Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Tragedi "Kacang Lebaran"

3 Juni 2018   04:00 Diperbarui: 19 Juni 2018   05:35 2236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat pulang saya dan Amos---nama teman saya---mengobrolkan kacang aneh yang tadi kami makan. Warnanya hijau. Belum pernah kami temukan kacang yang berwarna hijau seperti itu. "Mungkin pakai pewarna kesumba," tebak Amos.

Keesokannya Saya, Amos, dan seorang adiknya, Nesi bermain ke sabana di Utara kampung. Kami mencari buah kom, kegemaran anak-anak saat itu. Dalam bahasa Indonesia Kom adalah Bidara. Nama ilmiahnya Ziziphus mauritiana. Adi tidak ikut bersama kami sebab ia sedang berpuasa.

Seperti lazimnya anak kecil, kami akan terus mengulang-ulang percakapan tentang hal menarik yang baru pernah kami tahu. Kacang berwarna hijau itu salah satunya.

Saya menyebutnya kacang lebaran sebab kata Adi kacang itu untuk dihidangkan kepada tamu yang datang mengucapkan selamat Idul Fitri nanti. Amos lebih senang menyebutnya kacang Islam. Mungkin karena kacang berwarna hijau itu hanya ada di rumah Adi, satu-satunya keluarga Islam yang kami kenal di kampung.

Mendengar cerita kami, Nesi membujuk-bujuk minta diajak untuk kembali ke rumah Adi. Ia juga ingin tahu bentuk kacang itu dan mencoba rasanya. Karena saya dan Amos juga ingin mencicipi sekali lagi, dan bila perlu setiap hari, kami pun bersama-sama menuju rumah Adi.

Kami menjumpai Adi sedang memandikan ayam-ayam jago dengan air semprotan selang. Amos merasa tidak perlu basa-basi. Ia punya Nesi untuk dijual. "Nesi mau coba kacang yang hijau kemarin itu," kata Amos.

"Tunggulah hingga sore nanti saat sudah buka puasa," jawab Adi. Saat itu suara Azan tidak terdengar hingga ke kampung kami. Mungkin masjid yang kelak dibangun di kampung tetangga saat itu belum ada. Entahlah, saya lupa.

Setelah hari gelap, kami  dipanggil ke dalam. Stoples-stoples kue kering sudah berada di atas meja. Mungkin belum diangkat sejak kemarin atau baru diletakkan setelah Adi minta pada kakaknya.

Saat kami masuk, Kakak Adi yang SMA yang menerima kami di ruang tamu. Ia bertanya nama Amos dan Nesi. Nama saya ia ingat sebab ibu saya yang menolong kakak sulungnya melahirkan.

Ia lalu mempersilakan kami mengambil sendiri camilan dalam stoples di atas meja.

Dengan senang hati. Hanya stoples 'kacang lebaran' itu yang kami sasar. Pelan-pelan. Santun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun