Tampak jelas sikap para pengusaha yang menginginkan kebaikan maksimum bagi mereka, cenderung mau menang sendiri. Para pengusaha Arab Saudi itu menuntut penambahan jam kerja (atau jam kerja tidak dikurangi) selama Ramadan sebab permintaan sedang berada pada puncaknya.
Mereka bersuka cita atas barang-barang yang lebih laris selama Ramadan tetapi tidak legawa keuntungannya sedikit berkurang oleh pemotongan jam kerja buruh. Mereka tak ingin upah buruh tetap dibayarkan sama meski jam kerja berkurang. Konsep produktivitas marginal tenaga kerja memang berlandaskan pada perbandingan biaya tenaga pekerja terhadap output.
Inilah kelemahan dari pandangan Ramadan buruk bagi perekonomian yang  hanya dilandaskan pada berkurangnya jam kerja.
Padahal perekonomian bukan sekedar jam kerja. Indikator lain yang harus dilihat adalah meningkatnya belanja. Ketika Ramadan, belanja rumah tangga meningkat. Ini tak dapat dibantah sebab di Indonesia misalnya, setiap Ramadan BI meningkatkan jumlah uang beredar. Peningkatan jumlah uang beredar itu untuk penuhi kebutuhan cash masyarakat yang berbelanja selama Ramadan dan Idul Fitri.
Artikel Global Risk Review menyebutkan hasil survei Nielsen Indonesia pada 2010 yang menunjukkan pertumbuhan 9,2 persen penjualan barang konsumsi. Pembelinya berasal dari seluruh level ekonomi, dari yang miskin hingga kaya raya. Informasi serupa datang dari Bank Sentral Arab Saudi.
Dampak positif Ramadan bagi perekonomian bahkan tidak hanya di sektor riil. Global Risk Review menyebutkan hasil riset ekonom Universitas Leicester pada 2011 bahwa saat Ramadan, tingkat imbal hasil saham di negara-negara Muslim selama Ramadan naik 9 kali lipat dan pergerakan saham kurang volatil.
Kondisi ini memunculkan istilah "Ramadan effect." Istilah Ramadan effect digunakan terhadap kondisi meningkatnya keberanian investor mengambil risiko membeli lebih banyak saham oleh karena emosi positif terkait hari raya keagamaan, bukan hanya Ramadan. Kalau mau baca lebih detil, coba cari "Fastprofits: Investor sentiment and stock returns during Ramadan."Â
Jadi jika Om-Tante bertanya kepada saya, apakah Ramadan berdampak buruk bagi perekonomian itu mitos atau fakta, saya jawab itu mitos. Tetapi saya akan tambahkan, itu mitos yang berangkat dari sudut pandang para majikan yang mau menang sendiri, yang mau bersorak-sorai oleh tingginya permintaan di saat Ramadan, tetapi tidak sudi jika buruh-buruh berkurang 1-2 jam saja waktu kerjanya. Ya seperti para pengusaha di Arab Saudi itu. Tentu saja tidak semua majikan berpikiran demikian.
Baca yang lain di Seri EDISI RAMADAN Tilaria Padika
***
Tilaria Padika