Mohon tunggu...
Thurneysen Simanjuntak
Thurneysen Simanjuntak Mohon Tunggu... Guru - Nomine Kompasiana Awards 2022 (Kategori Best Teacher), Pendidik, Pegiat Literasi, serta Peraih 70++ Penghargaan Menulis.

www.thurneysensimanjuntak.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Formal Saja Tidak Cukup!

18 Maret 2019   22:31 Diperbarui: 19 Maret 2019   12:43 734
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa di negeri ini yang tidak mengenal Susi Pudjiastuti? Orang nomor satu di Kementerian Perikanan dan Kelautan pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Sebelum menjadi seorang menteri, sosok yang kerap mengajak masyarakat gemar makan ikan ini, ternyata sudah sukses dengan bisnis perikanan dan juga penyedia jasa transportasi berbagai produk di bidang perikanan.

Uniknya, kesuksesan tersebut ternyata bukan diperoleh karena pendidikan formal atau sederetan gelar akademis yang dimiliki, sebab jika melihat pendidikan formalnya, Susi Pudjiastuti hanyalah seorang tamatan SMP.

Kisah hidup sukses ini, hanyalah salah satu contoh dari kesuksesan yang bukan karena pendidikan formal dan gelar akademis. Tentunya, masih banyak contoh-contoh sukses lainnya yang bisa kita temukan di tengah-tengah masyarakat.

Saya jadi teringat dengan sebuah buku yang saya baca pada tahun 1998 ketika masih duduk di bangku kuliah, "Sukses Tanpa Gelar" yang ditulis oleh Andrias Harefa. Buku itu adalah buku yang lumayan diminati oleh kelompok diskusiku semasa di kampus.

Dalam buku tersebut dicatatkan bahwa kesuksesan bukan semata-mata karena pendidikan formal dan gelar akademisi, tetapi bisa karena kemauan belajar kapan dan di mana saja, kesediaan diri untuk selalu bekerja keras, memiliki karakter dengan sikap yang jujur, optimis dan antusias menjalani kehidupan, ketekunan dan kesabaran dalam setiap tantangan dan permasalahan, kemampuan mensyukuri rahmat yang diperoleh baik itu yang menguntungkan atau merugikan diri, serta menganut nilai-nilai dan sifat-sifat yang positif.

Dalam buku tersebut pula kita dapat menemukan bagaimana tokoh-tokoh inspirasional dapat melewati proses yang luar biasa sulit dalam menghadapi tantangan kehidupan serta kemampuan untuk membangkitkan roh keberhasilan di dalam dirinya. Mereka bukanlah yang memiliki pendidikan formal yang tinggi dan gelar akademisi yang berderet menambah panjangnya nama mereka.

Jadi, sekali lagi, bukan karena pendidikan formal dan gelar akademisi saja membuat orang sukses. Bahkan penulis buku "Sukses Tanpa Gelar" tersebut ternyata tidak pernah menyelesaikan pendidikannya di UGM, tetapi menjadi seorang yang sukses di bidang Penulisan dan Pelatihan. Bahkan sosok yang dikenal dengan julukan "WTS" atau Writer, Trainer dan Speaker itu pun telah banyak menginspirasi orang-orang yang berlatar belakang pendidikan formal.

Saya bukan orang yang anti pendidikan formal. Saya mengakui kalau pendidikan formal itu sangat penting. Bahkan profesi saya hari ini sebagai guru adalah bagian dari pendidikan formal yang pernah saya raih puluhan tahun yang lalu. Selanjutnya, mana mungkin seseorang dapat menjadi dosen, dokter, akuntan, pengacara, hakim, jaksa, notaris, dan masih banyak profesi lainnya tanpa memiliki pendidikan formal dan gelar akademisi.

Tetapi harus kita akui bahwa sangat banyak kecakapan hidup atau keterampilan yang kita butuhkan untuk bisa sukses menjalani kehidupan yang tidak pernah kita peroleh di dunia pendidikan formal. Atau justru pendidikan di luar sekolah dapat mendukung dan melengkapi pendidikan formal yang kita peroleh.

Jadi kalau ditanya "pendidikan di luar sekolah itu penting ga sih?"

Menurut hemat saya, dari berbagai pemaparan di atas tentu kita bisa sepakat mengatakan "penting" bahkan "sangat penting".  Bukankah seorang yang telah memiliki pendidikan formal ditambah dengan yang nonformal akan jauh lebih sempurna? Atau seseorang yang tidak memiliki pendidikan formal yang memadai, akan jauh lebih baik jika harus mengembangkan pendidikan nonformalnya.

Selagi bisa, maka kita harus terus mengembangkan diri baik kognitif, psikomotor maupun afektif kita melalui berbagai jenis pendidikan. Baik itu pendidikan formal, pendidikan nonformal, dan pendidikan informal.

Ngomong-ngomong, apa yang membedakan dari ketiga jenis pendidikan tersebut? Baik itu pendidikan formal, pendidikan nonformal dan pendidikan informal.

Saya yakin kalau untuk pendidikan formal, tentunya semua sudah familiar dengan sebutan itu. Singkatnya, pendidikan formal tersebut adalah pendidikan yang diperoleh di bangku sekolah atau perguruan tinggi.

Nah, kalau bicara tentang pendidikan nonformal dan informal, kita bisa langsung meluncur ke Undang Undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Pada pasal 26 yakni ayat (1) Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.

Ayat (2) Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Ayat (3) Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain  yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Ayat (4) Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan yang sejenis.

Ayat (5) Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

Ayat (6) Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan.

Sementara kalau berbicara tentang pendidikan informal dapat kita lihat pada pasal 27 Ayat (1) Kegiatan pendidikan informal yang dilakukan oleh keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri.

Ayat (2) Hasil pendidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

Bijaksanalah Mengikuti Pendidikan Nonformal

Mengingat bahwa pendidikan nonformal telah diatur dalam sebuah undang-undang, hal itu menunjukkan bahwa pendidikan nonformal itu sangat penting, memiliki kekuatan hukum dan perlu diatur sedemikian rupa agar tetap terkontrol pelaksanaannya.

Tetapi, masyarakat sebagai konsumennya harus tetap waspada untuk kualitas dan kebermaknaan dari pendidikan nonformal yang sedang (akan) diikuti.

Artinya, perlu mempertimbangan suatu lembaga tersebut berdasarkan output-nya. Begitu juga dengan pendidikan nonformal yang sedang diikuti, apakah dapat memenuhi kebutuhan pasar kerja? Masih relevankah dengan perkembangan zaman saat ini? Kalau dulu kursus mengetik dengan sistem 10 jari sangat relevan di era 80-an, tapi sekarang? Tentu tidak. Itu maksudnya.

Nah, bagi orangtua yang sedang mempersiapkan pendidikan anak, selain pendidikan formal, kembangkanlah pendidikan nonformal dan informal untuk masa depan anak. Tentu sesuai dengan kebutuhan zaman. Salam

*) Untuk pertama sekali tulisan ini telah dipublikasikan di blog pribadi, 24 Feberuari 2019, untuk kepentingan lomba blog Dumet School. Selengkapnya ada di sini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun