Mohon tunggu...
Intan Hafidah NH
Intan Hafidah NH Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Si Gibah Puisi

Intan Hafidah NH, Alumni D3 Budidaya Ikan, Fakultas Biologi UNSOED 2020. Kini menjadi Mahasiswa Alih Kredit Universitas Terbuka Purwokerto, prodi S1 Agribisnis Penyuluhan dan Komunikasi Perikanan. Dapat ditemui online via IG/FB: intanhafidahnh, Channel Youtube: Intan Biru, dan Podcast: Sahabat Kosana, WA: 0856-0012-6977.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Patah Tulang Gara-gara Melamun Saat Berkendara

18 Oktober 2020   08:50 Diperbarui: 18 Oktober 2020   08:57 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hasil ronsen tulang Clavicula, dokpri 2020

Ingat pantun legendaris ini:

Jangan suka makan mentimun

Mentimun itu banyak getahnya

Jangan suka duduk melamun

Melamun itu tak ada gunanya

Makna atau isi dari pantun di atas adalah mengingatkan kita agar tidak banyak melamun karena melamun itu bukanlah hal yang berguna. Nasehat yang di bawa oleh pantun itu ternyata sangatlah penting diingat. Pada beberapa bulan lalu (26/2/2020), saya mengalami kecelakaan berikut kronologisnya.

Waktu menunjukan pukul 17:30, angin besar datang menyapu kampus hijau berpilar-pilar seperti puisi, membawa pesan dari langit yang kelabu hujan akan datang. 

Pertemuan diskusi  puisi antara saya dan teman-teman saya pun diakhiri. Kami pulang menuju kediaman masing-masing. Saya hanya pendatang di kampus hijau tersebut, sering belajar puisi di sana.  

Diskusi itu saya hadiri setelah kegiatan Praktek Kerja Lapang saya selesai, jadi memang sudah  sore. Keadaan semakin tidak mendukung,  angin bukan lagi membawa hawa dingin tapi juga air gerimis yang mengguyur dii sepanjang perjalanan pulang. 

Perjalanan menuju rumah yang saya tinggali tinggal sebentar lagi, namun saat setelah memasuki jalan desa yang sepi, saya menarik gas sepeda motor saya lebih kencang. Karena terburu-buru takut hujan besar akan datang.

 Ternyata sebelum perempatan pertama jalan desa saya memikirkan suatu hal mengenai peristiwa yang baru saja saya lewati saat diskusi di kampus hijau. Saya memikirkan sifat seseorang yang berubah perilaku kepada saya. Ada suatu permasalahan yang hingga kini mungkin belum juga terselesaikan. 

Seseorang itu sangat berpengaruh dalam proses kepenulisan saya di kampus hijau.  Banyangkan di jalan dengan kondisi kecepatan yang cukup di tambah karena baru saja melewati tanjakan, di depannya terdapat perempatan, saya melamun sambil bergumam sendiri memikirkan seseorang. Itu memang tindakan bodoh dan kesalahan saya.

Setelah tiba di perempatan saya tidak menyadari ada seorang bapak-bapak yang juga terburu-buru dan tancap gas saat saya menyebrang perempatan tersebut. Beliau menabrak motor saya sangat keras dari arah kiri saya. Jadi kondisinya motor saya terbanting dan terseret jatuh hingga ke ujung samping kanan jalan. 

Sementara posisi saya merasa terbanting jatuh dan kejatuhan motor saya, motor saya pun tertindih motor si penabrak.  Saking  kerasnya benturan yang terjadi, helm si penabrak sampai terlempar sangat jauh ke kiri.  Awalnya saya menduga bapak itu tidak akan menabrak saya, karena mengizinkan saya menyebrang dahulu, tapi tidak. 

Setelah setengah perjalanan menyebrang bapak itu dari arah kiri saya menabrak saya cukup keras. Saat tabrakan terjadi saya pasrah membiarkan badan dan motor yang tak lagi dapat saya kendalikan terjatuh. Posisi tubuh saya gidak siap untuk kecelakaan itu jadi tidak dapat melakukan penghindaran, berbeda dengan bapak penabrak yang sudah siap. 

Saat setelah kejadian dia tidak mengalami luka sama sekali. Saya masih setengah sadar merasakan badan saya ditolong warga yang mendengarkan tabrakan yang terjadi. Saat tangan kiri saya tersentuh rasanya semua kesadaran saya kembali. Saya merasakan sakit yang luar biasa di pundak tangan kiri saya. 

Kemudian posisi kaki yang tadinya dijatuhi motor si penabrak terkena kenalpot motor penabrak, kulit sebagian kaki kanan saya terkelupas akibat luka bakar dari kenalpot yang panas sekitar belasan centimeter.

Luka kaki itu tidak saya rasakan karena ada luka dalam pada tulang tangan kiri saya. Saya menjerit saat seseorang memegang pundak saya lalu, menangis karena sakitnya dan meminta tolong untuk di antarkan ke rumah sakit terdekat. 

Saya mencoba menghubungi mamah dan bapak saya, namun baru saya sadar hujan sangat deras dan kilat serta guntur menyambar di mana-mana membuat sinyal handpone saya tidak setabil, dan membuat semua orang yang berkerumul panik termasuk si penabrak yang masih di samping saya.  Ia cukup ketakutan saat dinasehati untuk bertanggung jawab kepada keadaan saya. 

Tempat kejadian perkara adalah di desa kakek nenek saya, saat itu saya sedang menginap di sana. Untuk perjalanan ke rumah saya membutuhkan waktu sekitar satu jam, dan jika ke rumah kakek nenek dari tempat tersebut membutuhkan waktu beberapa menit.  Sampai. 

Bapak saya akhirnya dapat dihubungi, beliau meminta tolong penabrak agar membawa saya ke rumah kakek nenek. Bapak saya tidak menturuti keinginan saya segera ke rumah sakit. 

Sebelum itu terjadi saya memberi pesan kepada bapak saya untuk di antar ke RS terdekat dengan alasan tangan kiri saya sangat sakit tidak bisa digerakan. Tidak ada penanganan untuk saya, yang saya dapat lakukan hanya menunggu bapak saya sampai ke rumah kakek nenek. 

Semua orang di rumah kakek nenek yang juga ikut melihat keadaan saya setelah kecelakaan menyarankan tangan saya dipijat oleh tukang urut setempat.  Tukang urut yang dipercaya dapat mengatasi dan mendeteksi luka kecekakaan. 

Setelah bapak saya sampai saran si penabrak disetujui bapak saya. Hanya mengrluarkan uang 50 ribu, si penabrk  meminta tukang urut memijat tangan kiri saya yang masih sangat sakit.  

Lagi-lagi saya hanya bisa pasrah, menangis, menjerit, dan memegang tangan bapak saya untuk menahan sakit pijatan tukang urut tadi. Tukang urut dengan sangat percaya diri mengatakan bahwa saya baik-baik saja, keadaan tangan saya baik-baik saja, hanya ada dua tulang yang disposisi saja. Lalu saya merasakan tulang saya bergerak di dalam daging pundak saya. Rasanya itu sangat sakit dan sangat nyeri.

Semua orang di sana akhirnya tenang dengan pernyataan si tukang urut mengenai kondisi saya.  Satu persatu orang pulang ke rumahnya termasuk si penabrak. 

Sebelum pulang tukang urut meminta si penabrak membeli banyak obat untuk saya. Dan setelah dibeli pun tidak ada yang memberikannya kepada saya.  

Malam datang sangat lambat, begitu pun reaksi sakit yang lambat namun pasti menyelimuti kekujur badan saya. Rumah kakek nenek di kaki gunung, jadi udara malam di sana memang sangat dingin. 

Dengan kondisi tulang yang luka serta setiap kali bergerak saya merasakan tulang pundak saya bergerak-gerak menusuk-nusuk daging saya. 

Semalaman saya menahan linu yang sangat hebat dan nyeri disekujur tulang saya. Dinginnya keadaan membuat tulang saya semakin sakit dan linu, akhitnya malam panjang saya lewati tanpa terpejam. 

Keesokan harinya saya kekeh meminta untuk melakukan pemerikaaan di rumah sakit terutama ronsen tulang saya. Namun si penabrak selalu menolak dan tidak mau bertanggung jawab atas biaya rumah sakit walaupun hanya sekedar ronsen.

Sampai-sampai saya yakinkan bapak saya kalau saya memiliki sedikit tabungan di ATM untuk sekedar ronsen cukup membayarkannya. Si penabrak sampai membawa perangkat desa untuk bertemu bapak saya, dia sangat ketakutan  jikalau dimintai pertanggung jawaban.

Akhirnya si penabrak mau mengantarkan saya ke RS bersama bapak saya dengan biaya patungan 50:50. Setelah ronsen jika ada tindakan apapun si penabrak tidak mau tanggung jawab lagi, itulah yang ia katakan. 

Akhirnya saya dapat ke rumah sakit juga dan melakukan ronsen. Saat pemeriksaan sebelum dironsen pun dokter sudah memarahi kedua orang tua saya, kenapa baru dibawa bertemu ke dokter. Kenapa dipijat urut pada tulang yang luka. 

Dokter sudah memiliki dugaan bahwa tulang saya patah. Dokter mengatakan, "Saya tidak dapat membayangkan linunya mbak menahan sakit tulangnya saat dipijat urut". 

Hasil ronsen pun akhirnya keluar dan dijelaskan oleh dokter, bahwa tulang clavicula saya patah, menjadi dua bagian. Posisi patahannya sangat runcing di kedua sisi sehingga menusuk-nusuk daging. 

Tindakan yang tepat adalah dilakukan pembedahan dan pemasangan pen untuk menyambung tulang yang patah. Jika tidak segera dioprasi tulang yang patah itu kondisinya akan buruk ksrena kesalahan pertolongan pertama dengan melakukan pemijatan. Sehingga kondisi tulang saya yang patah dikhawatirkan dapat menusuk paru-paru saya, jika tidak segera dioprasi. 

Saya sangat terkejut, begitu pun orang tua saya. Teman-teman kalian pasti tau maindset masyarakat desa. Mereka tidak percaya dokter dan takut di bawa ke rumah sakit. Setelah tau kedaan separah itu pun, si penabrak tetap kekeh tidak mau kalau saya dioprasi. 

Karena dia ketakutan untuk biaya oprasi yang tidak murah. Ia menyarankan pengobatan pijat urut lagi, untuk membenarkan posisipatahan tulang saya tanpa oprasi.

Orang tua saya sangat labil, saya terus menolak untuk pergi ke tukang  pinat urut lagi. Saya trauma dipijat urut, rasanya sangat sakit, menyiksa, dan malah bukannya sembuh tapi semakin parah. Tapi saya juga takut dioprasi, saya yang dari kecil tidak pernah ke rumah sakit sekali ke rumah sakit untuk oprasi.

Kebimbangan dan perdebatan terjadi sekitar dua hari, baru hari ketiga akhirnya orang tua saya memutuskan untuk membawa saya ke rumah sakit khusus tulang terdekat dari rumah saya. Tepat pada tanggal awal Mei 2020 aaya dapat dioprasi dan disambung tulang saya yang patah dengan satu pen yang terdiri atas 5 mur.

Alhamdulillah, oprasi berjalan lancar. Menghabiskan biaya belasan juta, dan setelah 3 bulan full hidup berdampingan dengan obat akhirnya saya bisa keluar dari rasa sakit. 

Pada bulan Juli tulang saya dinyatakan sudah mulai menyambung. Kini saya tinggal menunggu untuk oprasi pengangkatan pen yang melekat pada tulang clavikula saya.

Sekian, terima kasih. Semoga pengalaman saya ini dapat diambil khikmahnya untuk pembaca sekalian. Kejadian ini yang melatarbelakangi akhirnya scoliosis saya terdeteksi di umur 21 tahun ini, seperti dalam artikel yang saya tayangkan sebelumnya.

Salam Sehat

Selalu jaga kesehatan ya,

Lebih baik mencegah dari pada mengobati karena kesehatan itu mahal sekali harganya.

Intan Hafidah NH

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun