Bukan berarti semuanya menjadi tanggung jawab perempuan, ternyata di masa kini tidak sedikit laki-laki yang mau bekerja sama dan berbagi tugas dengan perempuan (istri) untuk urusan rumah tangga.
Selanjutnya, perempuan juga sering sekali terlibat dalam pemenuhan ekonomi keluarga. Baik itu di pedesaan, maupun perkotaan. Peran tersebut tentu bukan saja berdampak bagi keluarga, tetapi juga untuk masyarakat dan bangsa.
Satu lagi yang tidak kalah penting, bahwa perempuan itu turut serta meneruskan dan mewariskan nilai-nilai dan tradisi keluarga. Atau bisa dibilang, bahwa perempuan sering sekali terlibat aktif dalam menjaga budaya dan kearifan lokal di masyarakat.
Bicara tentang tradisi keluarga, saya jadi teringat dengan seorang perempuan hebat yakni Herrywati. Herry adalah seorang ibu yang berusaha mengasuh dan membesarkan tiga orang anak.
Sejak suami yang dikasihinya meninggal dunia, beliau pun pada akhirnya memaksimalkan ketrampilan menjahit yang dimilikinya, yakni ketrampilan yang telah diwarisi dari ayahnya sejak masih remaja.
Bisa dibilang, Ibu Herry adalah satu-satunya pewaris tradisi menjahit keluarga, tepatnya dari tujuh bersaudara.
Dengan ketrampilan itu, Herry pun berhasil membiayai pendidikan anak-anaknya. Ada satu orang yang sampai jenjang diploma satu (D1), dan dua orang lagi hanya sampai pada bangku sekolah menengah atas.
Sekarang anak dari Ibu Hery sudah bekerja serta ada yang sudah berkeluarga. Tetapi Herry masih melanjutkan pekerjaan sebagai penjahit. Walau sudah menginjak usia hingga 69 tahun itu, beliau masih tetap bersemangat menerima jasa untuk menjahit pakaian.
Satu hal menarik dari kehidupan Herry, meskipun berada di kota besar (Jakarta) dan hidup di era teknologi digital, tetapi Herry masih terus menggunakan mesin jahit klasik sebagai sahabat sejatinya dalam bekerja.
Sesungguhnya hal apa yang bisa kita simpulkan dari cerita Herry tersebut?