Mohon tunggu...
Putra Bangsa
Putra Bangsa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

[Fakta Terungkap] SP PLN Kini Berganti Menjadi SP Perjuangan PLN

8 September 2016   16:30 Diperbarui: 8 September 2016   16:45 3088
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Serikat Pekerja PT PLN (Persero) atau biasa orang menyebut SP PLN, seperti kita tahu bahwa saat ini masih memiliki permasalahan terkait dengan DUALISME KEPENGURUSAN. Sehingga orang awam biasa menyebut dengan SP Lantai 3 dan SP Lantai 9 untuk memudahkan penyebutan 2 kubu yang sedang berseteru ini. Lokasi kantor sekretariat mereka pun berada di gedung yang sama di PT PLN (Persero) Kantor Pusat Gedung 1 Jl. Trunojoyo Blok M-I/135 Jakarta Selatan.

SP Lt.3 dan Lt. 9 yang dimaksud adalah sama-sama singkatan dari Serikat Pekerja, dengan nama dan lambang yang sama. Artinya 1 (satu) nama dan 1 (satu) lambang namun mempunyai 2 (dua) pemilik.

Mengapa demikian? Karena sampai saat ini kedua kubu tersebut masih sama-sama saling mengklaim bahwa merekalah yang sah. Dengan bukti-bukti dan dokumen yang saat ini sudah mereka miliki, perseteruan itu masih berlanjut sampai sekarang.

SEJARAH TERPECAHNYA SP PLN

Kita mulai pembahasan ini ke masa lalu pada saat SP PLN yang awalnya hanya ada 1 (satu).

Ketua Umum pertama Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) adalah Ir. Hasrin Hutabarat yang terpilih pada MUBES. Pada pelaksanaan Musyawarah Besar tersebut juga dideklarasikan terbentuknya organisasi Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dan menetapkan bahwa tanggal 18 Agustus 1999 sebagai tanggal berdirinya organisasi Serikat Pekerja PT PLN (Persero) atau yang biasa orang menyebutnya dengan SP PLN.

Seiring berjalannya waktu, SP PLN mengalami banyak dinamika organisasi yang telah menorehkan banyak sejarah dalam perjalanannya selama menjadi mitra perusahaan PT PLN (Persero).

Sejarah mencatat, MUBES (Musyawarah Besar) Tahun 2007 yang diadakan di Jogjakarta menghasilkan keputusan terpilihnya Sdr. Ir. Daryoko sebagai Ketua Umum untuk masa bakti periode 2007-2011 berdasarkan Keputusan MUBES YOGYA No.11/SK/MUBES/SP PLN/2007 tanggal 31 Mei 2007.

Dalam waktu yang sama, MUBES tersebut juga melahirkan kesepakatan untuk menetapkan AD ART Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Tahun 2007 sesuai dengan Keputusan MUBES YOGYA No.07/SK/MUBES/SP PLN/2007 tanggal 30 Mei 2007.

Dua keputusan penting tersebut inilah yang menjadi cikal bakal konflik di internal kepengurusan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dan mengakibatkan lahirnya 2 (dua) kepengurusan. Khususnya terkait dengan pasal-pasal di dalam AD ART yang baru saja ditetapkan 1 (satu) hari lebih awal daripada ketetapan penunjukan Ketua Umum.

Pada saat masa PKB habis yakni di tahun 2009, sesuai AD ART sudah ditetapkan di MUBES Jogja, bahwa yang berhak menandatangani PKB harus anggota aktif, sementara semua pihak tahu bahwa Tahun 2009 Ir. Daryoko yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum akan pensiun.

Seharusnya, pada saat MUBES di Jogja, Pimpinan Sidang menganalisa risiko ini bahwa di tahun 2009 Ketua Umum terpilih ini akan pensiun maka seharusnya di dalam AD ART ditambahkan pasal untuk mengamankan kejadian tahun 2009, namun ternyata hal tersebut tidak tidak dituangkan dalam AD ART, sebaliknya justru yang ada adalah pasal bahwa penandatanganan PKB harus dilakukan oleh anggota aktif (biasa), bukan pensiunan (anggota luar biasa).

Kembali lagi kita bahas mengenai sejarah, di tahun 2009 tepatnya tanggal 29 Mei 2009, atas dasar surat dari Ir. Daryoko kepada Sdr. Iman Kukuh Pribadi (IKP) yang saat itu menjabat sebagai Sekretris Jendaral (Sekjend), sesuai dengan AD ART menunjuk Sdr. Iman Kukuh Pribadi sebagai PLT Ketua Umum agar mengadakan MUNAS untuk memilih Ketua Umum baru karena adanya kondisi "siapa yang seharusnya berhak menandatangani PKB" itu.

Berbicara mengenai surat penunjukan, apa benar itu surat ditandatangani Ir. Daryoko??

Singkat cerita Ir. Daryoko memanggil Sdr. Iman Kukuh Pribadi ke rumahnya dan menanyakan, “Apa benar Imam Kukuh terima surat itu?” Iman Kukuh menjawab "benar".. dan Sdr. Daryoko kembali bertanya "siapa yang teken surat tersebut?" Iman kukuh jawab “tidak tahu”.

Sehingga sampai saat ini sebagian orang yang berpendapat berarti ADA PEMALSUAN TANDATANGAN di surat tersebut. Wallahu alam....

Tanggal 10 November 2009 berlangsung pertemuan Forum Komunikasi dan Silaturahmi DPD-DPD Serikat Pekerja PT PLN (Persero) di Medan yang menghasilkan Pernyataan Sikap Bersama DPD-DPD SP PLN yang tertuang dalam Keputusan Bersama No.001/KB-DPD/XI/2009 tanggal 10 Nopember 2009 yang isinya adalah Menyatakan Kepengurusan DPP SP PLN Periode 2007-2011 Demissioner.

Pada hari Kamis tanggal 19 Nopember 2009 berlangsung Musyawarah Nasional Luar Biasa (MUNASLUB) Serikat Pekerja PT PLN (Persero) di Medan yang dihadiri oleh 31 DPD dari 39 DPD yang ada atau 80 % (memenuhi kuorum). Dalam pelaksanaan MUNASLUB tersebut ditetapkan secara aklamasi Sdr. Riyo Supriyanto, SH sebagai Ketua Umum SP PLN Periode 2009-2013 berdasarkan Surat Keputusan MUNASLUB SP PLN No.09/SK/MUNASLUB/SP PLN/2009 tanggal 19 November 2009.

Sesuai aturan dalam perundangan, seharusnya hasil MUNASLUB tersebut dilaporkan (Ketua Umum terpilih dan pengurus terpilih) maksimal 30 (tiga puluh) hari setelah MUNASLUB. Namun sampai adanya MUNAS di tahun 2015 tidak ada pelaporan ke mereka terkait MUNAS 2009 di Medan, hal ini sudah ditelusuri oleh pihak yang melakukan konfirmasi langsung ke Disnakertrans Jakarta Selatan.

Tentu di benak kita spontan timbul pertanyaan, bagaimana legalitas kepengurusan SP PLN periode 2009-2013 secara hukum jika kita merefer pada Undang-undang No. 21 Tahun 2000 (baca : Pasal 18 ayat (1) jo Pasal 21) ?

Adanya pihak yang “tidak puas” dan berkeyakinan dengan tidak sahnya hasil MUNASLUB SP PLN Tahun 2009 di Medan (Red : Kubu Ir. Daryoko CS) berbuntut pada pembentukan kubu baru di SP PLN, inilah awal mula pecahnya kubu SP PLN, dimana di tahun 2011 mereka sepakat untuk mengadakan MUNAS, kubu inilah yang sekarang sering kita sebut dengan SP PLN Lt.3.

MUNAS SP PLN Lt. 3 di tahun 2011 yang diadakan di TMII menghasilkan terpilihnya Sdr. Riza Fauzi sebagai Ketua Umum dan pengurusnya yang kemudian langsung dilaporkan dan dicatatkan ke Disnakertrans Jakarta Selatan.

Dengan terpilihnya Sdr. Riyo Supriyanto, SH sebagai Ketua Umum SP PLN Periode 2009-2013 maka perundingan PKB yang baru kembali dilaksanakan antara pihak Perseroan dengan Serikat Pekerja PT PLN (Persero) yang kemudian ditandatangani pada tanggal 10 April 2010 antara Ketua Umum SP PLN (Riyo Supriyanto, SH) dengan Direktur Utama PLN (Dahlan Iskan).

Namun penerapan PKB 2010-2012 yang telah disepakati oleh kedua belah pihak tidak berjalan mulus dan mendapat tentangan dari pihak kubu Ir. Ahmad Daryoko Cs. Hal itu terbukti dengan adanya Keputusan Sidang PHI Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.187/PHI.6/2011/PN tanggal 13 Februari 2012 yang isinya Membatalkan PKB 2010-2012 dan Memberlakukan Kembali PKB 2006-2008 sampai adanya PKB yang baru serta mengakui adanya kedua kepengurusan SP PLN baik Kubu Sdr. Riyo Supriyanto, SH (hasil MUNASLUB Medan Tahun 2009) maupun Kubu Sdr. Riza Fauzi (Hasil MUNAS TMII - Jakarta Tahun 2011).

Hal tersebut tentu saja merupakan suatu keputusan hukum yang membingungkan dimana PKB 2010-2012 dinyatakan tidak Syah akan tetapi Kepengurusannya dinyatakan sah.

PASCA TERPECAHNYA SP PLN

Permasalahan dualisme kepengurusan itu pun masih berlanjut sampai saat ini walaupun beberapa kali upaya islah dilakukan namun tak kunjung membuahkan hasil yang diharapkan, dan pada akhirnya di pihak manajemen PT PLN (Persero) memilih SP PLN Lt. 9  sebagai mitra manajemen dengan segala konsekuensinya setelah berusaha untuk mengishlahkan kedua belah pihak yang tidak juga berhasil dan menyurati beberapa kali ke Kementrian Tenaga Kerja RI terhadap hasil putusan MA.

SP PLN Lt. 3 merupakan unsur yang jumlah pengurus dan anggotanya minoritas, dengan Ketua Umum saat ini adalah H. Adri (red : pendukung Ir. Daryoko CS), unsur ini merupakan serikat yang kegiatannya dari mulai perjalanan dinas pengurus sampai kegiatan apapun tidak mendapatkan fasilitas dan bantuan dari manajemen. Dari tahun 2009 sampai saat ini, selama itulah mereka berusaha bertahan dengan kondisi seperti gambaran di atas.

Sedangkan kondisi berbeda dirasakan oleh SP PLN Lt. 9, mereka mempunyai anggota dari Sabang hingga Merauke, dan keberadaannya diakui oleh manajemen sehingga kegiatan dari unsur ini diakomodir dan difasilitasi oleh manajemen PT PLN (Persero), Ketua Umum saat ini adalah Sdr. Jumadis Abda yang terpilih pada MUNAS di tahun 2016 ini.

LAHIRNYA SERIKAT PEKERJA BARU

Di tengah perjalanan, dengan maksud untuk mencari solusi terhadap permasalahan yang tak kunjung menemukan ujung pangkalnya ini, lahirlah serikat-serikat baru yakni Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara pada tahun 2015 di Palembang dan Lembaga Aspirasi Karyawan disingkat LASKAR PT PLN (Persero) pada tahun 2016 di Jakarta yang sudah mempunyai legal standing yang sah dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi serta sudah diakui oleh manajemen PT PLN (Persero).

PEMBEKALAN VERIFIKASI SERIKAT PEKERJA

Dengan lahirnya serikat baru di PT PLN (Persero), sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, serikat-serikat yang ada dalam perusahaan tersebut haruslah diverifikasi terlebih dahulu. Hal ini dilakukan untuk memilih dan memilah serikat mana yang sudah memenuhi persyaratan dan berhak mewakili anggotanya untuk duduk di dalam perundingan PKB.

Pada tanggal 24 Mei 2016 manajemen mengundang seluruh serikat yang ada di PT PLN (Persero) dengan agenda pembekalan Verifikasi PKB di Hotel Ambara Jakarta Selatan dengan Pembicara dari pihak Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan, turut dihadiri oleh pihak Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Lt.3 dan Lt.9, Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara, dan Lembaga Aspirasi Karyawan (LASKAR) PT PLN (Persero).

Dalam sesi tanya jawab pihak SP PLN Lt. 3 mampu menunjukkan DOKUMEN ASLI Bukti Pencatatan Organisasi SP PLN No. 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April 2001, sedangkan pihak Lt.9 tidak dapat menunjukkan DOKUMEN ASLI BUKTI PENCATATAN ORGANISASI SP PLN dan masih berkelit mengenai hal tersebut serta berusaha menjelaskan mengenai legalitas versi mereka (red : SP PLN Lt. 9).

Walaupun sadar akan kesalahan dan konsekuensi terhadap langkah yang sudah diambil, waktu demi waktu mereka (red : manajemen) juga terus menjalin komunikasi dengan pihak SP PLN Lt. 9 sebagai mitra dalam membina Hubungan Industrial di perusahaan monopoli listrik itu. Hal tersebut bisa kita lihat bahwa sampai saat ini manajemen masih melanjutkan Perundingan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), terakhir dari kabar yang kami terima Perundingan PKB tetap dilanjutkan di akhir bulan Agustus 2016 di Pusdiklat Ragunan, Jakarta.

PERUBAHAN SP PLN MENJADI SPP PLN

Tak diduga, pada tanggal 28 Juni 2016 SP PLN Lt.3 mengajukan permohonan perubahan nama dan logo organisasi menjadi Serikat Pekerja Perjuangan (SPP PLN) sesuai surat No. DPP.001/SPP-PLN/VI/2016, dan permintaan tersebut diakomodir oleh Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan melalui Surat No. 3272/-1.83 tanggal 15 Agustus 2016 yang menyatakan bahwa Serikat Pekerja PT PLN (Persero) dengan No. Pencatatan 22/V/N/IV/2001 tanggal 6 April 2001 merubah identitas nama dan lambang menjadi Serikat Pekerja Perjuangan (SPP) PT PLN (Persero).

Dengan adanya Surat tersebut bisa disimpulkan bahwa selama ini instansi pemerintah yang menangani permasalahan Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial (red : Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan) mengakui bahwa SP PLN YANG SAH adalah kubu SP PLN Lt. 3, karena pada saat mereka (red : SP PLN Lt.3) mengajukan permohonan untuk merubah identitas organisasi menjadi SPP PLN dapat diakomodir oleh instansi pemerintah tersebut.

Dengan demikian artinya selama ini SP PLN Lt. 9 DIDUGA TIDAK MEMILIKI LEGAL STANDING YANG SAH?. Lantas bagaimana dengan nasib publik (red : pegawai PLN) selama ini yang tidak mengetahui hal tersebut? Pantaskan mereka (red : pegawai PLN) kita sebut sebagai korban pembohongan publik?

Dalam asas yang terdapat dalam pasal 1365 KUH Perdata, berbunyi :

Tiap perbuatan melawan hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Pengertian Perbuatan Melawan Hukum adalah akibat dari suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum diatur juga oleh hukum, walaupun akibat itu memang tidak dikehendaki oleh yang melakukan perbuatan tersebut. Siapa yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum harus mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan karena perbuatan tersebut. Jadi, dapat dikatakan karena perbuatan melawan hukum maka timbullah suatu ikatan (verbintenisen) untuk mengganti kerugian yang diderita oleh yang dirugikan.

Dari pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa dengan diterbitkannya Surat dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan Nomor : 3272/-1.83 tanggal 15 Agustus 2016 terkait Perubahan Nama SP PLN menjadi SPP PLN, maka SPP PLN (Eks SP PLN Lt.3) yang BERHAK MELAKUKAN KEGIATAN ORGANISASI SERIKAT dilingkungan PT PLN (Persero) termasuk Perundingan PKB bukan SP PLN Lt.9.

Dengan kata lain, jika SP PLN Lt. 9 TETAP MELAKUKAN KEGIATAN ORGANISASI termasuk Perundingan PKB dengan manajemen yang mengatasnamakan SP PLN (dengan menggunakan No. Pencatatan 22/V/N/IV/2001) semenjak tanggal surat dari Suku Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jakarta Selatan tersebut dikeluarkan, MAKA KEGIATAN TERSEBUT DAPAT DIKATAKAN SEBAGAI TINDAKAN MELANGGAR HUKUM.

Kiranya sudah cukup jelas kita membahas permasalahan yang menimpa serikat pekerja di perusahaan ini. Dan saat ini pegawai PT PLN (Persero) harus dituntut untuk peduli, lebih kritis dan cerdas dalam memilih serikat. Tidak hanya menuntut serikatnya saja, kita juga harus mengambil sikap terhadap langkah yang sudah diambil oleh manajemen hingga saat ini. Karena manajemen pun sudah terlibat jauh dalam permasalahan yang menimpa serikat tersebut.

Perlu diingat, bahwa negara kita adalah negara hukum, segala tindak tanduk baik individu maupun golongan sudah diatur dalam perundangan yang berada dalam batas-batas norma hukum yang berlaku. Sehingga kita pun berhak melaporkan kepada yang berwajib pihak-pihak yang terlibat bila ada indikasi aktivitas organisasi yang tidak sah atau dengan kata lain organisasi ilegal tersebut karena sudah melanggar ketentuan hukum yang berlaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun