Gardu tasbe adalah inovasi gerakan terpadu berantas TB-PARU, yang mana kematian akibat TB-Paru masih sangat tinggi Di indonesia, pada tahun 2017 tercatat 446.000 dan pada tahun 2018 kasus TB-Paru meningkat menjadi 566.000 sementara itu jumlah kematian akibat TB- Paru 1.3 juta Kematian dalam rentang waktu (1,2,3 dan 4 tahun).Â
Indonesia beragam budaya bahasa dan tradisi, dan tradisi di indonesia tersebut masih sangat kental dan turun temurun dari nenek monyang, seperti hal dalamnya penyakit TB-Paru dalam masyarakat sering dianggap sebagai penyakit kutukan, atau penyakit adum atau guna-guna sehingga masyarakat enggan untuk berobat ke petugas kesehatan dan menyulitkan petugas kesehatan dalam menemukan kasus TB-Paru, hal ini membuat petugas kesehatan bergerak dalam aksi inovasi GARDUTASBE, yaitu aksi petugas kesehatan dalam gerakan terpadu berantas TB-Paru dengan mendekatkan diri kepada masyarakat melalui gerakan terpadu berantas TB-Paru bersama lintas sektoral yaitu kepala desa, camat, dan pembentukan kader TB-paru dengan beberapa kegiatan dari petugas kesehatan seperti :
1. Pelacakan kontak TB-Paru
2. Sweeping kontak TB-Paru
3. Penemuan dini kasus baru pada pasien TB-Paru
4. Mengantaran obat TB-Paru
5.Penjemputan sputum pada pasien TB-Paru
6. Pengantaran rujukan TB-Paru ke rujukan rumah sakit (dijemput dari rumah pasien kerumah sakit, sehingga pasien tidak perlu keluar rumah)
7. Pendampingan makan obat pada pasien TB-Paru
8. Pemantauan pada pasien TB-Paru
9. Pembentukan kader TB-Paru dengan instentif dari swadaya masyarakat dan dana desa
10. Dan pembentukan pos TB-Paru yg didanai melalui swadaya masyarakat dan dana desa.
11. Sosialisasi serta penyuluhan TB-Paru yang dilakukan petugas kesehatan baik melalui dana BOK maupun dana Desa dengan mengundang petugas kesehatan ke desa-desa.
Sehingga dalam pengobatan TB-Paru sangat memudahkan pasien, jika ada masyakarat mengalami gejala batuk lebih dari 2 minggu,nafsu makan berkurang, berkeringat dingin dimalam hari, dan berat badan menurun, maka sampai ke kader TB-Paru atau ke Pos TB-Paru di desa sehingga kader TB-Paru dan Bidan Desa akan menyampaikan kepetugas puskesmas kemudian petugas puskesmas akan melakukan pemeriksaan sptum, mulai dari skreening, penjemputan sputum ke rumah suspeck TB-Paru, pengantaran obat, Pendampingan obat, pengantar rujukan bila diperlukan pemantauan pada pasien TB-Paru sampai pasien dinyatakan sembuh.
 Budaya, sosial dan prilaku sangat mempengaruhi dalam pemberantasan penyakit TB-Paru, karena masyakarakt masih primitif, dan masih kental terhadap tradisi nenek moyang dalam hal pandangan penyakit TB-Paru sebagai kutukan atau guna-guna sehingga sangat perlu peran dari camat, kepala desa, kader dan masyarakat dalam mensosialisasikan penyakit TB-Paru.Â
Kartika setyariniÂ
Mahasiswa S.2 Public Health
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H