Cerita sejarah itu berdasarkan tulisan dari Profesor Slamet Mulyana dituangkan dalam buku berjudul "Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara". Sebuah buku yang dilarang terbit pada tahun 1968 karena dianggap isinya terlalu sensitif.
Apa yang disampaikan oleh Profesor Slamet Mulyana itu juga diperkuat dari istilah gelar Sunan yang berasal Dari dialek bahasa China. Asal usul gelar Sunan berasal dari dialek Hokkian "Su" dan "Nan".
"Su" merupakan kependekan dari kata "Suhu atau Saihu" yang berarti guru. Para Walisongo dianggap sebagai guru oleh warga karena telah mengajarkan mereka agama Islam.
Sementara itu "Nan" memiliki arti selatan. Ada apa dengan selatan? Champa yang menjadi kota asal para Walisongo merupakan sebuah daerah yang berada di selatan dari Negeri Tiongkok.
Jaman itu memang Champa banyak warganya yang menganut agama Islam. Namun pergantian dari Kekaisaran Dinasti Ming dan hancurnya Kesultanan Champa oleh Vietnam pada 1471 membuat muslim Tionghoa kian sedikit.
Sejarah jangan sampai di lupakan, kita Indonesia bersyukur dengan kehadirian para Walisongo yang sudah membawa kebaikan dan memperkaya kebudayaan kepada masyarakat nusantara. Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â
Para Walisongo melakukan dakwah tanpa melupakan kebudayaan yang sudah ada di masyarakat. Seperti misalnya toleransi yang dilakukan oleh Sunan Kudus, Ca Tek Su dengan melarang pengikutinya menyembelih sapi karena dianggap hewan suci.
Selain kisah para sunan, asal muasal sebutan kyai juga berasal dari kata hokian. Dimana kia memiliki artinya jalan dan ie artinya lurus, jadi kyai memiliki arti jalan yang lurus.
Salah satu kyai besar Indonesia yang merupakan keturunan Tionghoa adalah pendiri Nahdlatul Ulama, Kyai Haji Hasyim Asy'ari. Kakek dari Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur tersebut merupakan anak dari Raden Rachmat atau Sunan Ampel.
Sunan Ampel sendiri merupakan peranakan Tionghoa karena memiliki ayah yang bernama Tan Kim Han. Pernyataan ini pernah berulang kali disampaikan oleh Gus Dur saat dirinya menjadi Presiden Indonesia.
BAB III
Pra Kemerdekaan