Ungkapan populis tersebut bisa kena dengan kerja Bu Risma. Apa yang baik yang telah dilakukannya belum tentu baik di mata orang lain. Karena memang demikianlah adanya bahwa: manusia memiliki daya kritisisasi terhadap suatu fenomen. Ada hasrat untuk selalu mengafirmasi atau menegasi apa pun, termasuk kebaikan.Â
Selain itu, perasaan emosional yang tidak simpatik dengan orang lain bisa menutup akal sehat. Apalagi, orang yang berpandangan seperti ini merasa terusik atau terpojokkan dengan kehadiran orang lain yang lebih baik, kreatif, dan enerjik. Yah, demikianlah persaingan di antara manusia. Persaingan yang sehat vs tidak sehat; positif vs negatif.
Walaupun mendapat segudang isu miring atas kerjanya, Bu Risma tetap melakukan apa yang baik, yakni menyelamatkan sebanyak-banyaknya  masyarakat Indonesia yang sungguh butuh bantuan. Sungguh semangat militan dan nasionalis. Good Job!
"Tetaplah Berjuang demi Surabaya dan Indonesia, Bu Risma!"
Akhirnya, saya tetap mengapresiasi niat baik Bu Risma untuk memajukan bangsa Indonesia ini. Entah itu penyaluran bansos dan blusukan yang menuai kontroversi, yang penting niat baik dan kerja yang tulus adalah dasar dan cita-cita luhurmu.
Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu. Kami berharap, semoga, apa yang telah dilakukan dan akan dilakukan Bu Risma adalah cerminan ketulusan hati, sikap nasionalis, dan militansi yang tangguh yang ditunjukkan oleh seorang wanita Indonesia.
Tugas itu bukan lagi di Surabaya saja, tetapi sudah di seluruh Indonesia. Meski, Bu Risma memulainya dari jantung Indonesia, agar jantung tidak sakit dan lemah, tapi kami yakin bagian-bagian dari tubuh Indonesia ini akan dijamah dan dikembangkan sesuai norma aturan dan nilai-nilai spiritual humanis. Tetaplah berjuang, kami mendukungmu!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H