Mohon tunggu...
Tikha Novita Sari
Tikha Novita Sari Mohon Tunggu... Lainnya - Tutor Bimbel, Guru Privat, Freelance Writer

📝 Jatuh cinta sama kutipan ini: "Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapa pun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh di kemudian hari." - Pramoedya Ananta Toer -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Semangat Pencapaian Desa Inklusi 2018

31 Oktober 2018   18:57 Diperbarui: 2 November 2018   07:35 799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bincang Temu Inklusi 2018.

Temu Inklusi 2018 ini pun menjadi ruang berbagi inovasi-inovasi terbaru gerakan sosial difabel di Indonesia. Selain itu, menjadi tolok ukur dalam menjawab persoalan-persoalan yang timbul di kehidupan sosial difabel.

Eko salah satu barista dari YAKKUM.
Eko salah satu barista dari YAKKUM.
Agenda dua tahunan Temu Inklusi yang digelar ketiga kalinya ini mengangkat tema Indonesia Inklusi 2030 Melalui Inovasi dan Kolaborasi yang digelar di Desa Plembutan, Playen, Gunungkidul, selama tiga hari. Kolaborasi yang dilakukan dengan jajaran pemerintahan khususnya desa ini, bertujuan untuk menyampaikan pesan kesiapan menuju desa inklusif.

Tentunya dalam mengakomodir kebutuhan difabel akan kebutuhannya terkait aksesibilitas infrastruktur dan pemberdayaan masyarakat, bukanlah merupakan hal yang mudah. Banyak difabel yang bermukim di desa, namun desa pulalah yang sering menjadi tempat peminggiran dan diskriminasi bagi difabel.

Meskipun demikian, bukan berarti melibatkan difabel sebagai subyek pembangunan tidak dapat diwujudkan. Saat ini telah banyak lembaga yang mempunyai program terkait pelibatan dalam subyek pembangunan. 

Dalam acara Temu Inklusi 2018 ini saya pun berkesempatan mengikuti Lokakarya Tematik dari Program Peduli Foundation tema dari Lokakarya Tematik ini mengangkat isu tentang 'Agama, Budaya dan Difabel'. 

Menghadirkan dua narasumber yaitu Herman Sinung Janutama yang mewakili difabel dari perspektif budaya, seorang pemerhati budaya serta penulis buku berjudul Difabel dalam Kacamata Budaya Jawa. Hadir pula narasumber yang mewakili difabel dari perspektif agama yaitu, KH. Imam Aziz, ketua PBNU.

Herman Sinung Janutama mengemukakan pendapatnya tentang difabel dalam masyarakat Jawa itu adalah bhineka tunggal ika, difabel atau tidak semua sama. "Golong Gilig Trajumanggala" sendiri merupakan sebuah nasihat agar seluruh lapisan masyarakat bersatu padu untuk menciptakan tatanan kehidupan yang adil dan makmur. 

Lokakarya Tematik di Balai Dusun Wiyoko.
Lokakarya Tematik di Balai Dusun Wiyoko.
Lebih lanjut ia pun menjelaskan bahwa pergaulan antar sesama manusia itu sebenarnya sudah diberitahukan melalui tokoh-tokoh pewayangan. Lewat wayang digambarkan bagaimana cara mengajarkan unggah ungguh atau interaksi antar sesama manusia. 

"Pendidikan Wayang itu refleksi dan alat peraga di dalam masyarakat Jawa. Maka, ada wayang yang secara fisik tidak sempurna seperti tokoh-tokoh dalam Punokawan. Aggotanya terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong."

Namun, apakah semua pecinta wayang, terutama generasi muda yang gemar menonton pertunjukan tradisional ini mengetahui apa makna dan filosofi yang terkandung dari tiap tokoh di Punokawan itu sendiri?

Dengan demikian dapat dikatakan setiap tokoh dalam pewayangan mewakili sifat dan watak dari manusia sehingga cerita yang ada dalam pewayangan dapat menjadi pembelajaran untuk memaknai hidup. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun