(3) Upah minimum pada industri padat karya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan formula tertentu.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai upah minimum padat karya dan formula tertentu diatur dalam peraturan pemerintah.
Sementara pasal 90B berbunyi:
(1) Ketentuan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88C ayat (2) dan Pasal 88E ayat (1) dikecualikan bagi Usaha Mikro dan Kecil.
(2) Upah pada Usaha Mikro dan Kecil ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja/buruh di perusahaan.
(3) Kesepakatan upah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus di atas angka garis kemiskinan yang ditetapkan oleh lembaga yang berwenang di bidang statistik.
(4) Ketentuan mengenai kriteria Usaha Mikro dan Kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Upah minimum yang diatur dalam pasal 88 C ayat (2) adalah upah minimum provinsi sebagaimana sudah dikenal selama ini, yaitu ditetapkan oleh Gubernur sebagai jaring pengaman dengan formula perhitungan upah UM t+1 = UMt + (UMt x %Pet).
Ketentuan dalam pasal 88E dan 90B draft UU Cilaka jelas memberi sinyal upah buruh di sektor padat karya dan UMK akan lebih rendah dibanding UMP umumnya.
Formula UMP khusus sektor padat karya baru akan diatur kemudian dalam peraturan pemerintah. Tetapi untuk UMK, sudah dengan tegas dinyatakan, tidak boleh lebih rendah dari angka garis kemiskinan.
Semua teorikus terkemuka tentang pembentukan harga tenaga kerja, terutama Marx dan Ricardo sama-sama bersepakat bahwa tingkat upah akan berkisar di tingkat minimum. Di sejumlah negara dengan kekuatan serikat buruh cukup signifikan, tingkat upah terjaga sedikit lebih baik dari tingkat minimum karena daya tekan serikat buruh. Sementara di negara-negara dengan daya tawar pekerja rendah, seperti Indonesia, intervensi negara berupa regulasi batas bawah upah minimum berperan sangat penting.