Migrasi besar-besaran orang Indonesia ke Malaysia, menarik minat saya untuk mengetahui secara mendalam terkait alasan dan tujuan mereka merantau ke luar negeri.
Saya tidak sepakat dengan Sidney Jones, penulis buku “Making Money off Migrants: The Indonesian Exodus to Malaysia” bahwa latar belakang migrasi besar-besaran orang Indonesia ke Malaysia semata-mata untuk bekerja mencari uang.
Saya yakin banyak faktor yang menyebabkan merantaunya masyarakat Indonesia ke Malaysia. Salah satunya sudah menjadi tradisi sebagaimana kebiasaan merantaunya orang-orang di kalangan masyarakat Jawa, Bugis, Minangkabau, dan suku-suku lainnya di Indonesia yakni untuk mencari pengalaman hidup dengan cara meninggalkan kampung halaman ke suatu tempat yang dapat memberikan hal-hal baru yang lebih baik.
Dikala itu, saya berfikir kenapa banyak sekali lulusan sekolah menengah yang datang bekerja ke luar negeri sebagai buruh kasar? Bahkan mereka belum sempat menunggu keluarnya ijazah, sudah direkrut dan diberangkatkan ke luar negeri oleh perusahaan pengelola jasa tenaga kerja Indonesia (PPJTKI).
Padahal di usia remaja, pasti mereka ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Mereka seharusnya memperoleh kesempatan pendidikan di dalam negeri, bukan jauh-jauh meninggalkan keluarga untuk bekerja.
Sekarang para belia Indonesia sudah berada di luar negeri. Agar keinginan belajar ke perguruan tinggi tetap bisa diperoleh, maka pada hemat saya, solusi yang lebih efektif dan efesien, harus diberikan kesempatan kuliah secara online di negara tempat mereka bekerja.
Hal tersebut tidaklah terlalu muluk-muluk. Karena hasil analisa saya menunjukan bahwa banyak lulusan sekolah menengah tidak mendapat kesempatan pendidikan ke perguruan tinggi karena terkesan rumitnya proses masuk dan juga alasan ekonomi keluarga yang kurang mendukung.
Untuk bekerja di tempat yang bagus di dalam negeri belum punya ijazah sarjana, mau kuliah terbatasnya biaya karena adik-adiknya masih SD dan SMP sehinga dana yang ada, diprioritaskan untuk membiayai sekolah mereka.
Satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan adalah kebanyakan dari lulusan sekolah menengah akan melamar kerja ke luar negeri untuk mengumpul uang yang bisa dipakai membiayai kuliah bila kembali ke tanah air kelak.
Hal inilah yang saya coba aplikasikan di Malaysia sejak satu dasarawarsa yang silam, yakni menggagas satu bentuk layanan pendidikan dengan mekanisme yang sederhana, mudah, dan tepat sasaran.
Intinya bagaimana supaya tenaga kerja Indonesia (TKI) tidak perlu menunggu kembali ke tanah air untuk kuliah tetapi bisa dilayani di negara tempat mereka bekerja. Maka saya putuskan untuk mengagas sistem layanan pendidikan online melalui Universitas Terbuka (UT). Tanpa ada upacara atau sambutan, Pokjar Johor Bahru berdiri lalu berusaha berjalan walau tertatih.
Pada tahun 2009 dengan merangkul kantor regional layanan pendidikan jarak jauh Universitas Terbuka di Batam, Kepulauan Riau, saya mencoba meyakinkan pihak UT Batam bahwa banyak sekali masyarakat Indonesia di Malaysia yang memungkinkan melanjutkan pendidikan sambil bekerja.
Pihak Batam pada saat itu Bpk. Abdurrahman bersama timnya; Faisal Madya, Ibu Merry Setyawati dan Ibu Dian Evi yang datang ke KBRI Kuala Lumpur, menyempatkan diri singgah di Johor Bahru. Mereka mengutarakan niat untuk membuat terobosan layanan UT bagi masyarakat Indonesia di Malaysia.
Saya yang selama ini berfikir bagaimana sebaiknya mengisi waktu luang bagi pekerja Indonesia di Johor Bahru, langsung menyambut tawaran tersebut karena memang selama ini saya mencari peluang bagaimana agar tenaga kerja Indonesia di Malaysia dapat mengakses pendidikan secara online sambil bekerja.
Di saat cuti akhir pekan, saya mencoba bertemu dengan beberapa komunitas pekerja Indonesia di wilayah Johor. Awalnya mereka acuh. Saya maklumi itu sangat lumrah, karena memang baru memulai dan menggagasnya. Tentu sarat dengan keraguan dan bahkan tidak percaya.
Tapi saya tidak putus asa. Terus melakukan sosialisasi sebagai kegiatan saya di akhir pekan. Di tahap awal saya hanya berhasil mengumpulkan 10 calon mahasiswa UT sebagaimana yang disyaratkan oleh UT Batam.
Saat pertama dulu, dalam segala keterbatasan pengalaman pengurus UT, mereka mengalami masa-masa sulitnya. Tidak ada modul, tidak ada bimbingan belajar apalagi tutorial online apalagi tatap muka, bahkan ujian akhir semester yang pertama gagal diselenggarakan karena berbagai hal termasuk minimnya kesiapan mahasiswa.
Semuanya mereka hadapi dengan tekad yang membaja dan bersahaja. Mereka hanya ingin suatu saat bisa menjadi seorang sarjana.
Hampir satu tahun saya meghimpun mahasiswa untuk bergabung di UT dan pihak KJRI Johor Bahru belum saya informasikan. Saat itu yang menjadi Pejabat Fungsi Pensosbud adalah Bpk. Barry Kafiar.
Ternyata 10 pionir UT ini diam-diam juga melakukan sosialisasi di lingkungan kerja masing-masing. Testimoni mereka membawa efek positif dan antusias yang luar biasa.
Alhamdulillah pada intake kedua tahun 2009 mencapai 28 orang mahasiswa, jumlah yang cukup baik untuk awal perjalanan UT. Karena jumlahnya sudah cukup banyak, maka saya laporkan ke KJRI Johor Bahru supaya pelayanan pendidikan bagi WNI/TKI dapat diakomodir secara resmi dengan dukungan dana yang cukup.
Harapan saya disambut baik oleh KJRI Johor Bahru yang saat itu, Bpk. Didik Trimardjono selaku Plt. Pejabat Fungsi Konsuler dan Bpk. Prihanto Budi Prakoso selaku Plt. Kepala Perwakilan sekaligus Plt. Pejabat Fugsi Pensosbud menggantikan Bpk. Barry Kafiar yang telah kembali ke Jakarta.
KJRI Johor Bahru cukup senang dengan apa yang telah saya lakukan selama ini dan langsung ditindaklanjuti dengan kunjungan ke UPBJJ-UT Batam menemui Kepala UPBJJ UT Batam saat itu Bpk. Paken Pandiangan S.Si., M.Si untuk memperkuat mekanisme pengelolaan UT.
Saya mendapat dukungan yang luar biasa dari Atasan saya Ibu Woro Sawitri selama menjadi Pejabat Fungsi Pensosbud. Demikian juga teman-teman kerja saya seperti Sdr. Andrianto Wahyu Wibowo dan juga Sdr. Ridwan Prawira Kusuma, serta teman-teman lokal staf lainnya di KJRI Johor Bahru, termasuk Bpk. Ah Koi seorang pengusaha etnis Tionghoa yang menjadi counter part KJRI yang setiap masa ujian tiba akan membantu menyediakan meja.
Untuk memperkuat dan menstabilkan kuantitas mahasiswa dan keberlangsungan kegiatan kemahasiswaan, dengan bantuan Yani Lim Sangkala dan teman-teman mahasiswa, maka saya mencoba membentuk wadah organisasi mahasiswa yang disebut Dewan Presidium Mahasiswa (DPM) dengan ketua pertama Sdr. Subana.
UT Johor Bahru semakin berkembang pesat. Dalam catatan saya sampai akhir menjadi pengurus UT di Johor pada tahun 2011, jumlah mahasiswa telah mencapai 265 orang.
DPM dan pengurus bersinergi melakukan sosialisasi sebagaimana yang dilakukan oleh Sdr. Arif Ihsan dan kawan-kawan pengurus yang melakukan gerakan sosialisasi melalui beberpa kegiatan kemahasiswaan. Legasi itu kemudian diteruskan oleh Sdr. Fitriadi dan Sdr. Rusli hingga Sdr. Gufran dengan karakteristik dan gaya kepemimpinan masing-masing.
Dukungan yang luar biasa kami peroleh dari Bpk. Djujur Hutagalung yang saat itu merupakan Pejabat Fungsi Pensosbud KJRI Johor Bahru. Pada saat itulah UT Pokjar Johor Bahru mendapat penghargaan kategori kerjasama luar negeri terbaik yang diterima oleh Konsul Jenderal RI Johor Bahru, Jonas L. Tobing.
Selama tahun 2011, dari Johor Bahru, saya mendampingi Bpk. Djujur Hutagalung melakukan beberapa upaya membidani lahirnya UT Pokjar Kuala Lumpur yang kebetulan pada saat itu, Kepala Perwakilan di KBRI Kuala Lumpur, Bpk. Mulya Wirana yang tidak lain adalah teman dekat beliau.
Menindaklanjuti rencana mendirikan UT Pokjar Kuala Lumpur, pada tahun 2012 Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur, Prof. Drs. Rusdi, Ph.D., meminta saya untuk mengetuai tim sosialisasi UT sampai berdirinya UT Pokjar Kuala Lumpur dengan membuka semua jurusan program non pendidikan dasar.
Untuk lebih efesien, saya berhijrah ke Kuala Lumpur atas dukungan Prof. Rusdi dan Kepala Sekolah Indonesia Kuala Lumpur, Ibu Elslee Yelly Alamsyah Sheyoputri, M.Hum.
Akhirnya UT Kuala Lumpur mulai berjalan dengan jumlah mahasiswa pertama 60 orang yang diresmikan oleh Duta Besar RI Herman Prayitno dan Rektor UT Prof. Tian Belawati.
Kegiatan UT dipusatkan di SIKL dengan beberapa pertimbangan fasilitas dan lokasi yang strategis untuk dijangkau oleh masyarakat.
UT Kuala Lumpur berkembang pesat dengan mengadopsi model pengelolaan UT di Johor Bahru. Dalam beberapa tahun UT Kuala Lumpur melampaui jumlah mahasiswa UT di Singapura, Korea Selatan, Saudi Arabiah dan Hongkong.
Yang banyak membantu saya mengembangkan UT Pokjar Kuala Lumpur selama lima tahun adalah Ibu Prathiwy Soejono, Bpk. Budi Siswanto, dan Ibu Endang Dewi. Sebagaimana di Johor Bahru, juga dibentuk organisasi mahasiswa yakni PPI untuk melakukan koordinasi dan komunikasi dalam belajar dan kegiatan kemahasiswaan.
Sebagaimana yang telah disebutkan di atas bahwa UT berpangkalan di Sekolah Indonesia. Sejak 2012, Kepala Sekolah SIKL, Ibu Elslee Yelly Alamsyah Sheyoputri, M.Hum., kemudian Drs. H. Banjir Sihite, M.Si dan sekarang Drs. H. Agustinus Suharto, M.Pd., memberi dukungan penuh terhadap penyelenggaraan layanan pendidikan UT bagi WNI/TKI di Malaysia.
Kejayaan ini membuahkan penghargaan UT yang diterima oleh Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur, Prof. Drs. Rusdi, M.A., Ph.D. di akhir-akhir tugas beliau di Malaysia.
Pada tahun yang sama, ketika jarum jam menunjukkan pukul 12 tepat di tahun 2012 yang lalu, di saat bunga api menghiasi langit Pulau Pinang, saya dan Pak Eliaki Gulo dari UPBJJ UT Batam giat melakukan sosialisasi hingga lahirnya UT Pokjar Penang.
Mulai dengan 30 mahasiswa pertama, UT Pokjar Penang dibuka dengan 4 program studi non-pendas yaitu Sastra Inggris Bidang Minat Penerjemah, Manajemen, Komunikasi dan Administrasi Negara yang dikoordinasikan oleh Bpk. Irwan Datulangi dan Pak Andy. Serta diperkuat oleh organisasi mahasiswa UT Penang.
UT Berkembang pesat di tengah-tengah WNI/TKI di Malaysia. Untuk melebarkan peran lebih luas lagi, saya kemudian mencoba untuk mendiskusikan dengan Pak Suwandi Permana, M.Pd yang saat itu menjadi Koordinator Community Learning Center (CLC) di Sabah.
Saat itu diskusi mengarah pada kemungkinan membuka layanan UT bagi pekerja Indonesia yang bekerja di kebun-kebun kelapa sawit di wilayah “Negeri di Bawah Bayu” itu.
Pada tahun 2015, Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI Kuala Lumpur Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc., menyambut baik ide ini dan langsung menyurati Kepala UPBJJ UT Batam drh. Ismet Sawir M.Si dan Rektor UT Prof. Ir. Tian Belawati, Ph.D., untuk membuka Pokjar UT Kota Kinabalu dan Pokjar Tawau bagi guru-guru CLC yang belum sarjana.
Atdikbud dan Rektor UT mendirikan UT di Sabah yang diresmikan oleh Duta Besar RI Herman Prayitno. Sebanyak 67 mahasiswa UT pertama di Sabah merupakan guru-guru CLC. Selama pendidikan, diberi beasiswa penuh oleh UT dan Pemerintah RI.
Dukungan pendidikan yang besar yang diberikan oleh KBRI Kuala Lumpur bagi keberlangsungan pendidikan WNI/TKI di Malaysia, telah mendapat perhatian khusus dari UT Pusat dan memberikan penghargaan kategori kerjasama luar negeri terbaik yang secara khusus diberikan kepada Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI, Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc.
Sejak awal berjalannya UT di Malaysia hingga tahun 2016, jumlah mahasiswa yang pernah mendaftar sekitar 1,500 orang dan tersebar di 5 Pokjar yaitu: Kuala Lumpur, Johor Bahru, Penang, Kota Kinabalu dan Tawau.
Adapun jumlah mahasiswa yang aktif sebanyak 791 orang. Sisanya pindah ke Indonesia dan beberapa dari mereka masih cuti belajar.
Sudah semua langkah dan kegiatan dilakukan dalam membangun UT di Malaysia. Dari mulai mengagas, sosialisasi, orientasi dan bimbingan belajar, tutorial online dan tatap muka, penyelenggaraan ujian semester, kuliah umum, kegiatan amal, ekstra kurikuler, pelatihan karya tulis ilmiah hingga penyelenggaraan upacara wisuda telah berhasil diadakan dengan baik.
Berdasarkan data, Hingga tahun 2016, Sebanyak 24 mahasiswa UT Malaysia telah meraih gelar sarja dan diwisuda di Malaysia dengan perincian sbb: 10 mahasiswa UT Kuala Lumpur, 2 mahasiswa UT Penang, dan 12 mahasiswa UT Johor Bahru.
Baru-baru ini 20 mahasiswa UT Malaysia dan Singapura diberikan gelar sarjana dalam berbagai bidang ilmu pada upacara kirap wisuda yang berlangsung di KBRI Kuala Lumpur, 13 November 2016 yang merupakan upacara penyerahan ijazah perdana diadakan di Malaysia. Sebelum ini, mahassiwa yang lulus mengikuti wisudah di Jakarta dan Batam atau di daerah masing-masing.
Adapun puluhan mahasiswa UT Malaysia lainnya menyambung belajar dan mengikuti wisuda di Indonesia karena sudah tamat kontrak kerja dengan perusahaan tempat mereka bekerja di luar negeri.
Kejayaan UT di Malaysia juga menarik perhatian masyarakat Indonesia di negara lain, seperti beberapa komunitas TKI di Brunei Darussalam dan Manila yang meminta informasi dan sosialisasi pengelolaan UT.
Semoga upaya ini menjadi kebaikan yang bermanfaat bagi semua WNI/TKI dan keberlangsungan UT di luar negeri agar masyarakat Indonesia yang bekerja di perantauan bukan hanya pulang membawa uang tetapi sekaligus meraih gelar sarjana.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H