Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Perlu Perpanjang Status Darurat Kesehatan; Bagaimana Yogyakarta ?

25 Mei 2020   23:46 Diperbarui: 26 Mei 2020   10:14 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi darurat kesehatan (dokpri)


Kita telah hampir melewati masa 91 (sembilan puluh satu) hari, sejak Letjen Doni Monardo menandatangani surat keputusan BNPB untuk perpanjangan masa darurat bencana wabah covid-19 terhitung tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020.

Berdasarkan update per-tanggal 24 Mei 2020 pukul 12.00 WIB dari laman covid19.go.id tercatat total kasus positif 22.471 dengan bertambahnya kasus positif sebanyak 526 kasus. Total sembuh sebanyak 5.402 dengan bertambahnya 153 orang sembuh. Sementara tercatat total angka kematian sebesar 1.372 dengan bertambahnya 21 orang. 

Data statistik kasus covid-19 di atas merupakan indikator dasar darurat kesehatan akibat pandemi ini, yaitu jumlah kasus positif covid-19, jumlah pasien posititif yang sembuh serta jumlah kasus kematiannya.

Jawaban logis pertanyaan apakah penetapan berakhirnya masa tanggap darurat kesehatan secara nasional tanggal 29 Mei 2020 bisa berakhir tepat waktu, adalah tergantung dari apakah sudah tidak ada penambahan kasus positif baru, yang berarti angka kesembuhan terus meningkat, dan sekaligus tingkat kematian menurun.

Melihat trend data statistik yang disajikan per tanggal 24 Mei 2020 tersebut, terbaca bahwa dalam kurun 5 hari lagi semestinya status darurat kesehatan nasional akan diperpanjang. Kurva grafik kasus covid-19 Indonesia belum menurun sampai saat ini. Sepahit apapun konsekuensi ekonomi yang harus ditanggung Indonesia, perpanjangan masa kedaruratan kesehatan harus dilakukan. Perpanjangan masa kedaruratan nantinya juga sebaiknya dibekali dengan perubahan kebijakan untuk meningkatkan efektivitas respon kesehatan. Salah satu kebijakan baru itu, mestinya adalah adanya opsi karantina wilayah baik di tingkat kabupaten atau kota, tingkat kecamatan, dan tingkat desa. 

Berapa lama kira-kira waktu yang akan kita pertaruhkan untuk perpanjangan masa darurat kesehatan tersebut ? 

Lama prakiraan waktu perpanjangan akan sangat relatif terhadap efektifitas pelaksanaan PSBB untuk daerah yang telah menerapkannya, dan efektifitas kebijakan protokol pencegahan dan pengendalian penyakit ini berjalan.

Kita bisa saja memberi perpanjangan waktu kedaruratan kesehatan selama 28 hari lagi (2 X 14 hari masa karantina). Semua pihak tanpa terkecuali hendaknya sadar, bahwa masa perpanjangan waktu nantinya menjadi pertaruhan penting. Jumlah waktu minimal perpanjangan yang tepat,  membutuhkan kajian cepat dan komprehensif dengan didukung analisa trend, epidemiologi klinis, dan ekonomi. Fakta tingkat kejenuhan masyarakat yang mengakibatkan tidak dipatuhinya protokol pembatasan fisik, perlu dikaji dengan melibatkan pendekatan antropologi dan sosiologi masyarakat pedesaan maupun kota. 

Waspada Gelombang Kedua dan Gelombang Berikutnya

Pandemi Covid-19 ini bukan merupakan wabah yang akan hilang dalam satu gelombang besar saja. Sejarah Pandemi Flu Spanyol yang dimulai musim semi di Eropa tahun 1918 menunjukkan bahwa puncak kasus gelombang kedua justru lebih tinggi dari gelombang pertama. Tingginya puncak gelombang kedua tersebut mencatat korban lebih dari 50 juta orang meninggal dunia. 

sumber Pinterest, Pin on John G Lake
sumber Pinterest, Pin on John G Lake
Karantina Cerdas 

Karantina cerdas (smart containment) dan langkah-langkah mitigasi lebih lanjut untuk menghadapi pandemi COVID-19 perlu dipertimbangkan sebagai kebijakan dalam menyesuaikan respon pandemi sesuai realitas konteks setiap provinsi dan kabupaten / kota.

Karantina cerdas menghubungkan konsep Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan konsep karantina wilayah, merujuk UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Kita Nampaknya Hanya Punya Opsi PSBB 

Kita tahu pelaksanaan PSBB tidak 100% efektif mencegah penularan covid-19, sementara pelaksanaan kebijakan karantina wilayah dihindari oleh pemerintah mengingat konsekuensi dampak sosial dan ekonomi yang belum bisa ditanggung negara. Meskipun dalam UU tentang Kekarantinaan Kesehatan sudah mengatur tentang karantina, namun pemerintah cenderung hanya membuka peluang untuk pengajuan dan penerapan PSBB yang harus disetujui oleh Menteri Kesehatan (Menkes) dr. Terawan Agus Putranto. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Total, ada dua provinsi dan 16 kabupaten & kota yang mengajukan dan sudah menerapkan PSBB sampai Sabtu (18/4/2020). 

Melihat angka perkembangan kasus covid di daerah ber-PSBB belum menunjukkan trend menurun, maka semestinya masa kedaruratan kesehatan diperpanjang. 

Pertukaran Manfaat Kesehatan & Ekonomi

Dalam keadaan darurat kesehatan ini, memang sangat menantang diterapkannya satu kebijakan karantina cerdas yang lebih efektif mengatur pembatasan fisik, mobilitas penduduk, dan sistem pengawasan yang ketat serta terukur tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi.

Dalam sebuah blogpost di laman blog bank dunia, Francisco Ferreira (2020) menulis artikel "Is there a trade-off between lives and incomes in the response to covid-19 ?", yang menguraikan bahwa "trade-off" ini sesuatu hal yang nyata, tetapi ketentuannya samar-samar dan tidak tetap. Prioritas tujuan kebijakan publik dalam menghadapi pandemi haruslah meringankan pertukaran ini, yaitu mengurangi kematian akibat COVID-19 sambil terus menjaga keberlangsungan mata pencaharian masyarakat.

The Economist (26 Maret 2020) menulis, pertukaran ("trade-off") antara menyelamatkan hidup dan menyelamatkan mata pencaharian adalah satu realita pilihan yang sangat berat. Penerapan karantina atau PSBB tanpa pengawasan dan disiplin penegakkan aturan dapat menyebabkan kematian meningkat jumlahnya, namun jika tindakan untuk menahan penyebaran virus diberlakukan lebih ketat lagi, maka dapat mengakibatkan resesi yang mendalam dan memicu lebih banyak penutupan bisnis, pengangguran massal, dan meningkatnya kemiskinan.  

Ketegangan pilihan dalam "trade-off" menyelamatkan hidup-versus-mata pencaharian di negara maju dapat diredakan dengan tersedianya sumber daya keuangan yang besar.  Sebagai contoh, Amerika Serikat akan menghabiskan sekitar US $ 5.700 per kapita untuk mengatasi krisis ini, sementara Denmark akan menghabiskan sekitar US $ 7.500 per kapita.  Situasi berbeda dihadapi oleh negara-negara miskin dan berkembang yang kekurangan uang dengan kapasitas pemerintah relatif rendah, serta mereka masih harus menanggung beban sistem kesehatan yang genting, dan masyarakat abai untuk menjaga jarak. 

Saran untuk Yogyakarta
Yogyakarta perlu memperpanjang darurat kesehatan mengikuti kebijakan nasional. 

Jika masa darurat kesehatan di tingkat nasional tidak diperpanjang, maka DIY sebaiknya tetap memperpanjang setidaknya 28 hari, mengingat belum redanya gelombang satu kasus covid-19 ini, bahkan disertai dengan beberapa cluster penularan dari transmisi lokal.

sumber : www.corona.jogjaprov.go.id
sumber : www.corona.jogjaprov.go.id
Ajukan status PSBB untuk tingkat kecamatan yang masuk daerah dengan jumlah kasus terbesar, dilanjutkan karantina Desa / Kalurahan.

Diktum Keputusan Perpanjangan Status Darurat Bencana Wabah Penyakit

Mencermati bunyi diktum tersebut selengkapnya tertulis demikian :

  1. Menetapkan Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit Akibat Virus Corona di Indonesia.
  2. Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020.
  3. Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada Dana Siap Pakai yang ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
  4. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana mestinya.

Keputusan tersebut menyiratkan bahwa masih ada peluang perbaikan keputusan termasuk tentang masa pemberlakuan darurat kesehatan. Hal lain tersirat dalam diktum keputusan tersebut adalah bahwa konsekuensi biaya yang timbul sebagai akibat surat keputusan itu menjadi tanggungan Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun