Searching
What you cannot find if you ain't got the feeling
Sailing through this life always pretending
Living a lie won't even get you by..
Sejak saat itu, aku seperti dikutuk menguntit Riza. Penugasan seputar gaya kepemimpinan, perkembangan bisnis, hingga hobinya selalu jatuh padaku. Bagusnya, aku punya akses langsung ke Riza. Dari percakapan di Whatsapp dan Viber, satu headline pun jadi: Wawancara Eksklusif dengan Riza Delano: Ceraikan Kenzo, RMN Incar E-commerce Taiwan.
Berita itu melambungkan kembali nilai saham RMN Group setelah jatuh terseok-seok ditinggal pemain asing hampir dua pekan. Aku dan Riza pun semakin dekat. Kami bisa ngobrol enak tentang jazz, romantisme Prancis, atau hati angsa yang mahalnya nggak kena logika. Tak jarang dia mengajakku makan malam di rooftop apartemennya. Hampir tiap akhir pekan pun kami selalu punya waktu bertemu di Jazzy Lounge.
Semoga Andri tidak menganggapku sedang selingkuh. Toh setelah aku berhenti bekerja di media, Riza juga hilang tanpa kabar. Dia sudah populer sekarang. Aku tak lagi dibutuhkan. Menyedihkan. Bagaimana nggak kena post-journo syndrome kalau begini ceritanya?
Ya sudahlah. Aku masih punya Andri. Walaupun aku baru mengenalnya dua tahun lalu di jejaring sosial Livemocha, aku sangat percaya padanya. Termasuk janji Andri akan datang hari ini. Sudah satu jam aku menantinya di restoran cepat saji terminal 2D Bandara Soeakarno Hatta. Andri, aku janji akan ceritakan padamu semua kisahku dengan Riza. Seperti katamu, tak ada rahasia antara kita.
“Tebak siapa hayo?” suara bariton yang dilengkingkan tiba-tiba terdengar bersamaan tangan yang menutup dua mataku dari belakang.
“Andri..!!” tanganku menarik paksa dua tangan asing itu. Tebakanku benar. Andri tidak lagi maya. Andri bukan lagi nickname belaka. Dia kini ada di hadapanku. Aku bangkit dan memeluknya erat. Andri membalas dekapanku, hangat.
“Maaf membuatmu menunggu lama.”