Kebijakan HET menjadikan beras berstatus administered price. Dengan begitu Bulog tidak perlu khawatir penumpukan beras medium di RPK akan mengerek harga naik. Pengontrolan pemberlakuan HET melalui RPK akan mudah sebab RPK yang nakal dapat segera diberi sanksi berupa pengurangan kuota hingga penghentian kerjasama.
Keuntungan lain adalah RPK dapat difungsikan sebagai perluasan gudang Bulog.Â
Gudang pada prinsipnya adalah manajemen stok. Cadangan beras pemerintah tidak harus semuanya disimpan dalam gudang Bulog. Beras dan produk pangan lain yang dipajang di etalase RPK juga pada dasarnya cadangan, cadangan yang stand by di pasar. Tinggal administrasinya saja diperketat agar data riil ketersediaan pangan terus terpantau.
Dengan itu, ketika Bulog harus menyerap beras dari petani, kapasitas gudang yang terbatas tidak perlu lagi menjadi persoalan. Apalagi, dengan menjadikan etalase RPK sebagai perpanjangan gudang, keamanan selama penyimpanan---dari kerusakan oleh hama-- dan penerapan fifo (first in first out) lebih terjamin.
Hal kedua yang tampak belum jadi perhatian Bulog adalah terobosan kerjasama di lini hulu.
Seharusnya Bulog juga bisa mendorong kerjasama di lini hulu dengan lembaga-lembaga di akar rumput, BUMDes misalnya.
Kerjasama dengan BUMDes bisa berupa kemitraan penyediaan beras premium dan medium serta produk pangan strategis lain. Peran grading untuk menghasilkan beras premium dan medium, bila perlu hingga pengemasan, tidak perlu Bulog lakukan sendiri.Â
Kerjasama ini berdampak pertumbuhan industri perberasan tidak hanya di hilir perdagangan tetapi juga di hulu produksi. Bukankah ini salah satu amanat PP 13/2016?
Pelibatan BUMDes juga membuat industri perberasan lebih efisien sebab dapat memotong jarak logistik.
Contohnya begini. Jika grading hingga pengemasan dilakukan oleh BUMDes Desa A yang terletak di Kecamatan B. Pasokan bagi RPK-RPK di Kecamatan B tidak perlu didatangkan dari gudang subdrive Bulog yang jauh---dan karena itu makan biaya pengangkutan---melainkan cukup berasal dari Bumdes di Desa A.
Kelemahan ketiga adalah terobosan Bulog belum menyentuh ranah kedaulatan pangan.