Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Pilihan

Kebangkitan Nasional Tanpa Radikalisme Tak Berujung Merdeka

19 Mei 2018   15:00 Diperbarui: 19 Mei 2018   15:43 1916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aksi massa adalah media berdemokrasi yang konstitusional. Semua negara beradab mengakui dan mewadahi hak rakyat untuk berdemonstrasi karena paham bahwa tidak semua aspirasi politik terwadahi dalam politik parlementaris. Apalagi untuk konteks kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia yang parpol-parpolnya mengidap penyakit aristokrasi akut, hanya melayani kepentingan pendiri, pemilik, elit pengurus, dan cukong-cokong pendananya.

Rakyat tidak bisa terlalu berharap parpol-parpol itu mewakili kepentingan rakyat. Maka aksi massa adalah jalan alternatif bagi rakyat untuk berpolitik, untuk memperjuangkan kepentingan, aspirasi-aspirasinya agar didengarkan dan dipenuhi penguaha. Tidak ada yang salah dengan itu.

Radikalisme tidak harus berkaitan dengan kekerasan. Tiga serangkai Cipto Mangunkusumo, Douwes Dekker dan Ki Hajar Dewantara adalah kaum radikal. Soekarno adalah penganjur ulung radikalisme. Tanpa mereka Indonesia mungkin tidak akan merdeka. Apakah mereka main kekerasan? 

Aksi massa radikal yang dianjurkan Soekarno adalah "aksi massanya massa-aksi. Massa-aksi bukanlah sembarangan pergerakan massa, bukanlah sembarangan pergerakan yang orangnya ribuan atau berjuta-juta" tetapi "yang bewust dan insyaf ...  tidak amuk-amukan saja, melainkan konsekuen-radikal yang berdisiplin."

Begitulah, Tuan-Puan. Jadi sebelum dirimu ikut salah salah gunakan istilah radikalisme itu, ingatlah kata-kata Soekarno:

"Saya seorang nasionalis, tetapi nasionalisme saya adalah nasionalisme radikal daripada si melarat dan si lapar, yang bersumpah membongkar susunan masyarakat yang menolak padanya sesuap nasi ! ... . Contructivisme kita bukanlah contructivismenya kaum reformis yang warung-warungan dan kedai-kedaian itu, tetapi ialah contructivismenya radikalisme."

Maka tahun kemarin, ketika sebuah perguruan tinggi pendidikan agama minta saya bicara dalam seminar Harkitnas tentang bagaimana mencegah radikalisme di dalam kampus, saya katakan, bagaimana bisa begitu sebab justru sebaiknya radikalisme itu dianjurkan. Yang diperangi adalah fundamentalisme, adalah puritan dan aksi-aksi kekerasan. Yah, entah kecelakaan atau bagaimana, saya tak dihubungi lagi. Ketika kelak undangan dan ToR tertulis tiba di siang hari, seminar itu telah berlangsung sejak pagi. "Mohon maaf, Om, miskordinasi anak-anak panitia," kata Bu Dosennya. Tak apa-apa. Kebenaran itu pahit, Kakak.

Gelorakan radikalisme! Lawan fundamentalisme kaum puritan!! Selamat Hari Kebangkitan Nasional!!!

***

Tilaria Padika

18052018

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun