Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Revitalisasi Relasi dengan Alam

7 September 2019   09:33 Diperbarui: 7 September 2019   10:04 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kakiku hendak melangkah beranjak dari rumah untuk menghadiri sebuah acara, tiba-tiba istriku hampir terjatuh. Untungnya, dia segera memegang meja yang ada di ruang tengah.

"Ada apa Ma?" tanyaku.

"Entah kenapa, koq tiba-tiba saya pusing." Sahutnya.

Istriku pun mulai bersedih. Mulai berpikir macam-macam.

"Jangan-jangan saya kena vertigo." Lanjutnya.

Kami sekeluarga pun hening.

Tidak lama berselang, anakku penasaran karena sedari tadi smartphone-nya tak henti berbunyi. Banyak pesan yang masuk. Anakku buru-buru mengambil smartphone-nya. Setelah membaca, anakku sontak berkata, "gempa .... gempa .... gempa...."

Ternyata, teman-teman sekolahnya sudah ramai membahas tentang gempa yang baru saja terjadi. Aku pun terpancing untuk ikut membuka smartphone-ku. Benar saja, sudah banyak juga di whatsapp group-ku yang membahas hal yang sama.

Bahkan salah seorang teman tidak lupa untuk mengajak mengantisipasi gempa susulan, dan menyarankan untuk membuat sendok di dalam gelas agar dapat memantau gempa jika terjadi lagi.

sumber : WAG Senior SDH
sumber : WAG Senior SDH
Untuk memastikan, aku mencoba mencari kebenarnanya di internet. Ternyata benar, telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan 7,4 Skala Ricter dipicu oleh aktivitas penunjaman lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng Eurasia (2/8/2019) pukul.19:03:21 WIB.

Bahwa berdasarkan BMKG pusat gempa bumi terletak pada koordinat 104.58 BT dan 7.54 LS, dengan magnitudo 7.4 SR pada kedalaman 10 km, berjarak 137 km baratdaya Sumur, Banten. (sumber: suara.com).

Budaya Sadar Bencana

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selalu mengisyaratkan kepada kita bahwa "Indonesia merupakan negara besar yang dianugerahi kekayaan alam yang melimpah, namun letak geografis wilayah Indonesia juga memiliki potensi ancaman bencana yang tinggi dengan segala variannya".

Di satu sisi memang kita sangat mensyukuri keadaan alam kita yang kaya raya, namun di sisi lain kita harus siaga dengan berbagai ancaman bencana yang mungkin terjadi.

Untuk itu, setiap insan di negeri ini harus menumbuhkan sikap sadar bencana. Bahkan kita harus memiliki budaya sadar bencana.

BNPB sendiri tidak hentinya berupaya untuk membangun sikap dan budaya sadar bencana. Sangkin pentingnya akan hal itu, maka BNPB telah menginisiasi lahirnya Hari Kesiapsiagaan Bencana (26 April) sejak tahun 2017 lalu.

Harapannya melalui hari tersebut, masyarakat digugah kesadarannya untuk selalu meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya bencana.

Sebagai informasi tambahan, bahwa pemilihan tanggal tersebut didasarkan pada tanggal petetapan Undang Undang No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di mana UU tersebut merupakan perangkat hukum yang mengubah paradigma penanggulangan bencana dari sikap yang responsif menjadi preventif. Artinya, bagaimana kita agar lebih mengutamakan pengurangan risiko bencana tersebut.

Jujur, saya sendiri termasuk orang yang terlena dengan kesiapsiagaan terhadap bencana. Mungkin karena saya beranggapan selama ini kalau daerah tempat tinggalku, lumayan aman dari bencana seperti gempa, tanah longsor dan banjir.

Tetapi melalui gempa baru-baru ini, saya disadarkan, bahwa tidak ada yang kebal akan bencana di negeri ini.

Apalagi kalau bicara tentang bencana, sesungguhnya bencana itu bukan saja menyangkut bencana alam semata. Merujuk pada UU No.24 Tahun 2007 tadi, maka bencana itu bisa saja berupa bencana nonalam dan sosial. Selengkapnya tentang jenis bencana, kita bisa baca pada pasal 1 ayat 2, ayat 3, dan ayat 4.

  • Ayat 2. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung   meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
  • Ayat 3. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian    peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
  • Ayat 4. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Nah, dengan pemahaman jenis bencana tersebut, setidaknya kita dapat kenali ancamannya, siapkan strategi, siap untuk selamat.

Wujud Kesiapsiagaan Bencana

Barangkali kita tidak memiliki pengalaman bencana secara langsung, berharap memang demikian. Bagaimana kita melakukan kesiagaan terhadap bencana? Beruntungnya kita hidup di era internet, sehingga dengan mudahnya kita memperoleh informasi tentang hal itu.

Saya sendiri baru-baru ini, mencoba kesiagaan bencana itu dengan mengikuti sebuah pembelajaran online yang diselenggarakan oleh BNPB dan IndonesiaX. Sungguh banyak pengetahuan yang saya dapatkan dari sana. Mulai dari konsep, jenis dan karakteristik bencana. Memahami dan menemukenali potensi ancaman bencana di sekitar kita. Menyusun rencana kesiapsiagaan keluarga untuk menghadapi bencana. Serta, mitigasi praktis bencana gempa bumi.

Tetapi dari pembelajaran tersebut, ada satu hal menarik yang ingin saya angkat dalam tulisan ini. Tentu sesuai dengan judul yang di atas.

Wisnu Wijaya, Deputi 1 BNPB, Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan menyampaikan bahwa bencana hidrometeorologi adalah salah satu bencana yang banyak terjadi. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang terkait dengan cuaca. 

Kita tahu cuaca sudah berubah polanya, juga tidak terduga. Seringkali sangat tinggi intensitasnya pada suatu waktu yang sangat singkat.  Dan ini menimbulkan bencana. Penyebabnya adalah ulah manusia, antropogenik. Ulah manusia yang tidak ramah lingkungan, ulah manusia yang sembrono seperti pencemaran dan perusakan lingkungan.

Berdamai dan Bersahabat dengan Alam

Kita sudah terlanjur menyakiti alam. Sejatinya sejak semula kita harus berelasi dengan alam, karena kita tahu bahwa kita butuh alam dan alam butuh kita. Kita jaga alam, alam jaga kita.

Kalau kita bicara ulah manusia yang berhubungan dengan pencemaran dan perusakan alam, tentu tidak akan ada habisnya. Membuang sampah sembarangan di sungai hingga di lautan luas. Akibatnya, banyak sungai yang tidak berfungsi lagi dan rusaknya ekosistemnya laut.

Tentu rekan pembaca masih ingat dengan berita yang menggemparkan di Wakatobi. Seekor ikan paus ditemukan mati terdampar. Mengejutkannya, ternyata di dalam perut bangkai paus tersebut terdapat 5,9 kg sampah plastik. Ada plastik keras (19 pcs, 140 gr), botol plastik (4 pcs, 150 gr), kantong plastik (25 pcs, 260 gr), sandal jepit (2 pcs, 270 gr), plastik-plastik lain yang didominasi oleh tali rafia (3,26 kg) dan gelas plastik (115 pcs, 750 gr). (sumber : www.bbc.com)

Itu hanya salah satu dari banyak penemuan paus yang terdampar. Belum lagi ikan paus yang pernah ditemukan di Filipina. Di dalam perutnya ditemukan sampah plastik sekitar 40 kg. Isinya terdiri dari 16 karung beras, 4 plastik perkebunan pisang dan beberapa tas belanja. (sumber : detik.com)

Ulah manusia memang terlalu! Kita semua pasti tahu bahwa mencemari lingkungan, sesungguhnya kita sedang mengancam jiwa kita juga.

Kalau di atas telah dipaparkan beberapa contoh pencemaran lingkungan, maka berikut adalah contoh ulah akibat perusakan lingkungan.

Dulu, ketika maraknya pembakaran hutan secara di Riau, berkali-kali keluarga saudaraku harus bolak balik berobat karena urusan pernafasan, batuk-batuk. Alasannya, karena asap dari pembakaran hutan.

Nah, sesungguhnya seberapa besarkah perusakan lingkungan akibat pembakaran hutan di Indonesia?

Berdasarkan data yang saya kutip dari menlhk.go.id, bahwa rekapitulasi luas kebakaran hutan dan lahan di Indonesia dari tahun 2014-2019 yakni 44.411,36 ha (2014), 2.611.411,44 ha (2015), 438.363,19 ha (2016), 165.483,92 ha (2017), 510.564,21 ha (2018), dan 135.749,00 ha (2019). 

Perolehan data tersebut dihitung berdasarkan analisis citra satelite landsat 8 OLI/TIRS yang di overlay dengan data sebaran hotspot, serta laporan hasil groundchek hotspot dan laporan pemadaman yang dilaksanakan Manggala Agni.

sumber : http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran
sumber : http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran
sumber : menlhk.go.id
sumber : menlhk.go.id
Bandingkan dengan hutan Indonesia Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, pada tahun 2017 bahwa luas hutan di Indonesia sebesar 133.300.543 hektar.

Seandainya pembakaran hutan terus menerus berlangsung, apa yang terjadi dengan hutan kita? Apa dampaknya bagi kehidupan hewan-hewan yang ada di dalam hutan? Bagaimana pula dengan kehidupan manusia? Kita tahu sendiri bahwa hutan itu merupakan penghasil oksigen, penyedia sumber air dan tempat flora dan fauna.

Nah, akibatnya jelas bukan? keseimbangan lingkungan akan terganggu dan pemanasan global semakin menjadi. Selanjutnya tinggal menunggu bencana demi bencana akan silih berganti.

Sekarang, saatnya kita berdamai dan bersahabat dengan alam. Kita pulihkan kembali relasi yang rusak dengan alam. Bagaimana caranya? Gunakanlah produk-produk yang ramah lingkungan, hentikan membuang sampah sembarangan, rajinlah menanam pohon dan merawatnya, hentikan menggunakan kendaraan yang menimbulkan polusi udara, minimalkan penggunaan kantong-kantong plastik yang sulit terurai, dan jangan membakar hutan lagi. Sekali lagi perlu diingat kenali bahayanya, kurangi risikonya.

Kalau itu yang kita lakukan, maka alam pun akan akan menyambut kita kembali menjadi sahabatnya. Kta pun sedang menyelamatkan alam dari kerusakannya dan meminimalkan risiko bencana.

Tidak perlu menunggu lama, mari mulai dari sekarang dan dari diri sendiri.

Sumber Referensi :

bbc.com  - bnpb.go.id - detik.com - siaga.bnpb.go.id - sipongi.menlhk.go.id - suara.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun