Di satu sisi, industri semikonduktor Korea Selatan sangat bergantung kepada peralatan produksi chip dari Amerika Serikat dan sekutunya. Sedangkan di sisi lain, Cina merupakan mitra dagang semikonduktor terbesarnya.
Dilansir dari Bloomberg, setelah pada 23 Januari kemarin pihak terkait selesai melakukan pembicaraan di Gedung Putih, berdasarkan sumber internal, Belanda dan Jepang telah setuju untuk bergabung dengan Amerika Serikat untuk melakukan pengetatan kontrol chip dan semikonduktor.
Kemungkinan karena menyangkut hal yang dianggap sensitif, pembatasan yang diberlakukan oleh negara-negara sekutu AS ini akan diterapkan secara diam-diam tanpa pengumuman publik.
Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby saat diwawancarai hanya mengatakan bahwa para pejabat membicarakan hal yang penting bagi ketiga pihak (AS, Belanda, dan Jepang).
Kirby menambahkan bahwa pembicaraan tersebut beragendakan hal yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan teknologi baru.
Namun, baik Gedung Putih, Kementerian Luar Negeri Belanda, maupun Juru Bicara Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri Jepang menolak untuk memberikan pernyataan tambahan di luar pernyataan Kirby.
Implementasi dari peraturan yang diadopsi oleh negara-negara sekutu AS kelak bisa saja baru selesai setelah berbulan-bulan karena negara yang terlibat perlu mengatur hukum terkait hal tersebut terlebih dahulu.
Pembatasan yang diadopsi oleh Belanda dari AS nampaknya akan membuat Belanda memperpanjang pembatasan pada peralatan yang dijual oleh ASML ke perusahaan Cina.
ASML adalah satu-satunya pemasok global mesin EUV (extreme ultraviolet lithography). EUV adalah mesin yang digunakan di node produksi paling canggih yang sebelumnya memang sudah dilarang ekspornya ke Cina.
Larangan ekspor ke Cina oleh pemerintah Belanda juga nampaknya akan diperluas ke peralatan litografi lain seperti DUV (deep ultraviolet lithography). DUV adalah peralatan litografi yang tingkatnya dibawah EUV.
Menanggapi kemungkinan tersebut, Kepala Eksekutif ASML telah memperingatkan bahwa aturan kontrol yang diberlakukan AS sebenarnya dapat menimbulkan konsekuensi buruk. Misalnya, bisa saja Cina beralih mengembangkan teknologinya sendiri alih-alih mengimpornya.