Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Bikin Cemburu, Spanyol Terapkan UBI, Akankah Indonesia Juga?

2 Mei 2020   06:00 Diperbarui: 2 Mei 2020   16:03 3091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perbedaan UBI dan Bentuk-Bentuk Bansos Lain [World Bank Group, Exploring Universal Basic Income]

Pada Oktober 2017, di sela-sela kegiatan annual meeting IMF-World Bank di Kantor Pusat IMF, Washington, Sri Mulyani menyatakan pemerintah tengah mempertimbangkan penerapan UBI untuk mengantisipasi dampak penerapan kecerdasan buatan di dunia kerja yang berarti banyak orang akan kehilangan pekerjaan.

"Ini adalah suatu pemikiran yang masih relatif baru yang nanti kita akan perlu sebagai Indonesia karena kita punya populasi besar. Mayoritas demografi muda dan akan dipengaruhi oleh perubahan teknologi dan otomatisasi ini yang akan kita perlu untuk mendiskusikan," kata Sri Mulyani.[4]

Jika pemerintah mempertimbangkan kemungkinan pemberlakuan UBI, bagaimana dengan orang kaya dan kelas menengah Indonesia? Apakah mereka bersedia dinaikkan pajak penghasilannya demi pemenuhan hak dasar mayoritas yang kurang beruntung?

Terlepas dari upaya pemerintah memperbaiki kesenjangan pendapatan (menunjukkan trend membaik), hingga kini jurang antara kaya dan miskin masih lebar. Pada 2018, proporsi pendapatan 20%penduduk berpendapatan terbesar di Indonesia mencapai hampir separuh (46,10%) dari total pendapatan masyarakat. Sementara pendapatan golongan 10% teratas mencapai 30,40% dari total pendapatan masyarakat.[5]

Kesenjangan akan bisa dipangkas jika golongan penduduk 20% berpendapatan terbesar bersedia dipajaki lebih besar. Misalnya jika selama ini orang-orang berpendapatan tahunan lebih dari 500 juta (para direktur dan komisaris BUMN termasuk golongan ini) hanya dikenakan PPH 21 sebesar 30%, demi pemerataan, pajak terhadap mereka harus dinaikkan, misalnya menjadi 40%.

Tanpa itu, kemelaratan dan kesenjangan kian dalam, dan sejarah telah berulangkali mengajarkan kepada kita, gerakan-gerakan sosial berslogan kill the rich  potensial muncul dalam masyarakat dengan tingkat kemiskinan dan kesenjangan yang tinggi.

Maka pada akhirnya pilihannya cuma dua: tax the rich atau kemiskinan dan ketidakadilan yang kian parah akan melahirkan gerakan-gerakan sosial berslogan kill the rich. Tentu kita tidak menghendaki hal ini terjadi/

Tetapi jika kaum kaya menolak pajak yang lebih progresif dan untuk menghindari gerakan berslogan kill the rich mereka menuntut negara lebih ngotot menjamin keamanan, toh tetap saja akan negara akan mengutip lebih banyak pendapatan orang kaya untuk membiayai alat-alat keamanan.

Jadi daripada pendapatan dipotong untuk membiayai aparatus koersif yang belum tentu efektif melindungi aset dan kekayaan pribadi dan keselamatan diri mereka, lebih baik dipajaki untuk mencegah sumber lahirnya kerawanan sosial.

Lalu bagiamana dengan kritik terhadap UBI, misalnya dampaknya sebagai disinsentif terhadap produktivitas, dengan kata lain mendorong banyak free rider alias kaum pemalas yang menikmati kerja keras warga negara yang rajin?

Soal ini dan masih banyak aspek pembahasan UBI kita bahas dalam artikel lain. Tunggu saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun