Mohon tunggu...
JPIC Kapusin Medan
JPIC Kapusin Medan Mohon Tunggu... Lainnya - Capuchin Brother

Fransiskan Kapusin

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Golden Anniversary: Tentang Kesetiaan dan Kebahagiaan Mengarungi Bahtera Keluarga di Usia yang Uzur

11 Januari 2021   12:30 Diperbarui: 11 Januari 2021   12:45 1229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pace e Bene! Salam damai dan kebaikan!

Tulisan ini kami persembahkan bagi Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata. Meski kami belum pernah berkenalan dan bertemu dengan keluarga ini, kami bisa saling mendukung dan berbagi kisah menarik lewat Kompasiana ini. Platform inilah yang kemudian 'mempertemukan' kami dalam menyuguhkan inspirasi hidup, gagasan, refleksi, dan lain-lain lewat media tulisan elektronik. 

Kami berdiskusi tentang satu topik yang bisa dibagikan tentang mereka dan ada satu poin yang boleh diolah yaitu tentang Golden (Wedding) Anniversary mereka. Kami tidak berniat menguraikannya satu per satu, tetapi kami ingin melihat nilai positif dari pesta emas pernikahan luhur itu. Bapak Tjiptadinata Effendi, kami minta izin untuk menjadikan tulisan Bapak "Terima Sertifikat Golden Anniversary dari Paus Francis di Ultah Pernikahan ke 50" referensi bagi kami.

Nilai Luhur Perkawinan di Gereja Katolik

Dalam Kitab Hukum Kanonik (Codex Iuris Canonici) - salah satu buku penting yang memuat peraturan/norma bagi semua umat Katolik - diterangkan bahwa perkawinan sebagai sebuah sakramen pada dasarnya memiliki ciri satu dan tak terceraikan (monogam dan indissolube). 

Monogam berarti bahwa menikah hanya dengan satu laki-laki atau perempuan. Sementara indissolube berarti bahwa perkawinan itu (orang yang telah dibaptis [ratum] dan disempurnakan dengan persetubuhan [consumatum]) tak terceraikan, kecuali kematian. Pernyataan ini dapat ditemukan dalam Kanon 1141.

Sebelum diberkati, agar perkawinan tidak diragukan, laki-laki dan perempuan dibimbing oleh pihak Gereja. Segala sesuatu diselidiki agar tidak ada hal yang bisa menghalangi perkawinan mereka. Bahkan, sebelum jatuh tempo hari pernikahan yang telah disepakati, Gereja akan mengumumkan berita tentang rencana perkawinan selama 3 minggu berturut-turut.  

Dalam upacara sakramen perkawinan, ada janji nikah yang diucapkan oleh kedua mempelai di hadapan Allah dan Gereja-Nya yang kudus. Janji ini sungguh sakral karena lahir dari kebebasan dan kesadaran ke dua mempelai dan diucapkan di hadapan Allah sendiri. Setelah keduanya mengucapkan janji nikah: "... mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia" (Mat 19:6).

Adalah suatu rasa syukur yang terkandung lewat kekaguman dan kebanggaan bagi pasangan suami istri yang setia satu sama lain mengarungi bahtera keluarga hingga usia yang menua. Kita yakin bahwa membangun keluarga mulai dari awal tidak gampang, selalu ada tantangan, cobaan, dan godaan. 

Hanya mereka yang sungguh-sungguh punya cinta yang tulus dan setia, seperti yang telah kami bagikan dalam "Putus Pacaran demi yang Terbaik: Bolehlah!" mampu bertahan menikmati suka-duka relasi pacaran dan pernikahan. Kiranya demikianlah yang telah dihidupi oleh Bapak Tjiptadinata Effendi dan Ibu Roselina Tjiptadinata setelah mengarungi 50 tahun hidup berkeluarga.

Golden (Wedding) Anniversary

Tepat pada 2 Januari 2015 yang lalu, sudah enam tahun berlalu, mereka bersyukur pada Tuhan yang atas usia 50 tahun pernikahan mereka. Golden (Wedding) Anniversary dalam bahasa Indonesia dikatakan sebagai pesta emas pernikahan. 

Luar biasa! Ini adalah suatu kebahagiaan yang tak terdefinisikan. Kebahagiaan yang digelar di Hotel Jayakarta, Jl. Hayam Wuruk Jakarta menjadi berlipat ganda, karena Pak Tjipt dan Bu Rose mendapatkan sertifikat Golden Anniversary dari Paus Fransiskus. 

Para rekan dan keluarga telah mengusahakan yang terbaik agar sertifikat ini menjadi suatu rahmat dan berkat yang diterima keluarga Pak Tjipt pada momen itu. Tentu, mendapat sesuatu dari Vatikan adalah sebuah kebanggaan sekaligus berkat apalagi tidak banyak yang mendapatkan Golden Anniversary dari Paus. Dan ini memang dirasakan keluarga Pak Tjipt.

Selain sebagai pesta dan syukuran, Golden Anniversary menjadi kesempatan untuk memotivasi keluarga yang lain (muda, junior, dan senior) untuk menghayati nilai luhur perkawinan, satu dan tak terceraikan dalam suka dan duka, dalam untung dan malang. Mengarungi bahtera rumah tangga bersama orang yang dicintai, sebenarnya adalah kebahagiaan karena didasari pilihan sendiri. Manis dan pahitnya kehidupan dicicipi bersama dan satu hati untuk mencari yang terbaik. Walau tak selalu indah, yah itulah kehidupan. 

Maka, dibutuhkan suatu momen untuk membarui kembali semangat dan janji yang telah diikrarkan. Dengan ini, cinta pasangan suami istri diteguhkan dalam menghadapi gejolak kehidupan. Pak Tjipt dan Bu Rose telah melakukannya di pesta emas pernikahan mereka. Apakah salah kalau kita belajar dari sini?

kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43
kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43

Belajar dari Golden Anniversary Pak Tjiptadinata dan Bu Rose Tjiptadinata 

Pertama, mengucapkan janji pernikahan itu mudah. Namun, apakah banyak yang bisa bertahan dan setia dalam menghidupinya dalam suka dan duka, dalam untung dan malang? 

Terkadang, kita bisa menikmati kenyamanan dan situasi enak dalam keluarga. Suami atau istri dapat nafkah yang lebih, ada orang yang memberikan perhatian yang luar biasa, anak-anak semuanya baik dan berprestasi, dan sebagainya. 

Tapi, terkadang, situasi sulit dan pedih menerpa rumah tangga. Suami atau isteri dipecat dari tempat kerja, sakit, tak tahu dapat uang dari mana, anak tiba-tiba terjun ke dunia yang jahat, dan sebagainya. 

Di sinilah, janji kesetiaan itu diuji. Mereka yang memang saling mencintai dan komit untuk setia, pasti akan dapat melalui semua ini dan menariknya, sama-sama bahagia dalam kesederhanaan dan ala kadarnya. 

Dengan sama-sama berjuang mengarungi hidup rumah tangga, tidak akan ada perceraian atau perselingkuhan dan ini telah dibuktikan oleh Bapak Tjipt dan Ibu Rose yang bisa bertahan hingga saat ini, di usia yang sudah uzur. Mereka memaknai janji pernikahan sebagai kehadiran dan rahmat Tuhan.

Kedua, untuk memperdalam hubungan suami istri, perlu dibuat suatu momen syukuran atas pernikahan. Tidak perlu mewah dan luar biasa. Sederhana asal di dalamnya keluarga bisa bersyukur, tertawa, dan bahagia atas rumah yang telah dijalani. Untuk bisa bertahan hingga akhir hayat, selain kesetiaan ada kebahagiaan yang sama-sama dirasakan. 

Ketiga, saling refleksi diri atas kesetiaan dan kebahagiaan yang telah diberikan kepada pasangan. Pengalaman demi pengalaman yang membumbui dinamika rumah tangga akan lebih kaya dan punya nilai jika direfleksikan. Ketika ada kegagalan atau konflik, kira-kira apa penyebabnya dan apa solusi yang bisa dibuat. Ketika keluarga bahagia, kira-kira bagaimana cara menjaga agar ini tetap stabil.

Keempat, mari untuk selalu berdoa bagi pasangan hidup agar makin hari, rasa cinta itu tetap kuat.

Maka, Pak Tjiptadinata Effendi dan Bu Roselina Tjiptadinata, inilah tulisan sederhana yang bisa kami bagikan. Salam dari kami.

Pace e Bene!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun