Mohon tunggu...
George
George Mohon Tunggu... Konsultan - https://omgege.com/

https://omgege.com/

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Mengintip Masjid-masjid Tertua yang Ada di Timor

20 Mei 2018   03:38 Diperbarui: 19 Juni 2018   05:30 4073
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Al Baitul Qadim di Kelurahan Air Mata.Dokpri

Yang sering tidak diketahui publik---termasuk oleh para peneliti sejarah kita ini---adalah bahwa Nyai Chili sebenarnya bukan nama orang, tetapi julukan yang seharusnya ditulis Nyaicili. Ini adalah sapaan bagi putri raja dalam Kesultanan Ternate.

Sekarang mari kita periksa dokumen surat-menyurat diplomatik Belanda dengan Solor. Ada 327 eksemplar surat yang bertitimangsa 30 September 1636 hingga 7 Februari 1809.

Surat yang tertua, 30 September 1636 menyebutkan penguasa setempat adalah Kaicili Pertawi. Kaicili adalah sapaan bagi pangeran dalam Kesultanan Ternate.

Surat selanjutnya, bertitimangsa 7 Agustus 1657  dan 15 Oktober 1663 menyebutkan penguasa Solor atas nama Nyai Cili. Dalam tiga surat berikutnya, hingga 1967 disebutkan penguasa Solor adalah Nyai Cili Muda. Kekuasaan Nyai Cili Muda atas Lohayong masih disebut dalam surat-surat hingga 14 Mei 1686.

Raja Lamakera, Sengaji Dasi baru mulai disebut dalam surat 11 September 1664 .Sementara Orang Kaya Menanga baru disebutkan pada surat 5 November 1770.  Dalam surat tersebut, Orang Kaya Menanga selalu disebutkan bersama dengan Sultan Parsiku. Dugaan saya, julukan Sultan Parsiku adalah pelafalan Belanda nama Syahbudin bin Salman Al Faris.

Sebagai pedagang, Syahbudin memang lebih cocok disebut Orang Kaya, bukan sengaji.

Dengan demikian, pengaruh Syahbudin baru ada 100 tahun kemudian setelah kekuasaan pangeran dan Putri Ternate di Solor. Maka lebih masuk akal jika penyebar Islam pertama di Solor adalah orang Ternate melalui kerajaan Lohayong dibandingkan pedagang Palembang melalui kerajaan Lamakera.

Perhatikan pula bahwa Raja Lohayong pada masa awal tidak disebut sebagai sengaji. Ini bisa jadi menunjukkan superioritas keturuann Ternate. Julukan sengaji adalah peninggalan Gajah Mata ketika meluaskan pengaruh Majapahit ke negara-negara mitra di kawasan Timur Nusantara. Julukan ini diperuntukkan bagi perwakilan Majapahit di kerajaan-kerajaan itu, semacam duta besar.

Saat ini ada upaya asal njeplak bahwa istilah sengaji berasal dari 'sang haji' yang diperuntukan bagi ahli agama. Ini adalah salah besar. Bahwa sengaji diperkenalkan Majapahit terdapat dalam naskah kuno warisan Bima, Bo Sangaji Kai.

Ketika Majapahit runtuh dan Kesultanan Ternate berjaya di kawasan Timur, gelar ini masih dipakai untuk bangsawan lokal yang berkuasa di wilayah-wilayah yang berada di bawah pengaruh Ternate.

Demikian pula dalam hal penyebaran Islam pertama di Kupang, kedatangan Atu Laganama dan Sengaji Susang yang menggantikannya disebutkan di dalam dokumen-dokumen Belanda (Baca misalnya Hans Hagerdal,"White and Dark Stranger Kings: Kupang in the Early Colonial Era"). Begitu pula riset peneliti Indonesia yang lebih kontemporer seperti thesis Stella Aleida Hutagalung, "Being Muslim in a Christian Town: Variety, Practices, and Renewal," Juli 2015.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun