Mohon tunggu...
Tirta Alim
Tirta Alim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

mahasiwa filsafat

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Plato dan Cinta dalam Symposium: Sebuah Renungan Filosofis

19 Desember 2024   17:57 Diperbarui: 19 Desember 2024   17:57 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Suwandari 

Dalam karya Plato yang terkenal, Symposium, cinta (eros) dipahami sebagai lebih dari sekadar perasaan atau hasrat romantis. Cinta, menurut Plato, adalah kekuatan yang mendorong manusia untuk melampaui batas dirinya, mencari keindahan, kebenaran, dan kebijaksanaan yang abadi. Dialog ini, yang berlangsung dalam sebuah jamuan, menampilkan berbagai pandangan tentang cinta dari tokoh-tokoh yang berbicara, dengan puncaknya pada pidato Socrates yang mendalami ajaran seorang perempuan bijaksana bernama Diotima.

Plato tidak melihat cinta hanya sebagai ekspresi romantis atau fisik, melainkan sebagai perjalanan spiritual dan intelektual menuju pemahaman yang lebih tinggi. Dalam Symposium, cinta menjadi pintu gerbang menuju kesempurnaan, keabadian, dan kebenaran.

Pandangan Awal tentang Cinta: Belahan Jiwa dan Kesempurnaan yang Hilang

Salah satu pidato menarik dalam Symposium datang dari Aristophanes, yang menceritakan mitos tentang asal-usul cinta. Menurut mitos ini, manusia dulunya adalah makhluk yang sempurna dengan dua wajah, empat lengan, dan empat kaki. Karena kekuatannya, para dewa memutuskan untuk membelah mereka menjadi dua, sehingga setiap manusia hanya memiliki separuh dari dirinya yang sempurna. Cinta, dalam pandangan ini, adalah usaha untuk menemukan "belahan jiwa" yang hilang, sebuah dorongan untuk kembali kepada kesatuan dan kesempurnaan semula.

Namun, Plato, melalui Socrates, menawarkan pandangan yang lebih kompleks. Cinta bukan hanya pencarian untuk melengkapi diri sendiri melalui orang lain, tetapi juga dorongan untuk menciptakan sesuatu yang abadi. Cinta adalah hasrat untuk melampaui kebutuhan fisik atau emosional dan menciptakan keindahan yang lebih tinggi, baik dalam bentuk karya seni, kebijaksanaan, maupun ide-ide besar.

Tangga Cinta: Perjalanan menuju Keindahan Absolut

Dalam pidato Socrates, yang mengacu pada ajaran Diotima, Plato memperkenalkan gagasan terkenal yang disebut Tangga Cinta (Ladder of Love). Gagasan ini menggambarkan cinta sebagai perjalanan bertahap, dari ketertarikan pada keindahan fisik hingga pencapaian keindahan abadi yang murni.

  1. Keindahan Fisik
    Perjalanan cinta dimulai dengan ketertarikan pada keindahan fisik seseorang. Pada tahap ini, cinta bersifat individual dan sering kali didasarkan pada daya tarik sensual.

  2. Keindahan Universal
    Dari keindahan fisik individu, seseorang mulai menyadari bahwa keindahan tidak terbatas pada satu orang. Tahap ini melibatkan penghargaan terhadap keindahan sebagai konsep universal yang terlihat di banyak orang.

  3. Keindahan Jiwa
    Selanjutnya, cinta berkembang dari tubuh ke jiwa. Seseorang mulai mencintai karakter, kebijaksanaan, dan nilai moral seseorang, menghargai keindahan yang ada dalam kepribadian dan pemikiran mereka.

  4. Keindahan Ide dan Pengetahuan
    Pada tahap ini, cinta beralih ke dunia ide dan pengetahuan. Seseorang menjadi tertarik untuk menciptakan sesuatu yang abadi melalui pemikiran, karya seni, atau kontribusi intelektual yang bermanfaat bagi manusia.

  5. Keindahan Itu Sendiri
    Puncak dari perjalanan cinta adalah pemahaman tentang Keindahan Absolut. Pada tahap ini, cinta tidak lagi terikat pada individu atau benda tertentu, tetapi menjadi apresiasi terhadap esensi keindahan yang tidak berubah, abadi, dan menjadi sumber dari semua keindahan lain.

Tahapan ini menunjukkan bahwa cinta sejati tidak berhenti pada hubungan emosional atau fisik, melainkan membawa manusia pada perjalanan transformatif menuju pemahaman yang lebih mendalam tentang dunia dan keberadaan.

Cinta sebagai Dorongan untuk Menciptakan Keabadian

Diotima juga mengajarkan bahwa cinta adalah dorongan untuk menciptakan sesuatu yang abadi. Ini bisa berupa keturunan secara fisik, tetapi yang lebih penting adalah penciptaan intelektual dan spiritual. Melalui cinta, manusia tergerak untuk melahirkan ide, seni, atau kebijaksanaan yang bertahan melampaui hidup mereka sendiri. Dengan demikian, cinta tidak hanya bersifat personal, tetapi juga menjadi kekuatan yang mendorong perkembangan peradaban.

Relevansi Plato tentang Cinta di Dunia Modern

Pemikiran Plato tentang cinta memiliki relevansi yang mendalam di zaman modern. Di tengah budaya yang sering kali mendefinisikan cinta dalam kerangka romantis atau fisik, Plato mengingatkan kita bahwa cinta sejati adalah perjalanan menuju pengembangan diri dan pencapaian makna hidup yang lebih besar.

Cinta, dalam pandangan Plato, adalah sarana untuk memahami diri sendiri, dunia, dan keindahan yang abadi. Ia mengajarkan bahwa cinta bukan hanya tentang mendapatkan, tetapi juga memberi, menciptakan, dan menghormati apa yang melampaui batas individu.

Di dunia yang terfragmentasi oleh konflik dan ketidakpastian, gagasan Plato tentang cinta sebagai dorongan menuju harmoni dan keabadian dapat menjadi inspirasi. Cinta tidak hanya menghubungkan manusia satu sama lain, tetapi juga mengarahkan kita pada tujuan yang lebih besar: mencari kebenaran, keindahan, dan kebijaksanaan.

Melalui Symposium, Plato mengajarkan bahwa cinta adalah kekuatan transformatif yang mampu mengubah manusia dan dunia. Dalam cinta, manusia menemukan dorongan untuk menciptakan sesuatu yang bermakna dan menemukan hubungan yang mendalam dengan apa yang abadi dan ilahi. Cinta, bagi Plato, adalah jalan menuju kehidupan yang lebih bermakna, lebih indah, dan lebih penuh kebijaksanaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun