Malam pun tiba dan aku hendak beristirahat namun terbayang-bayang muka Felix yang menyebalkan itu dan saat aku membuka jendela untuk menjernihkan pikiran dan betapa kagetnya aku saat kubuka jendela ada Felix dan mengatakan "Kenapa kau memikirkan aku? aku tahu pasti kau rindu denganku kan", "Astaga kenapa kau ada disini, nggak aku gak memikirkanmu aku memikirkan pangeran berambut pirangku" jawabku dengan sebal padanya.Â
Felix diam sesaat dan menatapku dan berkata "Pangeran itu aku, aku bisa lihat masa depan dan masa lalu dengan sihirku", aku terdiam dan berkata "Kita lihat aja gimana nanti apa akan sesuai dengan perkataanmu itu atau tidak". Lalu sebelum aku menyuruh Felix pergi dan menutup jendela lau tidur ia berkata "Selamat malam Eca, jangan lupa mimpiin aku", lalu aku menutup jendela dan tidur.
Tok tok tok tok suara pintu membangunkanku dan setelah kubuka ternyata itu Felix dia memberi tahu agar mempersiapkan diri karena Henry dan Alexander sudah sampai di perbatasan lereng Gunung Maxima dengan rumah penduduk, Kek Allan sedang menanganinya. Lalu aku menyuruh Felix untuk membantu Kek Allan sedangkan aku bersiap-siap dulu dan akan segera menyusulnya. Sesampainya aku di lereng Gunung Maxima, Kek Allan berusaha melenyapkan Alexander dan Felix mengurus Henry.Â
Aku memutuskan untuk membantu Felix terlebih dahulu dan mengamankan Henry, aku bersembunyi agar Henry tidak mengetahui keberadaanku lalu mengayunkan tongkat sihirku dengan mengucap mantra "Mortificare", sontak tongkat Henry terjatuh begitu saja dan Felix dengan cepat memberi mantra "Duplico aranea" pada Henry lalu dia terlilit jaring laba-laba yang sangat erat.Â
Kemudian aku dan Felix membantu Kek Allan melawan Alexander, dan aku melihat lengan kakek terluka dengan darah yang bercucuran aku meminta Felix untuk menangani Alexander selagi aku mengurus luka kakek dan Felix menyetujuinya. Saat aku membawa kek menjauh dari lokasi Alexander dan Felix kakek berkata "Dia pangeran yang kau tunggu Eca" dan aku menjawab "Sudahlah kek ayo kita duduk disini dulu aku akan sembuhkan luka kakek".
Sedangkan Felix sibuk melawan, mengatur strategi untuk melenyapkan Alexander dan menghindari sihir darinya. Aku masih membersihkan lengan kakek dan kemudian mulai mengayunkan tongkatku dengan menyebut mantra "Meliorem facio" lalu luka kakek perlahan menutup dan darah sudah berhenti mengalir. Kemudian aku meminta kakek untuk tetap istirahat disini sedangkan aku akan membantu Felix melawan Alexander, tapi kakek tetap ingin ikut membantu Felix.Â
Saat kami hendak membantu Felix dia terlihat kelelahan dan putus asa akan menggunakan mantra apa lalu kemudian dia mengayunkan tongkatnya dan dengan tegas mengucap mantra "Adacadavra" kemudian tubuh Alexander mulai terbakar dan menjadi abu. Sontak aku dan kakek kaget karena matra itu nggak bisa digunakan oleh sembarang penyihir yang bisa menggunakannya tetapi Felix bisa.
Setelah musnahnya Alexander Zim-Zalabim kembali seperti dahulu kala dimana kehidupan manusia biasa dan para penyihir hidup dengan damai sedangkan pembatas yang dibuat oleh Kek Allan juga menghilang bersamaan dengan lenyapnya Alexander. Sedangkan Henry sekarang hidup dibawah pengawasan Kek Allan agar tidak dapat berbuat onar lagi yang dapat membahayakan banyak orang.Â
Beberapa tahun telah berlalu pangeran yang aku dambakan juga sudah ada di sampingku, ternyata benar kata Felix pada saat malam itu bahwa dia adalah pangeran berambut pirang itu dan kita hidup bahagia. Tetapi tetap saja adat penyihir tidak boleh jatuh cinta dengan manusia biasa, tetapi dengan kemajuan teknologi manusia bisa telah menemukan jalan tengah untuk seseorang yang ingin menikahi penyihir dengan memperbanyak produksi pembuatan vaksin agar dapat menjadi penyihir dan bisa hidup dengan orang yang dicintainya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H