Memang ini bukan salah Bulog. PSO Bulog hanya terkait ketahanan pangan, bukan kedaulatan.
Ini  penyakit pemerintah semenjak dulu kala, antara satu kebijakan dengan kebijakan lain tidak sinergis.
UU Pangan telah mengadopsi prinsip-prinsip Kedaulatan Pangan tetapi dalam implementasi---seperti penugasan Bulog---hal itu diabaikan.
Padahal seharusnya bisnis Bulog bisa berjalan dengan mempertimbangkan pula aspek kedaulatan pangan, misalnya dengan mewadahi pula produk pangan pokok non-beras.
Salah satu prinsip kedaulatan pangan adalah orang mengonsumsi apa yang cocok dibudidayakan di wilayahnya. Timor bukan tempat yang cocok bagi beras yang butuh banyak air itu. Timor yang kering lebih cocok mengonsumsi jagung dan Sorgum.
Ketika Bulog hanya menyediakan beraskita di RPK-RPK, kemudahan masyarakat mengakses beras akan memperparah kondisi monokultur konsumsi pangan. Artinya Bulog melanjutkan berasnisasi sejak Orde Baru. Ini buruk, bukan saja bagi kedaulatan pangan, tetapi juga bagi ketahanan pangan jangka panjang.
Karena itu, sebagai penutup artikel ini, saya usulkan kepada Pak Budi Waseso sebagai Kabulog. Pak Buwas, tolong donk untuk di Timor, jangan cuma ada Beraskita. Jual juga Jagungkita dan Sorgumkita.
Mudah kok. Kan Bapak tinggal kerjasama dengan BUMDes-BUMDes sebagai pemasok.
Jika Pak Jokowi dan para menteri disibukkan dengan begitu banyak aspek pembangunan sehingga lupa soal ini, mungkin Pak Buwas yang masih segar sebagai Kabulog bisa berinisiatif.
***
Tilaria Padika