Dari situ Ivana semakin termotivasi untuk juara. Alasannya agar bisa membantu orang tua.
Berbekal semangat yang besar, Ivana pun diberi dispensasi pembayaran oleh klub Mutiara Bandung, tempatnya berlatih. Perkembangannya yang membesar membuat Ivana dilirik oleh PBSI dan terpilih masuk timnas sejak tahun 1976.
Satu per satu berbagai titel bertaraf internasional pun dipegangnya. Kepiawaiannya bermain pun ditunjukkan lewat kemenangannya di berbagai nomor, mulai dari nomor tunggal putri, ganda putri, hingga ganda campuran.
Kiprahnya sebagai pemain bulu tangkis Tanah Air mulai menanjak pada tahun 1979. Yakni ketika ia berhasil menggenggam medali emas dari pertandingan Denmark Open dan Sea Games di tahun tersebut.
Kemudian pada 1982 dan 1984, Srikandi Indonesia ini meraih gelar juara tunggal putri dalam pertandingan Chinese Taipei Open. Â Sementara di nomor ganda putri, Ivana pernah meraih juara bersama Verawaty pada Indonesia Open tahun 1986.
Dengan pasangan dan pada tahun yang sama, Ivana kembali meraih juara dalam pertandingan China Open dan Taipei Open. Di tahun berikutnya, tepatnya pada 1987, Ivana kembali mengukir prestasi.
Bersama rekannya Rosiana Tendean, ia berhasil meraih juara di nomor ganda putri. Sementara di nomor ganda campuran, ia pernah menyabet medali emas pada Asian Games 1982 serta SEA Games tahun 1983 dan 1984.
Di lapangan Ivana begitu memesona. Ia kerap menitikkan air mata saat naik podium dan ketika lagu 'Indonesia Raya' dikumandangkan.
Sayang di masa perjuangannya Ivana malah tidak diakui kewarganegaraannya. Meski terlahir di Indonesia, namun kedua orang tuanya bukanlah etnis Tionghoa yang diakui berkewarganegaraan Indonesia secara resmi, yakni lewat Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBRKI)
Kebijakan diskriminatif itu bermula dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 10 tahun 1959 tentang larangan orang asing berdagang eceran di daerah tingkat kabupaten ke bawah selain ibukota provinsi dan wajib mengalihkan usaha mereka ke warga negara Indonesia (WNI). Dampaknya berujung pada eksodus besar-besaran etnis Tionghoa ke Tiongkok.
Dan akibatnya lagi pengurusan kewarganegaraan ikut dipersulit. Kalaupun bisa tembus birokrasi, tetap harus merogoh kocek yang dalam.