"Atas nama siapa?"
Lalu aku jawab, namaku.
Matanya berbinar. Mulutnya berbentuk bulan sabit.
Tangannya dengan cekatan mengambil sebuah gelas plastik.
"Oke, nama kakak ya!"
Namaku sering dipakai orang. Tidak spesial. Tapi, jika salah mendengar,
itu bukan namaku lagi.
Lalu aku ulang, namaku.
"Iya siap, namanya nama kakak ya!" sambil ia manggut-manggut.
Namaku mudah ditulis dan dieja, Tapi, jika salah mendengar,
itu bukan namaku lagi.
Sesungguhnya, namaku, sering berubah. Dikarenakan teman-teman sebanya si mbak ini.
Mereka penganut ilmu paham tapi, engga paham.
"Silahkan kak, minumannya."
Lalu aku berpikir. Yang manggut-manggut belum tentu paham. Apalagi yang sering melontarkan kata "Iya"
Ah, itu hanya sebuat kata.
Sekarang, siapa yang mau meresapi sebuah kata?
Atau bahkan, huruf, yang stratanya lebih rendah.
Pokoknya, dengan kehangatan dari minuman itu, namaku kurang huruf K.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI