"Apakah orang kaya itu orang yang suka membaca?" tanya Marwi kecil pada ibunya.
Di bawah cahaya sentir, buku usang yang ia kumpulkan saat memulung, bertumpuk begitu saja. Tumpukannya tidak tinggi, kira-kira sekitar empat atau lima buku. Harta karun itu ia pungut ketika sedang memulung di komplek orang kaya.
Seorang wanita berbaju seadanya duduk di sebelah tumpukan buku. Tangannya sibuk melipat kardus. Kardus itu akan dijualnya esok pagi.
"Orang yang kelak akan kaya, adalah orang yang rajin belajar, juga suka membaca buku pengetahuan," sahut ibunya lembut. Tangannya cekatan membersihkan kemudian melipat sesuai jejak lipatan pada kardus bekas.
"Aku akan banyak membaca. Biar menjadi kaya."
Marwi mengepalkan tangan kecilnya sebagai bentuk janji untuk terus mencari ilmu. Ia akan bertindak sesuai namanya, Marwito. Menurut cerita sang ibu, saat melahirkan Marwi, dibantu dukun beranak di kampungnya. Dukun beranak mengajak seorang pemuda kota. Pemuda yang bersama rombongannya sedang mengadakan bakti sosial itu, tiba tiba mengajukan nama untuk bayi Marwito. Ia pikir bayi itu adalah perempuan makanya diberi nama Marwita yang artinya mencari ilmu.
"Hanya ingin kaya?"
"Iya. Kenapa?"
"Kaya saja tidak cukup. Harta akan habis jika tak pandai mengelolanya. Baiknya jadilah pandai dan bijak."
Marwi mengangguk. Buku ia tutup. Hujan mulai deras. Ia cemas gubuknya banjir karena lantai tanahnya sudah becek. Ia bangkit membantu ibunya memindahkan kardus-kardus harta bendanya.
Dalam hati ia terus berdoa. Dalam doanya, ia menyelipkan harapan agar kelak menjadi orang pandai dan sukses. Ia ingin membahagiakan ibunya. Ia juga berharap ibunya selalu sehat dan mendampinginya meraih kesuksesan. Tak satupun doa terselip untuk bapaknya.