Mohon tunggu...
Tika We
Tika We Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Mahasiswi pasca sarjana Statistika Sosial di University of Southampton, Inggris.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Post Journo Syndrom

11 September 2013   09:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:04 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Searching

What you cannot find if you ain't got the feeling

Sailing through this life always pretending

Living a lie won't even get you by..

Sejak saat itu, aku seperti dikutuk menguntit Riza. Penugasan seputar gaya kepemimpinan, perkembangan bisnis, hingga hobinya selalu jatuh padaku. Bagusnya, aku punya akses langsung ke Riza. Dari percakapan di Whatsapp dan Viber, satu headline pun jadi: Wawancara Eksklusif dengan Riza Delano: Ceraikan Kenzo, RMN Incar E-commerce Taiwan.

Berita itu melambungkan kembali nilai saham RMN Group setelah jatuh terseok-seok ditinggal pemain asing hampir dua pekan. Aku dan Riza pun semakin dekat. Kami bisa ngobrol enak tentang jazz, romantisme Prancis, atau hati angsa yang mahalnya nggak kena logika. Tak jarang dia mengajakku makan malam di rooftop apartemennya. Hampir tiap akhir pekan pun kami selalu punya waktu bertemu di Jazzy Lounge.

Semoga Andri tidak menganggapku sedang selingkuh. Toh setelah aku berhenti bekerja di media, Riza juga hilang tanpa kabar. Dia sudah populer sekarang. Aku tak lagi dibutuhkan. Menyedihkan. Bagaimana nggak kena post-journo syndrome kalau begini ceritanya?

Ya sudahlah. Aku masih punya Andri. Walaupun aku baru mengenalnya dua tahun lalu di jejaring sosial Livemocha, aku sangat percaya padanya. Termasuk janji Andri akan datang hari ini. Sudah satu jam aku menantinya di restoran cepat saji terminal 2D Bandara Soeakarno Hatta. Andri, aku janji akan ceritakan padamu semua kisahku dengan Riza. Seperti katamu, tak ada rahasia antara kita.

“Tebak siapa hayo?” suara bariton yang dilengkingkan tiba-tiba terdengar bersamaan tangan yang menutup dua mataku dari belakang.

“Andri..!!” tanganku menarik paksa dua tangan asing itu. Tebakanku benar. Andri tidak lagi maya. Andri bukan lagi nickname belaka. Dia kini ada di hadapanku. Aku bangkit dan memeluknya erat. Andri membalas dekapanku, hangat.

“Maaf membuatmu menunggu lama.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun