Jangan menuduh saya seorang anarkis.
Selain beberapa kali berjumpa dalam sejumlah aksi buruh di Bandung 20an tahun lampau, seingat saya, saya cuma pernah sekali terlibat percakapan cukup panjang dengan kalangan anarko sindikalis.
Itu ketika saya dan seorang kawan sedang membuat spanduk di suncen (student center) Utara di sebuah kampus di Bandung. Dua orang anak anarko datang dan ngobrol-ngobrol sebentar.
Percakapan kami lebih banyak tentang zine (format khas majalah anarko) yang mereka bawa. Kami menghindari percapakan tentang tuntutan perjuangan saat itu dan strategi-taktik, sebab selain tidak akan ketemu, juga karena kalangan anarko belum pulih dari ketersinggungan oleh pernyataan seorang kawan, tokoh perjuangan demokrasi kerakyatan era akhir 80an-90an bahwa kaum anarko hanya jadi benalu bagi perjuangan demokrasi kerakyatan.
Meski beberapa kali bertemu sebagai satu kesatuan massa aksi---tentunya berbaris sendiri-sendiri---anarko sindikalis beroposisi terhadap perjuangan kami.
Kami percaya bahwa gerakan buruh butuh---dan hanya akan berhasil di bawah---kepemimpinan kepeloporan politik partai kelas pekerja. Sebaliknya, anarko sindikalis berpandangan bahwa pewadahan kepeloporan politik seperti itu (parpol kelas pekerja berkesadaran maju) adalah bentuk lain penindasan.
Hakikat anarko-sindikalis adalah asosiasi merdeka kelas pekerja; Â aliansi setara dan saling menguntungkan antara pekerja dan antarkolektif pekerja. Karena itu perjuangan utama mereka adalah mengorganizir direct action, yaitu pemogokan-pemogokan yang melibatkan seluas-luasnya buruh, tanpa perwakilan para pejabat serikat (otoritas yang juga mengkooptasi buruh), apalagi partai vanguard kelas pekerja.
Jadi saya---dan kawan-kawan seperjuangan saya---dalam pandangan anarko-sindikalis adalah "musuh" sebab menurut mereka kami membangun bentuk lain otoritas yang mengkooptasi buruh.
Gagasan anarko-sindikalis, meski sangat manis, pada dasarnya adalah utopia. Utopia sering diartikan sebagai kondisi ideal yang mustahil terwujud.
Tetapi bagi saya, lebis pas mengatakan dalam setiap utopia terkandung distopia. Sebenarnya ini bukan pandangan saya melainkan contekan dari pendapat anak saya yang kini sudah berusia 11 tahun itu.
So, jangan karena artikel ini saya dituduh seorang anarko-sindikalis.