Padahal aku merasa bolu itu terlalu manis dilidah. Tapi syukurlah ada yang menggemarinya.
"Inong, ini kopimu" dengan was-was menanti jawaban apa yang akan kuterima.Â
Perasaan seperti ini begitu menyiksa. Kurasakan kerongkonganku tersekat menanti jawaban.
"Iya" sahutnya.Â
Sepertinya ia sudah lupa peristiwa kemarin. Peristiwa yang membuatnya begitu sedih hingga meratap.
Huffff. Leganya perasaanku. Ringan langkahku melanjutkan pekerjaanku. Kalaupun tak sempat membersihkan lantai, setidaknya piring di wastafel dan meja sudah bersih saat kutinggal bekerja.
Tampaknya semua berjalan baik. Berjalan baik? Tidak. Tak ada pujian yang kuperoleh dari dua potong bolu yang kusajikan. Isi gelas hanya berkurang sedikit. Sepotong bolu hanya berkurang segigitan.
Dengan langkah pelan aku berjalan menuju sepeda motor kesayanganku.
"Aku berangkat, Inong. Makanan sudah ada di tempat biasa" kataku lambat.
"Kamu, ya. Pura-pura baik. Kamu itu orang yang kejam" suara bentakan itu hanya sedikit memprovokasi perasaanku. Omelan berkepanjangan kuterima pagi itu.
"Aku, kan sudah minta maaf, Inong" sahutku berusaha tetap tenang.