Mohon tunggu...
Fiksiana

Menyayangi Ayah Melalui Novel, Ayahku Bukan Pembohong

20 Februari 2018   15:19 Diperbarui: 22 Februari 2018   08:42 2658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

       Nama penulis Tere Liye melambung tinggi setelah tulisannya yang berjudul Hafalan Sholat Delisa muncul di layar kaca. Dan tahukah kalian bahwa dari sekian banyak novel ciptaan Tere Liye, novel Ayahku Bukan Pembohong satu-satunya cerita yang mengetengahkan tema kasih sayang seorang ayah terhadap anak laki-lakinya. Novel ini menceritakan mengenai seorang anak yang didik melalui dongeng yang berasal dari kisah-kisah hebat sang ayah. Sampai di satu titik, anak tersebut (tokoh aku dalam cerita) memilih untuk berhenti mendengar kisah hebat sang ayah dan menyatakan bahwa ayahnya adalah seorang pembohong. Jika dikaji lebih dalam, novel ini kaya dengan unsur-unsur kekeluargaan, makna-makna kehidupan, serta cara unik mendidik seorang anak. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut.

  • "Hentikan omong kosong ini!" aku berteriak. "Aku tidak pernah percaya cerita-cerita Ayah. Si Raja Tidur itu dusta, tidak ada satu pun catatan mengenai dirinya. Apel emas, layang-layang raksasa,itu hanya ada di buku cerita. Dan Ayah mengarang-ngarang dari sana."(hal.236)

  • "Nah, Dam selamat melanjutkan hidup. Apa kata pepatah, hidup harus terus berlanjut, tidak peduli seberapa menyakitkan atau seberapa membahagiakan, biarkan waktu yang menjadi obat. Kau akan menemukan petualangan hebat berikutnya di luar sana." (hal.244)

  • "Kau telah berhasil mendidiknya menjadi anak yang berbeda sekali...sungguh diak akan tumbuh besar dengan pemahaman yang baik, hati dan kepala yang baik. Meski itu terlihat aneh dan berbeda dibandingkan jutaan orang lain." (hal 61)

     Dalam novel ini, tokoh Ayah bukan hanya digambarkan sebagai sosok ayah penyang yang ideal tetapi juga sebagai sosok sederhana, bijaksana, dan selalu berprasangka baik (selalu memandang segala hal dari sisi positif). Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Ayah tidak menjadi hakim agung. Ayah memilih jalan hidup sederhana. Berprasangka baik ke semua orang, berbuat baik bahkan pada orang yang baru dikenal, menghargai orang lain, kehidupan dan alam sekitar. Itu jalan hidup Ayah." (hal.295)

     Tokoh Dam digambarkan oleh penulis sebagai seorang anak yang penyayang, pantang menyerah, baik dan sabar. Walaupun dikenal sebagai sosok anak yang sempurna, Dam tetaplah seorang anak kecil yang pastinya juga memiliki sifat seperti anak kebanyakan. Sifat keras kepala dan jahil juga dimiliki olehnya. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Aku dulu selalu memeluk Ibu, memijatnya, menemaninya setiap malam." (hal 258)

  • "Tangan dan kakiku terus mengayuh. Setengah jam berlalu, satu anak sudah berhenti di ujung kolam tersenggal dan menyerah. Aku mengertakan gigi. Aku bisa bertahan lebih lama dari itu." (hal 28)

  • "Dia anak yang baik. Dia menjaga wanita tua ini sepanjang perjalanan." (hal 174)

  • "Antrean panjang. Beberapa mahasiswi bergegas dalam barisan, berkata bahwa kelas segera mulai, dan mereka akan terlambat. Aku mengangguk, membiarkan mereka menyalipku." (hal 245)

  • "Kau saja keras kepala seperti ini, apalagi Ayah" (hal 274)

  • "Akuilah kalau kau sengaja menjadikan ulang tahunku sebagai alasan melanggar peraturan," Retro mendesakku. (hal 132)

     Tokoh Ibu digambarkan sebagai sosok ibu yang sangat penyang dan sabar. Disambing sifat ibu yang lebut, tokoh Ibu dalam cerita juga digambarkan sebagai sosok yang sederhana dan tegas.  Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Siapa bilang dia boleh makan kue itu? Dia masih dihukum," Ibu yang mengiringi langkah Ayah protes." (hal.40)

  • "Ibu juga sayang kau, Sayang" (hal 94)

  • "Ibu kau bahagia, Dam, meski harus melupakan hari- hari hebatnya. Meski hidup sederhana, tidak memiliki perhiasan, kamana-mana naik angkutan umum. Dia paham dan memilih jalan itu." (hal 295)

     Tokoh Taani dalam cerita mengalami dua fase, saat dia kecil,sebagai teman sekelas Dam, dan setelah dewasa, sebagai istri Dam. Tokoh Taani ini digambarkan sebagai sosok yang pintar, cakap, pengertian dan penyayang.  Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Taani bahkan sudah menyelesaikan tugas akhirnya, lulus lebih cepat dibandingkan siapapun-sejak SMP ia memang paling pintar." (hal 251)

  • "Toko bunga Taani bertambah menjadi dua.  Ia pandai mengurus rumah, mengurus Zas dan Qon, mengurusku, serta mengurus toko dan kebun bunganya sekaligus.'' (hal 272)

  • Wajah taani terlipat, ia tidak tertarik dengan gurauanku. "Sudah saatnya Ayah tinggal bersama kita Dam. Harus ada yang mengurusnya." (hal 272)

     Tokoh Zas dan Qon, adalah anak dari sepasang suami istri, Dam dan Taani. Zas anak laki-laki pertama dan Qon anak kedua, seorang perempuan. Mereka  digambarkan sebagai sosok anak imut yang memili rasa ingin tahu yang besar. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Biarakan Ayah menikmati sedikit waktu dengan cucunya yang menggemaskan." (hal 7)

  • Zas dan Qon bertanya antusias setelah gagang telepon diletakkan kembali, "Kakek bilang apa? Kakek bilang apa?" (hal 64)

     Tokoh Jarjit digambarkan sebagai sosok yang sombong, jahat dan suka menghina pada awal cerita. Sesampainya dipertengahan cerita, Jarjit yang digabarkan sebagai sosok yang berhati besar. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Kau semalam menonton tidak, Pengecut?" Jarjit menoleh kepadaku. "Atau jangan-jangan di rumah kau tidak ada televisi?" (hal 22)

  • "...Yah, tanda tangan di bola itu, yang kuminta langsung darinya, tahukan?" suara jarjit terdengar di langit-langit kelas. (hal 28)

  • "Dengan penutup kepala sebaik ini aku tidak perlu memotong rambut kebanggaanku." (hal 86) Penutup kepala yang dimaksud adalah pemberian Jarjit, penutup kepala itu sangat menolong Dam yang rambutnya terancam dipotong.

     Tokoh Retro, teman Dam di Akademi Gajah, digambarkan sebagai sosok yang ceplas ceplos, cerdik, waspada dan keras kepala dalam novel ini. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Kami menunggu pohon apel di rumah kaca hingga sekolah mulai gelap, dan tidak ada satupun buahnya yang jatuh. Tidak sabar, Retro mengusulkan memetik saja salah satu buah yang terlihat merah matang." (hal 121)

  • "Aku teman sekamarmu, bagaimana mungkin namaku tidak ada?" Retro berseru sebal... "Namaku harus ada!" Retro mengancam, tangannya bergerak cepat, hendak merampas kertas di tanganku." (hal. 208)

     Dalam novel ini, jalan cerita disajikan dalam bentuk plot campuran. Ada alur maju dan juga mundur. car apenulisannya menarik , tetapi sedikit sulit dipahami baca par apemula pembaca novel. Hal ini dapat diidentifikasi dari cuplikan berikut.

  • "Dua hari berlalu. Sejauh ini tidak banyak lagi teman yang sibuk bertanya soal sang Kapten kepadaku." ( hal 95)

  • "Malam itu, hingga dua tahun ke depan, kisah tentang sang Kapten menyingkirkan cerita-cerita lain. (hal 18)

  • "Kemarin aku dan Retro sengaja mengambil dua buku itu, dengan perhitungan ketika petugas tahu, kami sudah jauh di kota masing-masing." (hal 170)

  • "Tiga puluh tahun lalu. "Kau sudah mengantuk, Dam?" Ayah tertawa menatapku. Aku menggeleng kuat-kuat. "(hal 10)

     Dalam penyajiannya, Novel Ayahku Bukan Pembohong didominasi oleh empat titik penting yang menjadi pusat dari pembangunan cerita. Empat tempat itu terdiri dari Akademi Gajah, rumah sakit, pemakaman, dan ruang keluarga. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut

  • "Tetapi di atas segalanya, setelah enam bulan tahun ketigaku di Akademi Gajah berjalan luar biasa, perubahan paling besar adalah untuk pertama kalinya aku memilik harapan mengumpulkan uang yang cukup banyak." (hal 210)

  • "Sepanjang lorong rumah sakit, dokter menjelaskan situasi.  Ayah belum siuman. Mereka belum serius atau tidak." (hal 286)

  • "Antrean pelayat mengular panjang. Pemakan ini dihadiri walikota, keluarga besar Jarjit, teman-teman sekolahku, teman-teman klub renang, tetangga, kolega, dan kenalan Ayah yang sebagian besar tidak kukenali." (hal 297)

  • "Di ruang keluarga, Zas dan Qon bereut posisi memijat bahu Ayah." (hal 34)

      Tidak hanya latar tempat yang membangun jalannnya cerita, tetapi juga latar waktu yang penulis gambar dengan jelas. Hal ini menbuat pembaca dapat lebih mudah untuk membayangkan keadaan yang ingin disampaikan oleh penulis, Tere Liye. Ada tiga latar waktu yang dominan yaitu di pagi, malam dan sore hari. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Sore ini kolam renang kota kami ramai." (hal 43)

  • "Pagi ini setelah mendengar penyelidikan amatiran Taani, masalah ini tidak akan selesai dengan perkelahian." (hal 69)

  • "Malam ini juga kami melakukan operasi atas komplikasinya." (hal 233)

     Novel Ayahku Bukan Pembohong menggambarkan tren (latar social) masa kini; dimana hubungan seorang ayah dan anak laki-laki biasanya kaku di masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari cuplikan berikut.

  • "Kau tahu, sembilan puluh sembilan persen anak laki-laki tidak pernah mau lagi dipeluk ayah mereka sendiri setelah tumbuh dewasa. Padahal sebaliknya, Sembilan puluh sembilan persen dari ungkapan hati terdalamnya, seorang ayah selalu ingin memeluk anak laki-lakinya." (hal 257)

     Dalam pengemasan novel Ayahku Bukan Pembohong ini menggunakan sudut pandang orang pertama, pelaku utama. Hal ini dapat kita ketahui dari cuplikan berikut.

  • "Aku semakin tersengal memperhatikan dari ujung ruangan.'' (hal 8)

  • "Aku mendongak sejenak. Ada Sembilan formsi layang-layang besar di atas sana."(hal 297)

     Seperti yang tertera pada paragraph pertama, novel ini kaya akan makna-makna kehidupan. Penjelasannya disampaikan dengan gaya penulisan yang indah (majas). Hal ini dapat kita lihat dari cuplikan berikut.

  • "Sejak aku tahu ibu sakit-sakitan, paham bahwa Ibu punya kelainan bawaan yang membuat ia seperti rumus matematika, sehat tiga-empat bulan, jatuh sakit satu-dua minggu. Sakit kali ini tidak biasa. Sudah sebulan, ini berarti rekor sakit terlama" (hal. 175)

  • "Sayangnya aku harus menumpang kereta api yang bergerak seperti siput, delapan jam." (hal 230)

  • "Wajah mahasiswa jurusanku tertekuk seperti gambar arsitek." (hal 245)

  • "Itulah hakikat sejati kebahagiaan, Dam. Ketika kau bisa membuat hati bagai danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata." (hal. 293)

     Novel Ayahku Bukan Pembohong ini ditulis oleh sang Penulis ketika penulis, Tere Liye, sedang merasa bahagia. Hal ini terbukti, ketika menulis novel ini, Tere Liye sedang menunggu kelahiran anak pertamanya Pasai, yang sudah berumur tujuh bulan dalam kandungan. Naskah novel ini selesai sebulan sebelum Pasai lahir, Juni 2010.

    Pengarang novel Ayahku Bukan Pembohong ini, berasal dari Pulau Sumatera. Yang sedikit banyaknya mempengaruhi bahasa yang beliau gunakan dalam menuliskan cerita. Seperti penggunaan kata 'kau'. Tidak sampai disitu saja, novel ini yang dibangun dengan ide-ide sederhana seperti, kebahagian itu sedehana; dunia anak-anak yang indah;kasih sayang keluarga adalah segalanya; berparalel dengan novel-novel yang sebelumnya pernah penulis buat.

Daftar Pustaka

http://hildarmildaaplikom.blogspot.co.id/2017/11/analisis-novel-ayahku-bukan-pembohong.html

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun