Di matanya, Anne lah accusativus, Helen cuma genetivus. Amo agricolae filiam, "kucinta si gadis anak petani." Anne lah filiam, "si gadis," sementara Helen cuma agricolae, "petani" yang menegaskan Anne.
"Oh iya, silakan duduk."
Saya menarik kursi kayu di hadapannya, lalu duduk pada sisi seberang meja, berhadap-hadapan muka.
Kedai masih sepi. Hanya ada dua pengujung lain, terpaut tiga meja jauhnya dari tempat kami, nyaris di pojok. Keduanya tampak terlibat percakapan sengit.Â
Sesekali dua orang itu bertentangan pendapat, tentang potensi dan tantangan hari esok oleh perkembangan pabrik baja, terdengar mereka beberapa kali menyebut Andrew Carnegie dan Bank J. P. Morgan; tuntutan buruh untuk kebijakan pengurangan jam kerja, penanganan penyakit di kawasan industri, dan keselamatan kerja; hingga soal kebijakan pemerintah menangani ledakan imigran dari Eropa.
Tidak jarang pula keduanya tertawa terbahak-bahak, membicarakan hal-hal konyol dari kebijakan Roosevelt, membanding-bandingkan sejumlah hal dengan---menurut mereka---kebodohan pendahulunya, William McKinley.
"Setelah McKinley dungu itu bikin gulung tikar pabrik-pabrik Eropa dengan proteksionisnya, kini Roosevelt, si dungu yang lain kebingungan menghadapi banjir imigran dari negeri nenek moyangnya," kata salah seorang yang berkumis baplang kecoklatan, ditimpali tertawa ngakak panjang kawannya. "Tos," seru keduanya sembari menubrukan gelas whiskey dengan riang.
Di negara bagian ini, percakapan politik yang panas sudah jadi tradisi, yang paling menonjol sejak masa perang sipil beberapa dekade lalu.
"Mereka orang-orang Republikan radikal," kata lelaki di depanku setengah berbisik.
"Oh, iya, tadi kaubilang sedang menulis biografi. Siapa?"
"Edgar ... Edgar Poe."