Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Simalakama Covid-19, Pasung, dan Tarian

8 Mei 2020   05:39 Diperbarui: 9 Mei 2020   06:14 508
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: naiknya angka pasien. (sumber: KOMPAS/DIDIE SW)

Hal kedua adalah PSBB sebagai sebuah tuntutan situasi empirik yang secara epidemiologi membutuhkan tindakan cepat, tepat dan terukur.

Kita jangan sampai terjebak pada "idle time" yang lama dalam dua situasi tersebut. Semakin cepat "idle time", semakin baik.

Pasal 59 UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan mengatur Pembatasan Sosial Berskala Besar sebagai respon Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang Kekarantinaan Kesehatan tersebut, pedoman pelaksanaan PSBB diatur dalam Peraturan Pemerintah, maka disusunlah PP No 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar serta lebih teknis lagi diatur dalam Permenkes 9 tahun 2020 tentang Pedoman PSBB dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Menemukan titik tengah dalam skenario penentuan status PSBB antara prasyarat administrasi serta konsekuensi efek kebijakannya dan tuntutan fakta epidemiologi adalah seni kepemimpinan dalam komando Gugus Tugas penanganan Covid-19 di suatu daerah.

Apakah PSBB sebagai status, atau PSBB sebagai kebutuhan epidemiologi untuk mencegah dan mengendalikan penularan? Pilihan perlu segera dibuat secara cerdas dan bijaksana.

Pasti ada banyak inovasi yang akan muncul saat PSBB diterapkan dengan basis kebutuhan. Kita membutuhkan "Smart Containment" yang kontekstual dan "Economically Friendly".

PSBB bisa diterapkan dengan dukungan kebijakan yang koheren dan terintegrasi. Penerapannya bisa dimulai dari level kelurahan, lalu kecamatan dan atau meningkat ke Kabupaten.

Kita mendorong kebijakan yang cepat dan tepat, bukan karena status PSBB secara administrasi tetapi karena dorongan kesadaran berbasis fakta kebutuhan dan konteks persoalan. (TA)

*) Penulis adalah praktisi Pengurangan Risiko Bencana dan Pengamat Sosial serta Sekretaris Gugus Tugas JERC-19 (Jogja Economic Resilience for Covid-19)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun