Laporan keuangan merupakan alat komunikasi yang berfungsi untuk memberikan informasi keuangan kepada setiap stakeholder yaitu pihak internal maupun eksternal perusahaan.
Seharusnya laporan keuangan tersebut sesuai dengan konsep Fundamental Dalam Penyusunan Laporan Keuangan (KDPLK) yang memenuhi karakteristik kualitatif yaitu harus memiliki kualitas primer dan sekunder.
Kualitas primer dibagi menjadi dua yaitu relevan dan andal. Laporan keuangan harus relevan artinya kebutuhan pemakai dalam pengambilan keputusan dapat terpenuhi dan andal artinya informasi yang disajikan harus bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan disajikan secara jujur dan wajar. Sedangkan, kualitas sekunder artinya dapat dibandingkan dan konsisten.
Semua perusahaan mengharapkan laporan keuangan dalam kondisi baik, karena hal ini akan menjadi daya tarik bagi pihak eksternal seperti investor untuk menanamkan investasinya pada perusahaan. Investor telah meyakini bahwa perusahaan tersebut memiliki kinerja yang baik sehingga akan memperoleh keuntungan yang besar.
Namun, tidak disadari bahwa hal tersebut dapat memicu terjadinya kecurangan laporan keuangan. Menurut Association of Certified Examiners atau ACFE pada tahun 2016, menyatakan bahwa ada tiga skema kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan perusahaan yang disebut “Fraud Tree” atau “Pohon kecurangan” yaitu korupsi, penyalahgunaan aset, dan manipulasi laporan keuangan. Kecurangan itu menyebabkan informasi yang tidak valid dan menyesatkan.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh ACFE (2016) terhadap 2.410 kasus kecurangan di dunia, menjelaskan bahwa tindakan kecurangan terus mengalami kenaikan.
Di Indonesia sendiri masih banyak kasus kecurangan yang terjadi seperti manipulasi laporan penjualan, laporan keuangan melalui menaikkan laba supaya terlihat untung, dan berharap publik tertarik membeli saham mereka (Kompas, 2010).
Hal yang menyedihkan ialah manajemen dan karyawan justru merasa nyaman ketika melebih-lebihkan hasil usahanya sehingga terlihat baik di mata publik dan ingin memperkaya diri sendiri. Seharusnya mereka tahu dan sadar pentingnya laporan keuangan yang bersih dan sesuai konsep Fundamental dalam Penyusunan Laporan Keuangan (KDPLK).
Berdasarkan kasus kecurangan yang terjadi, pemerintah seharusnya membuat peraturan dan sanksi tegas atas tindakan kecurangan yang dilakukan. Selain itu, perlu adanya sebuah konsep atau teori bagaimana mencegah terjadinya kecurangan laporan keuangan. Karena apabila kecurangan tersebut tidak diatasi, maka akan menjadi penyakit yang berbahaya dan sulit diobati, sehingga menyebabkan kerugian yang besar bagi perusahaan.
Dalam perkembangannya, beberapa konsep yang digunakan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan yaitu pertama, fraud triangle. Kedua, fraud diamond, dan ketiga fraud pentagon.
Fraud Triangle yang dikemukakan oleh Cressey pada tahun 1953 yang menyatakan bahwa terdapat tiga kondisi yang selalu hadir saat terjadi kecurangan yaitu tekanan, (pressure) yang muncul akibat kewajiban keuangan yang melebihi kemampuan yang harus dipenuhi manajemen, kesempatan (opportunity) yang muncul akibat pengendalian internal yang lemah, kurang pengawasan dan penyalahgunaan wewenang.
Terakhir, rasionalisasi (rationalization) yang muncul karena pelaku ingin mencari pembenaran atas perbuatannya seperti pelaku beralasan bahwa ingin membahagiakan keluarga dan orang-orang yang dicintainya. Pelaku merasa berhak mendapatkan sesuatu yang lebih (Gaji, promosi, dan jabatan).
Kedua, Fraud Diamond yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hemerson pada tahun 2004.
Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori Fraud Triangle yang memiliki tiga elemen, maka Fraud Diamond ditambah satu elemen yang mempengaruhi kecurangan laporan keuangan yaitu kemampuan (capability). Wolfe dan Hemerson menyatakan bahwa capability sebagai salah satu faktor yang melatar belakangi terjadinya kecurangan. Posisi, kecerdasan, ego, tipu daya dan stres merupakan elemen yang mendukung Kemampuan (capability).
Kemudian, mereka berpendapat bahwa tidak semua orang yang memiliki tekanan, peluang, dan rasionalisasi dapat melakukan kecurangan tanpa adanya kemampuan untuk menyembunyikannya.
Ketiga, Fraud Pentagon yang dikemukakan oleh Crowe Horwath pada tahun 2011.
Teori ini merupakan pengembangan dari Fraud Triangle yang dikemukakan oleh Cressey pada tahun 1953, dengan menambahkan dua elemen yang memiliki pengaruh pada kecurangan laporan keuangan yaitu kompetensi (Competence) dan Arogansi (Arrogance) sehingga menjadi lima elemen dalam Fraud Pentagon.
Kompetensi merupakan kemampuan karyawan dalam mengabaikan kontrol internal, mampu membuat strategi penyembunyian, dan mampu mengontrol situasi sosial untuk memperoleh keuntungan pribadi.
Sedangkan arogansi (arrogance) merupakan sikap yang mendemonstrasikan superioritas, dan kurangnya kesadaran yang disebabkan oleh keserakahan dan pemikiran bahwa pengawasan internal perusahaan tidak berlaku bagi mereka. Menurut Crowe, (2011) menyatakan bahwa terdapat lima elemen arogansi dari perspektif CEO yaitu:
1) adanya ego yang lebih besar, di mana CEO masih dipandang sebagai seorang selebriti daripada pengusaha,
2) mereka mampu melewati pengawasan internal tanpa tertangkap,
3) mereka bersikap menekan,
4) mereka menerapkan gaya kepemimpinan otoriter,
5) mereka takut kehilangan posisi atau status.
Berdasarkan uraian elemen-elemen yaitu tekanan, Kesempatan, Rasionalisasi, Kemampuan, dan Arogansi di atas, maka perusahaan perlu memberikan perhatian khusus dalam mencegah terjadinya kecurangan laporan keuangan.
Ketika kondisi keuangan perusahaan tidak stabil, maka hal itu berpotensi akan terjadinya kecurangan.
Oleh karena itu, perusahaan harus memiliki Early warning System yang baik terhadap kestabilan keuangan, meningkatkan kinerja pengawasan dewan komisaris dan audit internal. Selain itu, dalam menentukan individu eksternal yang masuk dalam komite audit harus dilakukan secara selektif, dan meningkatkan kinerja komisaris independen dan audit independen dalam mengawasi dan memeriksa laporan keuangan perusahaan.
Referensi
ACFE. 2016. Report to Nations. Association of Certified Fraud Examiners. Austin.
Wolfe, D.T. , dan D R. Hermanson. (2004). The frauddiamond: Considering the four elements of fraud. The CPA Journal: 38-42
Horwath, C. (2011). Why the Fraud Triangle is No Longer Enough
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H