literasi membaca dan 36 butir soal untuk mengukur kompetensi numerasi.

AKM dilaksanakan secara adaptif, sehingga setiap peserta didik akan menempuh soal yang sesuai dengan tingkat kemampuan peserta didik itu sendiri. AKM mengukur kompetensi mendasar yang perlu dipelajari semua peserta didik tanpa membedakan peminatannya. Oleh karena itu, seluruh peserta didik akan mendapat soal yang mengukur kompetensi yang sama. Keunikan konteks beragam materi kurikulum lintas mata pelajaran dan peminatan tercermin dalam ragam stimulus soal-soal AKM.

AKM disusun berdasarkan indikator-indikator kompetensi yang membentuk lintasan kompetensi hasil belajar yang bersifat kontinum. Pusat Asesmen dan Pembelajaran Kemdikbud menyediakan contoh soal AKM pada laman: https://pusmenjar.kemdikbud.go.id/akm

Pada topik-topik sebelumnya kita telah memahami mengenai konsep Asesmen Nasional (AN), teknis pelaksanaannya, AKM sebagai bagian dari AN, serta memahami contoh-contoh butir soal AKM literasi membaca dan numerasi. Sekarang Anda akan menggali pemahaman mengenai apa yang terjadi setelah Asesmen Kompetensi Minimum dilaksanakan.

Tindak Lanjut Laporan Hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM)

Tahap lanjutan setelah pelaksanaan Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) adalah tahap Pelaporan hasil asesmen. Sesuai dengan tujuannya, Asesmen Kompetensi Minimum dirancang untuk memberikan informasi mengenai tingkat kompetensi dasar peserta didik, berupa kompetensi literasi membaca dan numerasi.

Dari laporan hasil Asesmen Kompetensi tersebut, satuan pendidikan dapat melihat tingkat penguasaan kompetensi peserta didiknya. Penguasaan kompetensi literasi membaca dan numerasi peserta didik dikategorikan dalam 4 tingkatan.

Hasil AKM dilaporkan dalam empat kelompok yang menggambarkan tingkat kompetensi yang berbeda:

1. Literasi

    a. Kelompok Perlu Intervensi Khusus, yaitu kelompok peserta didik yang belum mampu menemukan dan mengambil informasi 

        eksplisit yang ada dalam teks ataupun membuat interpretasi sederhana.

    b. Kelompok Dasar, yaitu kelompok peserta didik yang mampu menemukan dan mengambil informasi eksplisit yang ada 

        dalam teks serta membuat interpretasi sederhana.

    c. Kelompok Cakap, yaitu kelompok peserta didik yang mampu membuat interpretasi dari informasi implisit yang ada 

        dalam teks, mampu membuat simpulan dari hasil integrasi dari beberapa informasi dalam suatu teks.

    d. Kelompok Mahir, yaitu kelompok peserta didik yang mampu mengintegrasikan beberapa informasi lintas teks, mengevaluasi 

        isi, kualitas, cara penulisan suatu teks, dan bersikap reflektif terhadap isi teks.

2. Numerasi

    a. Kelompok Perlu Intervensi Khusus, yaitu kelompok peserta didik yang hanya memiliki pengetahuan matematika 

        yang terbatas. Peserta didik menunjukkan penguasaan konsep yang parsial dan keterampilan komputasi yang terbatas.

    b. Kelompok Dasar, yaitu kelompok peserta didik yang memiliki keterampilan dasar matematika, komputasi dasar dalam 

        bentuk persamaan langsung, konsep dasar terkait geometri dan statistika, serta menyelesaikan masalah matematika 

        sederhana yang rutin.

    c. Kelompok Cakap, yaitu kelompok peserta didik yang mampu mengaplikasikan pengetahuan matematika yang dimiliki 

        dalam konteks yang lebih beragam.

    d. Kelompok Mahir, yaitu kelompok peserta didik yang mampu bernalar untuk menyelesaikan masalah kompleks serta 

        nonrutin berdasarkan konsep matematika yang dimilikinya.

Tingkat kompetensi tersebut dapat dimanfaatkan guru berbagai mata pelajaran untuk menyusun strategi pembelajaran yang efektif dan berkualitas sesuai dengan tingkat kompetensi peserta didik. Dengan demikian Teaching at the right level dapat diterapkan. Pembelajaran yang dirancang dengan memperhatikan tingkat capaian peserta didik akan memudahkan peserta didik menguasai konsep, keterampilan dan konten yang diharapkan pada suatu mata pelajaran. kita dapat membaca informasi selengkapnya pada tautan berikut ini: AKM dan Implikasinya pada Pembelajaran 

Dengan demikian, Asesmen Nasional (AN) diharapkan mempunyai manfaat, antara lain:

1. Potret kualitas pembelajaran di sekolah/daerah.

2. Umpan balik peningkatan kualitas pembelajaran sekolah/daerah.

3. Dasar penyusunan program peningkatan kualitas pembelajaran sekolah/daerah.

Jadi, marilah bersama-sama mendukung pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) tahun 2021 sebagai bagian dari Reformasi Pendidikan Indonesia!

(Refleksi Bimbingan Teknis Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) tentang Teknis Pelaksanaan Asesmen Nasional (AN) dan Tindak Lanjut Laporan Hasil Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) tahun 2021)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun