Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Corona dan Ironi Para Pewarta Kabar Positif

14 April 2020   00:53 Diperbarui: 14 April 2020   12:00 874
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi Widji Thukul, "Sungguh Enak Hidup di Televisi."

Benar bahwa kabar-kabar negatif tentang jumlah orang meninggal, tentang laju penularan yang belum melandai, tentang compang-campingnya peraturan dan kebijakan perlu pula diimbangi kabar-kabar positif tentang aksi-aksi solidaritas; para pasien yang sembuh; program-program pemerintah yang bermanfaat, dll, dsb.

Tanpa imbangan kabar positif dan negatif, bangsa ini bisa kehilangan harapan. Tetapi sebaliknya, hanya menyebarkan kabar positif dan menyembunyikan kabar-kabar negatif di balik tumpukan buku rekening, dan menyerang para pengkritik kebijakan dengan tudingan hendak membuat huru-hara justru secara pasti membawa bangsa ini kepada kehancuran.

Bayangkan dirimu seorang panglima perang. Manakah yang lebih menakutkan? Mendengar informasi telik sandi tentang kehebatan pasukan lawan, tentang kerusakan yang sunggup senjata mereka hasilkan; dan tentang kekurangan amunisi di gudang persenjataan kita, atau sama sekali buta kondisi?

Jangan anti kebenaran, sekalipun ia datang sebagai kritik pedas dan kisah-kisah kelam sehingga membuat para junjungan kita tampak banyak kekurangan.

Kabar benar, seberapapun negatifnya, dan kritik kebijakan, betapapun tajamnya tetap lebih berguna bagi kita untuk mempersiapkan diri, untuk mengatur kuda-kuda menghadapi kondisi terburuk daripada terlena oleh kondisi buta informasi dan buaian angin surga.

Jika tidak ada yang menutut pembongkaran kondisi sebenarnya, bangsa ini mungkin masih santai saja menanggapi Covid-19 sebagai flu biasa dan percaya penuh pada teknologi pengukur suhu produksi Amerika Serikat. Jika tidak ada kaum nyinyir, bangsa ini sudah mampus sebab Pandemi disikapi dengan kebijakan mendatangkan lebih banyak lagi turis.

Tanpa orang-orang yang cerewet bersuara keras pada kebijakan, Presiden Joko Widodo belum tentu akan memerintahkan Menkes untuk transparan soal data pandemi di Indonesia.

Tanpa suara-suara kritis, media sosial, media cetak, dan lapak-lapak blog keroyokan hanya berisi nyanyian puja-puji, bayaran pun sukarela, yang mengantarkan bangsa ini ke liang kubur tanpa sempat terjaga dari mimpi-mimpi indah penuh kepalsuan.

Jadi jika kita sama-sama mencintai bangsa ini, mari kabarkan kabar positif dan negatif pada porsi yang seimbang; mari dukung kebijakan-kebijakan baik, dan sebaliknya bersuara keras pada ketidakbecusan pengelolaan bangsa dan negara.

Atau jika Anda hanya ingin kabarkan hal-hal positif, tak perlu menyerang mereka yang mengkritik kebijakan penguasa. Ingat, Harmoko saja pernah bicara benar, yaitu ketika ia akhirnya turut menyarankan Soeharto mundur.*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun