***
Di akhir tulisan ini, aku, temanmu, ingin berbisik di telinga hatimu.
Masih tentang status curahan hatimu di media sosial yang, ah, kadang aku risi kalau mendapati kau makin gemar curhat di sana. Bukan apa-apa, selama ini kau kuanggap sosok dewasa yang setidaknya bisa berpikir; meluahkan rasa di media sosial tidak hanya rawan krisis kepribadian, tapi juga tak selalu sampai pada tujuan.
Hei, jika kau merasa banyak orang membencimu, jangan-jangan karena saat ini kau juga menyimpan hal yang sama pada satu-dua orang di sekelilingmu. Aku bukannya tidak tau, ada nama yang begitu kau benci, kebencian yang terlalu, dan sering tidak pada tempatnya. Ngerinya lagi, pemilik nama yang kau benci adalah temanmu sendiri yang berpijak di langit 2. Aku tidak tau persis alasanmu membencinya. Tapi tak perlulah kau ceritakan alasan itu. Karena saat kau sudah menyadari bahwa kebencian akan melahirkan kebencian, aku percaya kau akan menerima semua dan memilih untuk memusnahkan benci. Semua benci. Termasuk benci dengan seseorang yang tega menulis catatan ini :-)
*ditulis dengan segenap cinta seorang teman, untuk WK. Semoga suatu saat kau membacanya, lantas meninggalkan bekas pukulan (baca: pelukan) telak di bodiku :-D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H