Temu Inklusi 2018 ini pun menjadi ruang berbagi inovasi-inovasi terbaru gerakan sosial difabel di Indonesia. Selain itu, menjadi tolok ukur dalam menjawab persoalan-persoalan yang timbul di kehidupan sosial difabel.
Tentunya dalam mengakomodir kebutuhan difabel akan kebutuhannya terkait aksesibilitas infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat, bukanlah merupakan hal yang mudah. Banyak difabel yang bermukim di desa, namun desa pulalah yang sering menjadi tempat peminggiran dan diskriminasi bagi difabel.
Meskipun demikian, bukan berarti melibatkan difabel sebagai subyek pembangunan tidak dapat diwujudkan. Saat ini telah banyak lembaga yang mempunyai program terkait pelibatan dalam subyek pembangunan.
Dalam acara Temu Inklusi 2018 ini saya pun berkesempatan mengikuti Lokakarya Tematik dari Program Peduli Foundation tema dari Lokakarya Tematik ini mengangkat isu tentang 'Agama, Budaya dan Difabel'.
Menghadirkan dua narasumber yaitu Herman Sinung Janutama yang mewakili difabel dari perspektif budaya, seorang pemerhati budaya serta penulis buku berjudul Difabel dalam Kacamata Budaya Jawa. Hadir pula narasumber yang mewakili difabel dari perspektif agama yaitu, KH. Imam Aziz, ketua PBNU.
Herman Sinung Janutama mengemukakan pendapatnya tentang difabel dalam masyarakat Jawa itu adalah bhineka tunggal ika, difabel atau tidak semua sama. "Golong Gilig Trajumanggala" sendiri merupakan sebuah nasihat agar seluruh lapisan masyarakat bersatu padu untuk menciptakan tatanan kehidupan yang adil dan makmur.
"Pendidikan Wayang itu refleksi dan alat peraga di dalam masyarakat Jawa. Maka, ada wayang yang secara fisik tidak sempurna seperti tokoh-tokoh dalam Punokawan. Aggotanya terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong."
Namun, apakah semua pecinta wayang, terutama generasi muda yang gemar menonton pertunjukan tradisional ini mengetahui apa makna dan filosofi yang terkandung dari tiap tokoh di Punokawan itu sendiri?
Dengan demikian dapat dikatakan setiap tokoh dalam pewayangan mewakili sifat dan watak dari manusia sehingga cerita yang ada dalam pewayangan dapat menjadi pembelajaran untuk memaknai hidup.