Akupun tak sekedar menobatkan dirimu sebagai sosok yang saleh. Tapi juga menobatkanmu sebagaia sosok yang dicintai banyak wajah.
***
Satu hal menarik darimu, Teman.
Kau menunjukkan taringmu. Perlahan. Untuk kemudian mengaburkan “anggapan” sebagian besar kami, teman-temanmu, sekelilingmu, bahkan mungkin dunia.
Di sini kau bekerja mengakrabi debu-debu, sampah. Dan area jajahanmu adalah toilet, gudang, ruang yang setiap pagi tertata tapi jelang petang sudah berantakan, tak keruan. Kau tak memiliki wewenang menyentuh roda inti lembaga ini. Kau tidak bisa bicara menyampaikan satu dua pengetahuanmu. Kau tidak bisa tampil di hadapan puluhan manusia untuk menyaksikan peranmu. Kau dianggap tidak memiliki legalitas melakukan itu. Seolah-olah latar belakang pendidikanmu tidak sewarna, tidak senada.
Kau seperti ingin berteriak kencang saat orang-orang menganggapmu bisu. Kau seolah-olah ingin berlari kencang saat orang-orang menganggapmu lumpuh. Di situ kau percaya kau mampu. Mengibarkan benderamu. Memproklamasikan hal-hal terpendam yang rapat kau simpan.
Siapa sangka di luar jam kerja kau memiliki waktu menjadi “sorotan” orang-orang. Menekuni aktifitas yang secara subtansi sama dengan yang dilakukan teman-temanmu yang menjadi pelakon utama di tempatmu bekerja. Menyampaikan sesuatu yang kau punya. Menjadi lentera. Menerangi. Berbagai. Ya Tuhan, kau juga bisa berbagi hal yang kami–teman-temanmu biasa lakukan di pagi hingga sore hari. Kau memiliki “status” utama seperti kami dan hanya soal ruang dan waktu saja yang berbeda. Kau bisa menjelma menjadi “kami” dan hanya soal formalitas atau informalitas yang sebetulnya bukan sesuatu hal utama.
Hebat.
Di mataku itu hebat.
Kau membuktikan kemampuanmu bereksplorasi. Menembus dimensi. Mematahkan cara pandang dari sudut pandang orang-orang.
Lebih dari itu, kau sungguh gila akan eksistensi, Kawan! Dan barangkali itu….manusiawi.
***
Semua orang seperti bangkit dari tidur panjang. Mereka bangun dengan muka penuh heran. Takjub. Sekaligus girang. Mungkin juga merasa bodoh dan terlalu abai. Tentu saja kau bukan orang asing yang menyusup di tengah-tengah kerumunan. Namun kenapa baru SEKARANG.
Bertahun-tahun, waktu bergulir menyisakan berjuta jejak. Mata mereka seperti buta. Ada bintang terang bersinar-sinar, tapi dianggap kunang-kunang yang kerdil nan kecil. Semua menyambutmu suka cita. Bersuka cita merasa sembuh dari buta. KAMI DAPAT MELIHATMU KINI. Dirimu yang sebenarnya telah muncul, lahir di tengah-tengah kami. Akan berjalan di hamparan yang sama. Oi tinggalah cerita lama. Sapu-sapu, pel, kemoceng… mungkin kelak mereka rindu kebersamaan denganmu, Teman.