Setidaknya 80.000 warga Israel berkumpul di pusat Tel Aviv pada Sabtu, 14 Januari 2023 malam waktu setempat.
Di tengah-tengah cuaca yang dingin, para pengunjuk rasa berkumpul di Alun-alun Habima, Tel Aviv untuk melakukan unjuk rasa dengan memegang bendera dan slogan yang bertuliskan "pemerintah kriminal", "akhir dari demokrasi", dan slogan-slogan sejenis lainya.
Selain di Tel Aviv, aksi unjuk rasa dengan skala massa yang lebih kecil juga terjadi di Kota Yerusalem dan Haifa.
Di lapangan, polisi setempat meningkatkan jumlah personil yang diterjunkan. Polisi setempat telah diinstruksikan untuk mengawal aksi unjuk rasa dengan damai. Namun, mereka juga berjanji menanggapi aksi kekerasan dengan keras.
Bentrokan-bentrokan kecil sempat terjadi antara para pengunjuk rasa dengan polisi saat polisi berusaha untuk memblokir jalan raya Tel Aviv. Meski begitu, dilaporkan bahwa tidak ada kerusuhan besar dalam aksi unjuk rasa tersebut.
Sebenarnya apa yang diprotes oleh para pengunjuk rasa ini?
Para pengunjuk rasa melakukan aksi protes terhadap reformasi sistem hukum yang diusung oleh Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.
Jajaran Netanyahu yang mencakup partai-partai nasionalis ultra-ortodoks dan sayap kanan telah mengajukan proposal reformasi yang akan melemahkan Mahkamah Agung.
Dalam reformasi tersebut, Parlemen akan memiliki kekuatan untuk membatalkan putusan pengadilan dengan suara mayoritasnya. Parlemen juga akan diberi kendali untuk menunjuk hakim dan mengurangi independensi penasehat hukum.
Menteri Kehakiman dibawah Netanyahu, Yariv Levin menyebut bahwa hakim yang tidak dipilih melalui pemilihan memiliki terlalu banyak kekuasaan.
Reformasi Netanyahu akan memberi para politisi lebih banyak pengaruh atas penunjukan hakim, dengan sebagian besar anggota panitia seleksi hakim akan berasal dari koalisi yang berkuasa.
Perubahan sistem hukum yang diusung tersebut diketahui akan merubah sistem hukum negara dan melemahkan Mahkamah Agung Israel.
Para kritikus menyebut reformasi ini dapat menghancurkan demokrasi Israel.
Pihak oposisi juga menyebut bahwa reformasi yang diusung oleh pihak Netanyahu akan merampas independensi peradilan dan merusak demokrasi Israel. Para pemimpin oposisi Israel, menolak gagasan reformasi Netanyahu.
Reformasi yang diusung Netanyahu disebut sebagai upaya Netanyahu untuk membebaskan dirinya dari berbagai kasus "suap, penipuan, serta pelanggaran kepercayaan" yang menjeratnya.
Mulanya, pada tahun 2016 pihak berwenang Israel mulai melakukan investigasi terhadap Netanyahu karena menemukan kecurigaan. Pihak berwenang Israel mencurigai Perdana Menteri Netanyahu kerap memberikan "bantuan resmi" kepada para pengusaha kaya dengan berbagai imbalan hadiah.
Netanyahu dituduh menerima berbagai barang mewah, mengganggu investigasi pihak berwenang, serta melakukan manipulasi kepada dua media terkemuka Israel.
Lalu pada Februari 2018, Polisi setempat secara resmi merekomendasikan agar Netanyahu diadili atas tuduhan-tuduhan tersebut.
Pada November 2019, Netanyahu didakwa dengan kasus suap, penipuan, serta pelanggaran kepercayaan. Persidangannya pun dijadwalkan akan mulai dilakukan pada Mei 2020.
Netanyahu terjerat tiga kasus yang dikenal dengan Kasus 1000, Kasus 2000, serta Kasus 4000.
Kasus 1000 adalah kasus dimana Netanyahu dan istrinya diduga menerima berbagai hadiah senilai $280.000 dari Arnon Milchan (produser Hollywood) dan James Packer (pebisnis Australia) sebagai tanda terima kasih atas bantuan politiknya pada tahun 2007-2016.
Lalu pada Kasus 2000, Netanyahu diduga terlibat dalam aksi lobi dengan Arnon Mozes (pemilik surat kabar harian besar Israel, Yedioth Ahronoth) terkait permintaan pemberitaan positif. Pihak berwenang menyebut Netanyahu dan Mozes bekerja sama untuk menekan perkembangan rival surat kabar Yedioth Ahronoth, Israel Hayom melalui regulasi pemerintah dan cara lainnya.
Kemudian dalam Kasus 4000 Netanyahu diduga memberikan "kemudahan" untuk Bezeq Telecom Israel (perusahaan telekomunikasi) dengan imbalan berupa pemberitaan positif melalui portal berita Walla.
Namun karena berbagai alasan, ternyata proses hukum atas kasus-kasus Netanyahu yang sebelumnya dijadwalkan pada tahun 2020 belum terlaksana.
Kala mendapat dakwaan, Netanyahu tidak mengundurkan diri dari jabatannya karena menurut hukum yang berlaku di Israel, seorang Perdana Menteri tidak wajib mengundurkan diri kecuali dinyatakan bersalah.
Kala itu, Netanyahu membantah tuduhan-tuduhan yang ditujukan kepadanya. Ia juga menyatakan bahwa dirinya justru merupakan korban konspirasi. Ia juga menuduh sistem peradilan Israel bias terhadapnya.
Benjamin Netanyahu, yang sebelumnya pernah didakwa atas berbagai kasus, kini memenuhi agendanya dengan upayanya merubah sistem hukum Israel.
Reformasi sistem hukum yang diusung Netanyahu akan memungkinkan dirinya dapat menghindari hukuman terhadap berbagai kasus yang menjeratnya, atau bahkan dapat membuat persidangan kasusnya tidak dilakukan sama sekali.
Maka dari itu, tidak heran masyarakat Israel berbondong-bondong melakukan aksi unjuk rasa menentang reformasi sistem hukum yang diusung Netanyahu karena reformasi tersebut dianggap akan mengganggu demokrasi.
Sumber: Al Jazeera, The New York Times, The Indian Express, Reuters, CNN, dan BBC.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H