Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mencari Equilibrium Ekonomi Baru, Negara atau Pasar yang Memimpin?

4 Agustus 2020   09:01 Diperbarui: 4 Agustus 2020   12:48 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak strategi pembangunan ekonomi antara lain pengembangan kredit mikro, pengembangan sistem keuangan yang sehat, pengembangan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance),  hingga perdagangan yang adil (fair trade). 

Beberapa strategi tersebut muncul dari organisasi non pemerintah (NGO) yang didasarkan pada inisiatif akar rumput untuk mengatasi persoalan ketidakadilan sosial.  

Pertumbuhan ekonomi yang bertumpu pada ekspor menggunakan kekuatan mekanisme pasar, sementara substitusi impor dan perjanjian pengelolaan komoditas berkelanjutan bersifat intervensionis.  

Strategi pembangunan ekonomi yang dipimpin pasar adalah kebijakan yang memaksimalkan mekanisme dan kekuatan pasar serta pada saat yang sama meminimalkan peran pemerintah dalam sistem perekonomian.  

Strategi Intervensionis adalah rangkaian kebijakan beserta langkah-langkah di mana pemerintah memainkan peran proaktif dalam memanipulasi pasar dan mengalokasikan sumber daya sebesar-besarnya untuk keberlanjutan pembangunan dan untuk dinikmati oleh rakyat.  Strategi intervensionis tersebut termasuk substitusi impor, kebijakan perdagangan proteksionis, nasionalisasi industri swasta, kontrol modal dan regulasi.

Perencanaan pembangunan pemerintah (intervensionis) adalah strategi dominan untuk pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ini populer pada periode akhir perang dunia kedua sampai dekade 1980-an.

Menurut ekonom Amerika Jeffrey Sachs (2005) dalam bukunya "The End of Poverty: Economic Possibilities for Our Time", negara-negara berkembang yang baru merdeka tidak ingin bergantung pada penguasa kolonial masa lalu mereka dan mengganti impor dari negara-negara maju untuk barang-barang yang diproduksi secara lokal menjadi produk menarik dengan nilai tambahnya. 

Negara-negara berkembang yang baru merdeka tersebut, termasuk Indonesia berharap dapat mengurangi aliran cadangan devisa  ke negara-negara maju untuk mengurangi kebocoran devisa serta tersedianya lebih banyak sumber daya untuk pembangunan bangsa.

W. Arthur Lewis (1954) melalui artikelnya "Economic Development with Unlimited Supplies of Labor" menemukan model ekonomi pembangunan dual-sektor.  

Arthur Lewis dalam model perubahan strukturalnya menjelaskan bahwa pertumbuhan terjadi ketika sektor manufaktur modern dibentuk untuk mengeksploitasi surplus tenaga kerja dari sektor tradisional.  

Pembangunan pasca kolonialisasi di era itu idektik dengan  industrialisasi yang harus didukung oleh satu perencanaan dan sistem politik kuat seperti ditunjukkan oleh Uni Soviet. Saat itu banyak negara berkembang yang secara aktif melakukan intervensi dalam perekonomian.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun