Kisah Haji Isam seperti membaca kisah fiksi tentang bagaimana seseorang individu dapat memulai bisnis dan menjadi konglomerat besar, sebagaimana istilah "From Zero to Hero". Penunjukan figur-figur dari jaringan bisnis Haji Isam dalam kabinet Prabowo-Gibran menunjukkan bahwa hubungan bisnis dan politik di Indonesia semakin erat, bagi saya jadi sebuah refleksi soal bagaimana modal dan kekuasaan saling memengaruhi di Indonesia.
 Meskipun pengaruh ini dapat memberikan stabilitas di sektor-sektor strategis, penting bagi publik untuk tetap waspada dan perlu diberikan perhatian yang lebih kritis untuk mengawasi sejauh mana pengaruh konglomerat akan membentuk kebijakan yang berpihak pada rakyat atau justru menguntungkan segelintir elite yang menguasai beberapa sektor ekonomi di Indonesia.
 Di tengah dinamika politik dan ekonomi yang terus berubah, peran konglomerat Haji Isam jadi perhatian, atau justru isu penting yang perlu diperhatikan oleh kita dan masyarakat secara luas. Dalam tulisan ini, saya akan mencoba melakukan analisa terkait bagaimana kekuatan ekonomi dan politik saling bersilangan, khususnya peran para konglomerat yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam struktur pemerintahan.
Jalan Kejayaan Haji Isam dalam Bisnis dan Politik
Penunjukan menteri dalam kabinet baru pemerintahan selalu menjadi perhatian, dalan kabinet yang dibentuk oleh Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming yang semula digadang sebagai "Zeken Kabinet", atau kabinet yang diisi oleh Professional yang Kompeten. Namun, beberapa nama yang terkait dengan seorang individu tertentu jadi terluhat mencurigakan, terutama atas peran dan hak anggaran besar yang dimiliki oleh Para Menteri dan wakil menteri di Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran.
Salah satu nama yang mencuat dalam pembahasan ini adalah sosok Andi Syamsuddin Arsyad, atau yang lebih dikenal sebagai Haji Isam, seorang pengusaha asal Batulicin, Kalimantan Selatan, yang muncul ke permukaan publik sebagai simbol kesuksesan 'from zero to hero'. Namun, di balik citra kesuksesan ini, peran orang-orang dekat dari Haji Isam juga jadi simbol yang mempengaruhi dinamika politik-ekonomi Indonesia yang semakin rumit.
Haji Isam lahir di Batulicin, Kalimantan Selatan, pada 1977. Meski besar di Kalimantan Selatan, Haji Isam bukan berasal dari suku Dayak, suku mayoritas di Kalimantan. Ia berdarah Bugis, berasal dari sebuah desa di Bone, Sulawesi Selatan. Ayahnya, Andi Arsyad, adalah seorang pedagang tembakau yang merantau ke Kalimantan untuk mencari peruntungan baru. Seperti banyak pengusaha sukses lainnya, Haji Isam diyakini memulainya dari bawah.
Kisah kesuksesan Haji Isam bermula sebagai sebagai tukang ojek hingga operator alat berat, kini ia menduduki puncak kejayaan sebagai salah satu konglomerat besar di Indonesia, bahkan dijuluki sebagai 'Crazy Rich Batulicin'. Masyarakat yang skeptis jadi bertajya soal sejauh mana keterlibatan bisnis memengaruhi kebijakan negara di Indonesia. Penulis akan berusaha mengulas dari bagaimana dinasti bisnis Haji Isam mulai merambah politik melalui penunjukan anggota keluarga dan jaringan bisnisnya dalam kabinet Prabowo-Gibran, serta dampaknya terhadap peta kekuasaan di Indonesia.
Di masa mudanya, ia bekerja sebagai tukang ojek dan operator alat berat di perusahaan kayu. Keberuntungannya mulai berubah ketika ia bertemu dengan Johan Maulana, seorang penambang batu bara lokal yang memperkenalkan Haji Isam pada bisnis pertambangan. Di bawah bimbingan Johan, Haji Isam belajar tentang pengelolaan tambang, dan dua tahun kemudian, ia memutuskan untuk terjun sendiri ke dalam bisnis ini. Haji Isam membangun kerajaan tambang yang kini dikenal dengan nama Jhonlin Group, sebuah konglomerasi bisnis yang bergerak di sektor pertambangan, perkebunan, hingga aviasi.