Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mencari Equilibrium Ekonomi Baru, Negara atau Pasar yang Memimpin?

4 Agustus 2020   09:01 Diperbarui: 4 Agustus 2020   12:48 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kondisi ekonomi tahun 2020 dengan pandemi covid-19 telah menyebabkan pertumbuhan ekonomi negatif di banyak negara dan dikawatirkan memicu resesi dunia terdalam sejak 1945-1946. Krisis ekonomi ini dikawatirkan terus memburuk dan setidaknya dua kali lipat lebih parah dibanding resesi yang diakibatkan krisis keuangan global 2007-2009. Dalam sejarah ekonomi global, setidaknya telah terjadi 14 kali resesi global yaitu pada 1876, 1885, 1893, 1908, 1914, 1917-21, 1930-32, 1938, 1945-46, 1975, 1982, 1991, 2009, dan 2020.

Kejatuhan ekonomi kali ini selain menyebabkan ketidak pastian absolut, juga akan memunculkan satu equilibrium ekonomi baru dengan perubahan-perubahan besar berskala makro yang akan mempengaruhi situasi mikro. 

Paradigma Pertumbuhan Ekonomi akan mendapatkan tantangan terbesar oleh Paradigma Kemakmuran Tanpa Pertumbuhan. Sementara itu, teori ekonomi konvensional dengan "capitalist mode of production"-nya akan berhadapan dengan teori ekonomi perilaku (Behavioral Economics) yang semakin menguat.

Ekonomi Kapitalis moda produksi (the capitalist mode of production) dimana terjadi sistem pengelolaan rantai produksi dan distribusi dalam masyarakat kapitalis, saat ini sedang runtuh. 

Akumulasi uang kartal ataupun uang giral dalam satu sistem keuangan terpusat yang diperoleh dari keuntungan bisnis sewa properti, perbankan, perdagangan, dan laba produksi yang kemarin telah mengalami pertumbuhan eksponensial secara masif, tiba-tiba menjadi sangat rapuh. 

Dunia selama ini menggunakan sistem ekonomi kapitalis moda produksi yang dianggap sempurna. Penempatan isu kemanusiaan seperti tuntutan upah layak bagi buruh  sebagai komodifikasi nilai ekonomi kapital, ternyata manipulatif. 

Hal ini terbukti saat  isu kemanusiaan tersebut dihadapkan pada pilihan untuk melakukan survival dimasa pandemi covid-19 ini, buruh tetap menjadi tidak lebih penting daripada akumulasi modal.

Sistem ekonomi lama mengenal sistem kepemilikan privat atas alat-alat produksi dengan basis teknologi industri telah berkembang sangat pesat mulai dari Britania Raya, ke Eropa Barat, lalu ke Amerika Utara, dan kemudian ke Jepang saat terjadi revolusi Industri antara tahun 1750-1850, .  

Revolusi Industri kala itu telah menyebabkan perubahan besar di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, perdagangan dan teknologi yang berdampak  mendalam terhadap ekologi global, kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Perkembangan sistem ekonomi kapital ini  kemudian meluas ke sebagian besar dunia sampai saat ini yang kemudian menjadi sistem ekonomi dominan.

Sistem ekonomi kapital membutuhkan pasar sebagai medan pertempuran di mana hukum permintaan dan penawaran berlaku. Perkembangan ekonomi dunia sejak revolui industri itu-pun kemudian berorientasi pada ekonomi pasar yang semakin menguat sampai ambang batas kemampuan pasar. 

Kebijakan pembangunan negarapun akhirnya semakin dibentuk  dan didesain sedemikian rupa serta dipimpin oleh pasar yang dikuasai oleh para pemilik modal. 

Politik yang dulu menempatkan relasi pemerintah, masyarakat sipil dan sektor swasta dalam satu kesetimbangan dalam birokrasi perlahan bergeser ke arah korporatokrasi yaitu birokrasi yang diatur oleh kepentingan korporasi. Para pemilik modalpun kemudian menjadi politisi untuk mengamankan struktur ekonomi mereka beserta agenda pasarnya.
 
Pembangunan yang dipimpin Pasar (Market Led Development)

Pembangunan yang dipimpin pasar dikembangkan diatas tiga prinsip fondasi yang menjadi prasyarat yaitu : insentif kebijakan pembangunan yang tepat, keikut sertaan modal swasta atau aset privat dalam agenda pembangunan, dan lingkungan makro-ekonomi yang stabil. 

Tiga prasyarat "Market Led Development" ini kemudian sedikit dimodifikasi menjadi Trilogi Pembangunan di Indonesia pada jaman orde baru, yaitu Stabilitas Nasional yang Dinamis, Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, serta Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya.

Pembangunan sendiri secara umum bisa didefinisikan sebagai rangkaian proses pemberdayaan rakyat di suatu wilayah dengan berbagai fasilitas serta infrastruktur untuk peningkatan kualitas hidup, dan kesejahteraan sosial.  

Pembangunan dengan pemberdayaan tersebut membutuhkan komoditas sebagai bahan mentah, modal dan tenaga kerja untuk menciptakan produk dengan nilai tambah ekonomi.  

Pendekatan pembangunan yang dipimpin pasar ini memanfaatkan prinsip dan faktor-faktor rantai produksi diatas secara manipulatif dan didominasi oleh kepentingan akumulasi modal. Dalam hal inilah, ketimpangan sosial kemudian terjadi antara para pemilik modal dan politisi versus rakyat.  

Insentif kebijakan publik yang pro-pemilik modal sangat penting bagi kekuatan pasar untuk beroperasi secara maksimal, sehingga seringkali meninggalkan prinsip akuntabilitas publik dan tanggung jawab sosial. 

Kepemilikan privat untuk mengelola sumberdaya alam dalam bentuk komoditas bahan mentah yang menjadi bagian penting suatu siklus rantai produksi kemudian dilegalkan sehingga terjadilah eksploitasi besar besaran oleh karena kerakusan. 

Pembangunan yang dipimpin pasar contohnya adalah seperti kebijakan pembangunan ekonomi pertumbuhan dengan bertumpu pada ekspor, dan privatisasi.

Pembangunan dengan Pendekatan dan Strategi Intervensionis  

Banyak strategi pembangunan ekonomi antara lain pengembangan kredit mikro, pengembangan sistem keuangan yang sehat, pengembangan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),  hingga perdagangan yang adil (fair trade). 

Beberapa strategi tersebut muncul dari organisasi non pemerintah (NGO) yang didasarkan pada inisiatif akar rumput untuk mengatasi persoalan ketidakadilan sosial.  

Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekspor menggunakan kekuatan mekanisme pasar, sementara substitusi impor dan perjanjian pengelolaan komoditas berkelanjutan bersifat intervensionis.  

Strategi pembangunan ekonomi yang dipimpin pasar adalah kebijakan yang memaksimalkan mekanisme dan kekuatan pasar serta pada saat yang sama meminimalkan peran pemerintah dalam sistem perekonomian.  

Strategi Intervensionis adalah rangkaian kebijakan beserta langkah-langkah di mana pemerintah memainkan peran proaktif dalam memanipulasi pasar dan mengalokasikan sumber daya sebesar-besarnya untuk keberlanjutan pembangunan dan untuk dinikmati oleh rakyat.  Strategi intervensionis tersebut termasuk substitusi impor, kebijakan perdagangan proteksionis, nasionalisasi industri swasta, kontrol modal dan regulasi.

Perencanaan pembangunan pemerintah (intervensionis) adalah strategi dominan untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ini populer pada periode akhir perang dunia kedua sampai dekade 1980-an.

Menurut ekonom Amerika Jeffrey Sachs (2005) dalam bukunya "The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time", negara-negara berkembang yang baru merdeka tidak ingin bergantung pada penguasa kolonial masa lalu mereka dan mengganti impor dari negara-negara maju untuk barang-barang yang diproduksi secara lokal menjadi produk menarik dengan nilai tambahnya. 

Negara-negara berkembang yang baru merdeka tersebut, termasuk Indonesia berharap dapat mengurangi aliran cadangan devisa  ke negara-negara maju untuk mengurangi kebocoran devisa serta tersedianya lebih banyak sumber daya untuk pembangunan bangsa.

W. Arthur Lewis (1954) melalui artikelnya "Economic Development with Unlimited Supplies of Labor" menemukan model ekonomi pembangunan dual-sektor.  

Arthur Lewis dalam model perubahan strukturalnya menjelaskan bahwa pertumbuhan terjadi ketika sektor manufaktur modern dibentuk untuk mengeksploitasi surplus tenaga kerja dari sektor tradisional.  

Pembangunan pasca kolonialisasi di era itu idektik dengan  industrialisasi yang harus didukung oleh satu perencanaan dan sistem politik kuat seperti ditunjukkan oleh Uni Soviet. Saat itu banyak negara berkembang yang secara aktif melakukan intervensi dalam perekonomian.  

Strategi intervensionis kehilangan daya tariknya pada dekade 1980-an, ketika pemerintahan Ronald Reagan menekankan mekanisme kekuatan pasar bebas, pemerintahan kecil yang efisien dan efektif, deregulasi, dan kebijakan ekonomi yang lebih lunak. 

Kebijakan Reagan ini diikuti oleh pemerintahan Thatcher juga menyukai deregulasi dan privatisasi di Inggris.  Ekonomi Amerika Latin dan negara-negara berkembang yang mengadopsi substitusi impor sebagai strategi pembangunan berada dalam krisis utang pada periode 1980-an.  

Negara-negara berkembang yang meminta bantuan dari IMF termasuk Indonesia, untuk mengatasi masalah  krisis utang mereka diharuskan untuk mengadopsi Kebijakan Penyesuaian Struktural yang seharusnya mengubah ekonomi yang memiliki (i) kebijakan substitusi impor, (ii) tingkat inflasi tinggi, dan (iii) defisit pemerintah yang besar  untuk ekonomi berbasis pasar.  

Penyesuaiannya adalah mengembalikan neraca pembayaran, mengurangi inflasi, menstabilkan nilai tukar, mencapai keseimbangan neraca anggaran pemerintah, dan menempatkan negara dalam jalur pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.  

Pencapaian  tujuan-tujuan tersebut dilakukan dengan  penyesuaian kebijakan publik untuk privatisasi industri negara, memotong pengeluaran sosial dan pengeluaran pemerintah, mengenakan biaya untuk layanan kebutuhan hak dasar seperti pendidikan dan kesehatan, menghilangkan kontrol harga, mendevaluasi mata uangnya, mendorong liberalisasi perdagangan, serta meningkatkan tata kelola.

Pada saat yang sama, keberhasilan Jepang, Korea, Taiwan, Hong Kong, dan Singapura dalam mencapai pertumbuhan ekonomi melalui strategi yang bertumpi pada ekspor juga berkontribusi pada berkurangnya daya tarik strategi intervensionis ini.

Menuju Equilibrium Ekonomi Baru

Tiongkok sebagai contoh negara yang telah menerapkan pendekatan intervensis sangat kuatpun telah berubah secara revolusioner menjadi negara yang menggunakan prinsip ekonomi berbasis pasar. 

Kebijakan ini ditempuh untuk keluar dari kemiskinan ekstrem yang dulu melanda lebih dari 600 juta orang di Tiongkok. Saat ini negara Tingkok  telah keluar dari krisis kemiskinan ekstrem dan menjadi poros pertumbuhan bagi ekonomi dunia. 

Upah rata-rata buruh telah berlipat dua setiap dekade, sementara Amerika Serikat justru cenderung untuk melakukan  penurunan upah dengan beban administrasi yang berat.

Tiongkok memimpin dunia dalam berbagai inovasi teknologi dengan energi hijau. Proses pembangunan yang dipimpin oleh pasar di Tiongkok dilakukan dengan sistem politik berbeda dari demokrasi liberal gaya barat yang masih memungkinkan sistem monopoli terjadi. 

Kekuatan ekonomi ekstraktif dengan keuntungan yang diperoleh dari sistem monopoli  harus diatasi oleh negara Tiongkok sebagai pusat agar kepercayaan pada sistem pasar mereka dapat dipertahankan. Pasar utama Tiongkok adalah penduduk Tingkok sendiri yang berjumlah lebih dari 1 milyar dengan fanatisme pada produk mereka.

Pandemi Covid-19 menjadi kekuatan gigantic yang meruntuhkan struktur ekonomi global dan menembus batas ketidak mungkinan tumbangnya globalisasi dalam modernitas yang oleh Anthony Giddens digambarkan sebagai Juggernaut. Artinya bahwa kekuatan pandemi covid-19 ini telah melebihi kekuatan Juggernaut.

Juggernaut adalah ilustrasi sebuah kendaraan super monster truck dengan kekuatan besar yang dapat diarahkan sampai batas tertentu, tetapi juga sekaligus akan mengancam saat tidak bisa lagi dikendalikan.

Keruntuhan rantai permintaan dan penawaran secara bersamaan menciptakan pergerakan menuju equilibrium baru.

Pengendalian pandemi-19 telah menempatkan kesehatan, keselamatan dan keamanan manusia sebagai isu sentral, di mana negara menjadi otoritasnya. Dalam situasi penuh ketidak pastian ini, intervensi politik menjadi keniscayaan yang tidak terelakkan. Masyarakat ekonomi tidak bisa menolak untuk terlibat dan menjadi bagian dari respon kemanusiaan , adaptasi dan mitigasi untuk menanggulangi pandemi covid-19 ini.

Ekonomi Survival-pun dalam beragam model menjadi satu adaptasi pada masa transisi menuju kesetimbangan baru.

Indonesia dengan ekonomi Pancasila memiliki model ekonomi perilaku yang akan menolong dari kehancuran ekonomi kapital. Jatuhnya Singapore dan Amerika ke dalam jurang resesi ekonomi memang bisa jadi mengancam ekonomi Indonesia. Namun kita juga bisa mengambil peluang kejatuhan negara maju tersebut dengan modal kekayaan alam dan perilaku ekonomi sosial yang akan menjaga kita untuk tidak terjatuh dalam resesi. Jika Indonesia-pun akhirnya terjatuh dalam resesi ekonomi, kejatuhannya tidak akan terpuruk dengan semangat gotong royongnya.


Pembangunan yang berorientasi pasar membutuhkan nilai dan filosofi lokal dengan intervensi negara untuk melakukan pengaturan. Prof. Gunawan Santosa (2020), seorang pakar Emic dari Yogyakarta menyatakan bahwa dunia saat ini sudah terlalu banyak peraturan sehingga yang lebih dibutuhkan adalah suatu pengaturan yang sistemik. Pengaturan sistemik terhadap pasar berarti adalah intervensi negara untuk mengendalikan pasar dan bukan justru dikendalikan oleh pasar.

Saat pasar sedang runtuh, maka diperlukan intervensi pengaturan negara yang berfungsi dengan baik untuk mempromosikan pasar dengan perdagangan yang berkeadilan (fair trade).  

Aturan pasar yang memberikan proteksi berlebihan terhadap korporasi justru akhirnya akan menjebak korporasi dalam situasi  di mana pasar dapat eksis secara tidak alamiah tanpa kompetisi dan pada ujungnya akan menghasilkan  1% orang terkaya dari populasi dalam penguasaan sumber daya alam yang tidak berkeadilan.

Anomali ekonomi terjadi karena kita hanya berhenti menjadi bagian dalam suatu sistem dengan glorifikasi yang berlebihan terhadap konsep globalisasi dengan Model Ekonomi Baru dimana strategi intervensionis kembali dibutuhkan ditengah pasar dan sistem ekonomi perilaku. (TA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun