Aku bertemu seorang napi
Kami duduk di samping bui
Berdua menikmati secangkir kopi
Bercerita tentang perjuangan mencari sebutir nasi
Ia mengakui dirinya sebagai peri
Dengan pesan membawa Damai
Kepada para peziarah bumi
Aku tak pernah mengerti
Apa maksud dari Peri yang dikisahkan para pencari
Katanya, ia gagal dalam tugas
Pesannya tak berbekasÂ
Dalam hati manusia yang panas
Ia terus berusaha tapi batu itu terlalu keras, sulit dihaluskan, bahkan secara paksa
Ia menyerah
Kekuatan medsos lebih kuat dari pesan damai
Kekuatan hoax lebih kuat dari kebenaran
Apalagi pengaruhnya, kekuatan tsunami pun kalah
Aku menyarankan agar ia mengirimkan pesannya lewat pesan suara di Whatsapp
Tiba-tiba ia menunduk, kepalanya turun sampai liang lahat.Â
Ia menangis. Ia meratap. Ia kecewa.Â
Pesannya ditolak. Tak terekam.Â
Pesan suara  lebih percaya perpecahan, yang mendatangkan keuntungan sepihak, tetapi menginjak yang kalah.Â
Pesannya dianggap menghina
Ia dimasukkan ke sel.Â
Ia bangga, setidaknya masih ada kesempatan.Â
Ia bisa mewartakan pesan damainya kepada mereka yang terbuang, yang tak diakui.Â
Hati mereka menjadi halus sehalus sutra, karena mereka sudah bangkit dari salah.Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI