Strukturalisme adalah salah satu pendekatan filsafat dan teori sosial yang mencoba memahami bagaimana elemen-elemen dalam masyarakat, budaya, atau bahkan bahasa saling terkait untuk membentuk pola yang lebih besar. Alih-alih melihat elemen-elemen ini secara terpisah, strukturalisme berusaha mengungkap "struktur" tersembunyi yang mendasari hubungan mereka. Pemikir-pemikir seperti Claude Lvi-Strauss dan Roland Barthes telah menggunakan pendekatan ini untuk mengeksplorasi bahasa, mitos, sastra, dan institusi sosial, membantu kita memahami bagaimana manusia menciptakan makna dalam kehidupan mereka.
 Dasar Pemikiran Strukturalisme Â
Strukturalisme berakar pada gagasan bahwa makna tidak ditemukan dalam objek atau ide itu sendiri, tetapi dalam hubungan antara elemen-elemen tersebut. Inspirasi utama pendekatan ini datang dari linguistik, khususnya karya Ferdinand de Saussure. Saussure mengajarkan bahwa bahasa adalah sistem tanda, di mana setiap kata (atau "tanda") terdiri dari dua bagian: signifier (bentuk atau suara) dan signified (makna atau konsep).
Misalnya, kata "pohon" bukanlah pohon itu sendiri. Sebaliknya, itu adalah tanda yang bergantung pada sistem bahasa untuk memiliki makna. Maknanya muncul dari bagaimana kata "pohon" dibedakan dari kata-kata lain, seperti "rumput" atau "hutan." Dengan kata lain, makna hanya ada dalam hubungan antar elemen dalam sistem.
Strukturalisme kemudian memperluas gagasan ini ke berbagai aspek kehidupan manusia. Bukan hanya bahasa yang memiliki struktur, tetapi juga mitos, cerita rakyat, institusi sosial, dan bahkan cara kita berpikir. Claude Lvi-Strauss, misalnya, melihat mitos sebagai sistem tanda yang mencerminkan pola-pola dasar dalam cara manusia memahami dunia.
 Claude Lvi-Strauss perihal Strukturalisme dalam Mitos
Salah satu kontributor utama strukturalisme adalah Claude Lvi-Strauss, seorang antropolog yang terkenal karena analisisnya terhadap mitos. Lvi-Strauss percaya bahwa mitos bukan hanya cerita-cerita biasa; mereka adalah sistem simbolik yang mencerminkan cara pikiran manusia bekerja.
Menurut Lvi-Strauss, setiap mitos memiliki struktur dasar yang serupa, meskipun cerita itu berasal dari budaya yang berbeda. Struktur ini melibatkan oposisi biner---pasangan konsep yang berlawanan, seperti kehidupan dan kematian, alam dan budaya, atau kebaikan dan kejahatan.
Sebagai contoh, dalam banyak mitos, ada tema konflik antara alam dan budaya. Ini bisa dilihat dalam cerita tentang manusia yang berusaha menaklukkan alam liar atau binatang yang bertindak seperti manusia. Konflik ini mencerminkan cara manusia memahami dunia mereka sendiri: sebagai makhluk yang hidup di antara dua realitas, alam dan budaya.
Lvi-Strauss tidak melihat mitos sebagai sesuatu yang statis atau literal. Sebaliknya, ia melihat mitos sebagai cerminan dari bagaimana manusia mencoba memecahkan kontradiksi mendasar dalam hidup mereka. Mitos memberikan "peta" simbolik untuk memahami dunia yang kompleks.
 Roland Barthes: Strukturalisme dan Budaya Populer
Jika Lvi-Strauss fokus pada mitos tradisional, Roland Barthes membawa strukturalisme ke ranah budaya populer. Barthes adalah seorang kritikus sastra dan semiotik yang menggunakan pendekatan struktural untuk menganalisis bagaimana makna diciptakan dalam teks-teks modern, termasuk iklan, film, dan mode.
Dalam bukunya, Mythologies, Barthes menunjukkan bagaimana budaya populer dipenuhi dengan "mitos modern" yang berfungsi untuk memperkuat nilai-nilai tertentu dalam masyarakat. Ia tidak melihat mitos sebagai kebohongan, tetapi sebagai cara tertentu untuk menata makna dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh, Barthes menganalisis citra petinju di majalah. Baginya, petinju bukan hanya seorang atlet, tetapi simbol dari perjuangan, kekuatan, dan heroisme. Citra ini mencerminkan nilai-nilai tertentu dalam masyarakat yang mengagungkan kompetisi dan keberanian. Barthes menunjukkan bahwa makna ini tidak bersifat alami, tetapi diciptakan oleh struktur budaya.
Pendekatan Barthes membantu kita memahami bahwa hal-hal yang tampaknya biasa atau alami dalam budaya sebenarnya penuh dengan makna yang dikonstruksi. Sebuah iklan parfum, misalnya, tidak hanya menjual produk tetapi juga menjual mimpi, identitas, atau aspirasi tertentu. Dengan menganalisis struktur tanda-tanda ini, kita dapat melihat bagaimana budaya memengaruhi cara kita berpikir dan merasa.
 Strukturalisme dalam Sastra dan Seni
Strukturalisme juga memiliki dampak besar dalam studi sastra dan seni. Pendekatan ini menekankan bahwa sebuah teks sastra tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan bagian dari jaringan makna yang lebih besar.
Misalnya, sebuah novel tidak hanya dapat dilihat sebagai cerita individu, tetapi juga sebagai bagian dari genre tertentu yang memiliki pola dan konvensi tertentu. Sebuah novel detektif, misalnya, hampir selalu melibatkan kejahatan, penyelidikan, dan pengungkapan kebenaran. Strukturalisme membantu kita memahami bagaimana pola-pola ini menciptakan harapan dan makna dalam teks sastra.
Dalam seni visual, strukturalisme digunakan untuk menganalisis bagaimana elemen-elemen seperti warna, bentuk, dan komposisi bekerja bersama untuk menciptakan efek tertentu. Sebuah lukisan bukan hanya tentang apa yang digambarkan, tetapi tentang bagaimana elemen-elemen visual diatur dalam struktur yang bermakna.
 Kritik terhadap Strukturalisme
Meskipun strukturalisme telah memberikan wawasan yang berharga, ia juga menghadapi kritik. Salah satu kritik utama adalah bahwa pendekatan ini cenderung mengabaikan subjektivitas dan dinamika perubahan. Strukturalisme sering kali dilihat terlalu mekanis, seolah-olah manusia hanya "diprogram" oleh struktur sosial dan budaya mereka.
Para pemikir poststrukturalis seperti Jacques Derrida dan Michel Foucault menantang gagasan ini. Mereka berpendapat bahwa struktur tidak tetap atau universal, tetapi selalu dalam keadaan berubah. Derrida, misalnya, menunjukkan bahwa makna tidak pernah sepenuhnya stabil, karena tanda-tanda selalu memiliki banyak lapisan makna yang saling bertentangan.
Foucault, di sisi lain, mengarahkan perhatian pada hubungan antara struktur dan kekuasaan. Ia menunjukkan bagaimana struktur sosial sering kali menciptakan dan mempertahankan hierarki kekuasaan, sehingga tidak semua elemen dalam masyarakat memiliki hubungan yang setara.
 Mengapa Strukturalisme Relevan?
Meskipun ada kritik, strukturalisme tetap relevan karena ia membantu kita melihat dunia dengan cara yang lebih kompleks. Dalam kehidupan sehari-hari, kita cenderung melihat hal-hal secara terpisah atau terisolasi. Strukturalisme mengajarkan kita untuk melihat hubungan antara elemen-elemen ini, dan bagaimana mereka membentuk pola yang lebih besar.
Misalnya, ketika kita menonton film, kita sering kali terpaku pada ceritanya. Strukturalisme membantu kita melihat bagaimana elemen-elemen seperti plot, karakter, dan simbol bekerja bersama untuk menciptakan makna. Dalam kehidupan sosial, pendekatan ini membantu kita memahami bagaimana institusi seperti keluarga, agama, atau pasar membentuk cara kita berpikir dan bertindak.
Strukturalisme juga mengajarkan kita untuk lebih kritis terhadap budaya. Ia menunjukkan bahwa apa yang tampak "alami" atau "normal" sering kali merupakan konstruksi sosial yang mencerminkan nilai-nilai tertentu. Dengan memahami struktur ini, kita dapat mulai mempertanyakan dan, jika perlu, mengubahnya.
 Lensa Bahasa dan Masyarakat
Strukturalisme adalah lensa yang membantu kita melihat dunia dengan cara yang lebih mendalam dan terhubung. Dari bahasa hingga mitos, dari budaya populer hingga institusi sosial, pendekatan ini mengungkap pola-pola tersembunyi yang membentuk cara kita memahami diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.
Pemikir seperti Claude Lvi-Strauss dan Roland Barthes telah menunjukkan bahwa hidup manusia adalah jaringan makna yang kompleks, di mana setiap elemen saling terkait. Meskipun tidak memberikan jawaban yang pasti, strukturalisme mengajarkan kita untuk terus mencari pola, mengajukan pertanyaan, dan memahami bagaimana hubungan antara elemen-elemen ini menciptakan makna dalam hidup kita.
Dalam dunia yang semakin kompleks, pendekatan ini tetap relevan, membantu kita menemukan cara baru untuk memahami dan menavigasi hubungan kita dengan budaya, masyarakat, dan diri kita sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H