Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Indonesia Perlu Perpanjang Status Darurat Kesehatan; Bagaimana Yogyakarta ?

25 Mei 2020   23:46 Diperbarui: 26 Mei 2020   10:14 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi darurat kesehatan (dokpri)

Karantina cerdas (smart containment) dan langkah-langkah mitigasi lebih lanjut untuk menghadapi pandemi COVID-19 perlu dipertimbangkan sebagai kebijakan dalam menyesuaikan respon pandemi sesuai realitas konteks setiap provinsi dan kabupaten / kota.

Karantina cerdas menghubungkan konsep Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan konsep karantina wilayah, merujuk UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Kita Nampaknya Hanya Punya Opsi PSBB 

Kita tahu pelaksanaan PSBB tidak 100% efektif mencegah penularan covid-19, sementara pelaksanaan kebijakan karantina wilayah dihindari oleh pemerintah mengingat konsekuensi dampak sosial dan ekonomi yang belum bisa ditanggung negara. Meskipun dalam UU tentang Kekarantinaan Kesehatan sudah mengatur tentang karantina, namun pemerintah cenderung hanya membuka peluang untuk pengajuan dan penerapan PSBB yang harus disetujui oleh Menteri Kesehatan (Menkes) dr. Terawan Agus Putranto. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 yang ditanda tangani Presiden Joko Widodo tentang PSBB dalam rangka percepatan penanganan Covid-19.

Total, ada dua provinsi dan 16 kabupaten & kota yang mengajukan dan sudah menerapkan PSBB sampai Sabtu (18/4/2020). 

Melihat angka perkembangan kasus covid di daerah ber-PSBB belum menunjukkan trend menurun, maka semestinya masa kedaruratan kesehatan diperpanjang. 

Pertukaran Manfaat Kesehatan & Ekonomi

Dalam keadaan darurat kesehatan ini, memang sangat menantang diterapkannya satu kebijakan karantina cerdas yang lebih efektif mengatur pembatasan fisik, mobilitas penduduk, dan sistem pengawasan yang ketat serta terukur tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi.

Dalam sebuah blogpost di laman blog bank dunia, Francisco Ferreira (2020) menulis artikel "Is there a trade-off between lives and incomes in the response to covid-19 ?", yang menguraikan bahwa "trade-off" ini sesuatu hal yang nyata, tetapi ketentuannya samar-samar dan tidak tetap. Prioritas tujuan kebijakan publik dalam menghadapi pandemi haruslah meringankan pertukaran ini, yaitu mengurangi kematian akibat COVID-19 sambil terus menjaga keberlangsungan mata pencaharian masyarakat.

The Economist (26 Maret 2020) menulis, pertukaran ("trade-off") antara menyelamatkan hidup dan menyelamatkan mata pencaharian adalah satu realita pilihan yang sangat berat. Penerapan karantina atau PSBB tanpa pengawasan dan disiplin penegakkan aturan dapat menyebabkan kematian meningkat jumlahnya, namun jika tindakan untuk menahan penyebaran virus diberlakukan lebih ketat lagi, maka dapat mengakibatkan resesi yang mendalam dan memicu lebih banyak penutupan bisnis, pengangguran massal, dan meningkatnya kemiskinan.  

Ketegangan pilihan dalam "trade-off" menyelamatkan hidup-versus-mata pencaharian di negara maju dapat diredakan dengan tersedianya sumber daya keuangan yang besar.  Sebagai contoh, Amerika Serikat akan menghabiskan sekitar US $ 5.700 per kapita untuk mengatasi krisis ini, sementara Denmark akan menghabiskan sekitar US $ 7.500 per kapita.  Situasi berbeda dihadapi oleh negara-negara miskin dan berkembang yang kekurangan uang dengan kapasitas pemerintah relatif rendah, serta mereka masih harus menanggung beban sistem kesehatan yang genting, dan masyarakat abai untuk menjaga jarak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun