Cerita bagian 1:
Tubuh wanita 30an itu sudah separuh yang terlihat. Daster transparannya tidak lagi benar menutup sebagian tubuhnya.
Bekas-bekas kemolekan seorang Wiwik, bunga kampung, masih nampak jelas. Padahal, tidak ada perawatan khusus yang ia lakukan. Jangankan ke salon, merawat kuku pun sering ia tinggalkan. Kemolekannya, masih belum ada yang menandingi dalam kurun waktu satu dasa warsa ini. Setidaknya untuk sedesa.
"Wik, mbok kalau ada kaji Dullah yang biasa saja...".
Mata lelah Wiwik membanting kesana kemari, mencari ruang yang pas untuk menumpahkan rasa hati. Bukan tidak ada tempat untuk menempatkan fokus tatapan, tetapi habis sudah setiap sudut dapur sederhana rumah tua ayahnya ia titipi butir-butir air mata.
Wanto 11 tahun sudah, kurang dua bulan genap berusia 12 tahun. Hampir selama itu, bening kelopak gadis wiwik melelehkan kesedihan. Gurat kecantikan tak juga beranjak dari putri tunggal mantan petinggi desa.
Jauh sebelum ada kegetiran, ia perawan idaman. Status sang Bapak memperkuat nilai idaman yang sudah dimilikinya. Sebab itu pula, puluhan perjaka gemetaran membangun keberanian untuk menyentuhnya.
Sisa-sisa kebesaran itu, sebagian telah redup. Tetapi, keredupan itu telah melahirkan kemolekan yang lain. Mungkin sudah garis hidupnya, ia ditakdirkan memiliki kekuatan aurora cinta bagi lawan jenisnya.
Cinta pertamanya kandas di ujung keputusan orang tua. Ia harus mengubur rasa itu bersama jasad yang terbujur kaku. Ikhsan, menjemput ajal diperantauan, menggenggam sejuta kasih sayang. Pemuda desa yang dulu sedang naik daun potensi sepak bolanya.
"Kamu tidur saja Wik, kamu lelah...". Membuyarkan lamunan wiwik yang tanpa sadar sudah bersimpuh dipangkuan si Mbok.
Ia tak berhasrat memenuhi ucapan maknya. Membiarkan tangan keriput mengusap wajah basah air mata. Nafas tak lagi menghentak! Jemari lentik, dengan sebuah cincin mungil menggenggam erat lengan Mbok. Pagi yang hampa.
"Aku ngga menyangka apapun dengan kaji Dullah, Nduk. Tapi seperti itulah perasaan ku was-was saja". Timpal si Mbok, seperti ingin menjernihkan maksud ucapannya.
Wiwik tetap tidak bergeming, ia cengkeram sekuatnya lengan emak, seraya membenamkan kepala di pangkuan.