Mohon tunggu...
Tirta Alim
Tirta Alim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiwa filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Plato dan Cinta dalam Symposium: Sebuah Renungan Filosofis

19 Desember 2024   17:57 Diperbarui: 19 Desember 2024   17:57 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Suwandari 

Dalam karya Plato yang terkenal, Symposium, cinta (eros) dipahami sebagai lebih dari sekadar perasaan atau hasrat romantis. Cinta, menurut Plato, adalah kekuatan yang mendorong manusia untuk melampaui batas dirinya, mencari keindahan, kebenaran, dan kebijaksanaan yang abadi. Dialog ini, yang berlangsung dalam sebuah jamuan, menampilkan berbagai pandangan tentang cinta dari tokoh-tokoh yang berbicara, dengan puncaknya pada pidato Socrates yang mendalami ajaran seorang perempuan bijaksana bernama Diotima.

Plato tidak melihat cinta hanya sebagai ekspresi romantis atau fisik, melainkan sebagai perjalanan spiritual dan intelektual menuju pemahaman yang lebih tinggi. Dalam Symposium, cinta menjadi pintu gerbang menuju kesempurnaan, keabadian, dan kebenaran.

Pandangan Awal tentang Cinta: Belahan Jiwa dan Kesempurnaan yang Hilang

Salah satu pidato menarik dalam Symposium datang dari Aristophanes, yang menceritakan mitos tentang asal-usul cinta. Menurut mitos ini, manusia dulunya adalah makhluk yang sempurna dengan dua wajah, empat lengan, dan empat kaki. Karena kekuatannya, para dewa memutuskan untuk membelah mereka menjadi dua, sehingga setiap manusia hanya memiliki separuh dari dirinya yang sempurna. Cinta, dalam pandangan ini, adalah usaha untuk menemukan "belahan jiwa" yang hilang, sebuah dorongan untuk kembali kepada kesatuan dan kesempurnaan semula.

Namun, Plato, melalui Socrates, menawarkan pandangan yang lebih kompleks. Cinta bukan hanya pencarian untuk melengkapi diri sendiri melalui orang lain, tetapi juga dorongan untuk menciptakan sesuatu yang abadi. Cinta adalah hasrat untuk melampaui kebutuhan fisik atau emosional dan menciptakan keindahan yang lebih tinggi, baik dalam bentuk karya seni, kebijaksanaan, maupun ide-ide besar.

Tangga Cinta: Perjalanan menuju Keindahan Absolut

Dalam pidato Socrates, yang mengacu pada ajaran Diotima, Plato memperkenalkan gagasan terkenal yang disebut Tangga Cinta (Ladder of Love). Gagasan ini menggambarkan cinta sebagai perjalanan bertahap, dari ketertarikan pada keindahan fisik hingga pencapaian keindahan abadi yang murni.

  1. Keindahan Fisik
    Perjalanan cinta dimulai dengan ketertarikan pada keindahan fisik seseorang. Pada tahap ini, cinta bersifat individual dan sering kali didasarkan pada daya tarik sensual.

  2. Keindahan Universal
    Dari keindahan fisik individu, seseorang mulai menyadari bahwa keindahan tidak terbatas pada satu orang. Tahap ini melibatkan penghargaan terhadap keindahan sebagai konsep universal yang terlihat di banyak orang.

  3. Keindahan Jiwa
    Selanjutnya, cinta berkembang dari tubuh ke jiwa. Seseorang mulai mencintai karakter, kebijaksanaan, dan nilai moral seseorang, menghargai keindahan yang ada dalam kepribadian dan pemikiran mereka.

  4. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
    Lihat Filsafat Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun