Mohon tunggu...
Tiarna Samosir
Tiarna Samosir Mohon Tunggu... Guru - Guru

Sosial, Lingkungan dan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kutilang dan Pohon Jambu Kelutuk

18 Mei 2024   16:48 Diperbarui: 18 Mei 2024   16:51 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku lupa kapan tepatnya mulai memperhatikan kicauan burung itu. Setahun? Dua tahun? Tiga Tahun? Aku tak tahu pasti. Tetapi akhir-akhir ini, kicau burung itu telah menemani pagiku yang ceria. Keceriaan burung itu mempengaruhi pagiku yang sibuk. Maklum, ibu dari 3 putra yang harus mempersiapkan kebutuhan sarapan pagi seluruh anggota keluarga. Memang tidaklah mesti menggunakan kata  harus, anak-anak masih bisa mengambil peran beberapa pekerjaan untuk membantuku.

Namun kesibukan belajar anak sekarang begitu padat. Kadang tak tega juga memberi tanggungjawab tambahan bagi mereka. Meskipun benar bahwa memberi tugas pekerjaan di rumah  perlu untuk melatih kemandirian dan tanggungjawab. Anak-anak tetap membersihkan kamarnya di akhir pekan. Membantui memperhatikan  mesin cuci yang bekerja pada sabtu sore merupakan kesepakatan yang sudah dibangun, ketika mereka masih usia belia. Ditambah bergotong royong dengan ayah 1 jam  di minggu pagi. Semuanya itu sudah dapat melatih tanggung jawab, kepedulian dan kemandirian mereka kelak. 

Kicau burung itu terdengar dekat dengan dapur kecilku. Kucoa untuk memperhatikan pohon jambu klutuk tidak jauh dari jendela, samar telihat bayang seekor burung kecil. 

Pohon jambu klutuk itu selama ini menjadi tempat anak-anak komplek bergelantungan mencari buah yang bisa dimakan. Biasanya anak-anak itu itu bermain di sekitar rumah. Ketika mereka lelah bermain, salah seorang yang kebetulan melihat ada buah yang sudah cukup tua, meski belum matang, akan segera memanjat. 

Jika kebetulan aku ada di rumah, mereka akan permisi

"Bu, boleh kami ambil buah jambunya?" tanya seorang anak.

"Apakah ada yang matang?, aku balik bertanya.

"Ada beberapa,Bu" sahut mereka serentak.

"Baiklah. Hati-hati saat memanjat, ya", pesanku.

Anak-anak itu segera berlarian memanjat paling dulu untuk mendapatkan buah terbaik.

Kami tidak pernah berharap untuk panen jambu dari pohon itu. Beberapa pohon yang ditanam di pinggir jalan itu hanya upaya kesadaran  pentingnya menanam pohon. Biasanya, sebuah komplek  perumahan akan menggunakan air tanah untuk sumber air. Jika tidak ada pohon penahan air hujan, maka cadangan air tanah akan terbatas untuk semua keluarga penghuni perumahan. Benar saja. Ketika musim kemarau panjang tiba, banyak sumur bor yang kering. Keperluan air untuk mencuci menjadi sebuah keslitan. Banyak ibu-ibu harus pergi ke sungai atau sumber air lain untuk mencuci. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun