Kekuatan ekonomi ekstraktif dengan keuntungan yang diperoleh dari sistem monopoli  harus diatasi oleh negara Tiongkok sebagai pusat agar kepercayaan pada sistem pasar mereka dapat dipertahankan. Pasar utama Tiongkok adalah penduduk Tingkok sendiri yang berjumlah lebih dari 1 milyar dengan fanatisme pada produk mereka.
Pandemi Covid-19 menjadi kekuatan gigantic yang meruntuhkan struktur ekonomi global dan menembus batas ketidak mungkinan tumbangnya globalisasi dalam modernitas yang oleh Anthony Giddens digambarkan sebagai Juggernaut. Artinya bahwa kekuatan pandemi covid-19 ini telah melebihi kekuatan Juggernaut.
Juggernaut adalah ilustrasi sebuah kendaraan super monster truck dengan kekuatan besar yang dapat diarahkan sampai batas tertentu, tetapi juga sekaligus akan mengancam saat tidak bisa lagi dikendalikan.
Keruntuhan rantai permintaan dan penawaran secara bersamaan menciptakan pergerakan menuju equilibrium baru.
Pengendalian pandemi-19 telah menempatkan kesehatan, keselamatan dan keamanan manusia sebagai isu sentral, di mana negara menjadi otoritasnya. Dalam situasi penuh ketidak pastian ini, intervensi politik menjadi keniscayaan yang tidak terelakkan. Masyarakat ekonomi tidak bisa menolak untuk terlibat dan menjadi bagian dari respon kemanusiaan , adaptasi dan mitigasi untuk menanggulangi pandemi covid-19 ini.
Ekonomi Survival-pun dalam beragam model menjadi satu adaptasi pada masa transisi menuju kesetimbangan baru.
Indonesia dengan ekonomi Pancasila memiliki model ekonomi perilaku yang akan menolong dari kehancuran ekonomi kapital. Jatuhnya Singapore dan Amerika ke dalam jurang resesi ekonomi memang bisa jadi mengancam ekonomi Indonesia. Namun kita juga bisa mengambil peluang kejatuhan negara maju tersebut dengan modal kekayaan alam dan perilaku ekonomi sosial yang akan menjaga kita untuk tidak terjatuh dalam resesi. Jika Indonesia-pun akhirnya terjatuh dalam resesi ekonomi, kejatuhannya tidak akan terpuruk dengan semangat gotong royongnya.
Pembangunan yang berorientasi pasar membutuhkan nilai dan filosofi lokal dengan intervensi negara untuk melakukan pengaturan. Prof. Gunawan Santosa (2020), seorang pakar Emic dari Yogyakarta menyatakan bahwa dunia saat ini sudah terlalu banyak peraturan sehingga yang lebih dibutuhkan adalah suatu pengaturan yang sistemik. Pengaturan sistemik terhadap pasar berarti adalah intervensi negara untuk mengendalikan pasar dan bukan justru dikendalikan oleh pasar.
Saat pasar sedang runtuh, maka diperlukan intervensi pengaturan negara yang berfungsi dengan baik untuk mempromosikan pasar dengan perdagangan yang berkeadilan (fair trade). Â
Aturan pasar yang memberikan proteksi berlebihan terhadap korporasi justru akhirnya akan menjebak korporasi dalam situasi  di mana pasar dapat eksis secara tidak alamiah tanpa kompetisi dan pada ujungnya akan menghasilkan  1% orang terkaya dari populasi dalam penguasaan sumber daya alam yang tidak berkeadilan.
Anomali ekonomi terjadi karena kita hanya berhenti menjadi bagian dalam suatu sistem dengan glorifikasi yang berlebihan terhadap konsep globalisasi dengan Model Ekonomi Baru dimana strategi intervensionis kembali dibutuhkan ditengah pasar dan sistem ekonomi perilaku. (TA)